Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pentingnya Kontemplasi dalam Memaknai Hari Kemerdekaan

17 Agustus 2022   20:50 Diperbarui: 24 Agustus 2022   16:16 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi menghormat bendera |Tribunnews.com

Setelah sibuk mengisi peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia, yang ke – 77 dengan pelbagai acara. Dari mulai perlombaan seru dan asyik di lingkungan sekitar rumah, seperti : lomba balap karung, lomba memasukkan jarum ke dalam botol, lomba menenteng kelereng di atas sendok yang dibawa dengan mulut, lomba sepak bola bapak-bapak memakai daster, dan lain-lain. Hingga acara puncak, yakni upacara pengibaran bendera merah putih. Kita semua, rakyat Indonesia dari Sabang Sampai Merauke, merasa bahagia, gembira, dan gegap gempita menyambut peringatan Hari Ulang Tahun kemerdekaan negara kita tercinta.

Sore harinya, acara perayaan masih belumlah usai. Anak-anak dan para peserta lomba yang diadakan di lingkungan masih antusias untuk meramaikan suasana. Anak-anak saya pun ikut larut dalam euforia hari kemerdekaan. Si sulung dan si tengah mengikuti lomba-lomba dengan antusias. Pada saat perlombaan panjat pinang, kedua jagoan saya ikut serta pula. Ada beberapa barang yang mereka dapatkan dan dibawa pulang ke rumah.

Dengan antusias dan penuh kebanggaan, putra tengah saya berkata, "Ma nih aku dapat sabun cuci dan taplak meja buat Mama. Aku juga dapat uang, tapi sudah habis dipakai jajan." Sambil berkata begitu, keringatnya berleleran, bajunya kotor penuh debu dan minyak. Sedang berbincang seperti itu, si sulung pun pulang ke rumah. Dia tidak membawa barang, di tangannya ada beberapa lembar uang lima puluh ribu, dua puluh ribu, dan sepuluh ribu tiga lembar. Lalu, tanpa diminta dia membagikan uang tersebut masing-masing sepuluh ribu kepada adiknya. 

Ada rasa bangga sekaligus terharu menyelinap ke kedalaman jiwa. Bagaimana anak-anak yang masih berusia belia. Mereka begitu bersemangat dan antusias merayakan hari kemerdekaan. Mungkin, hal itu dipicu juga oleh imbalan dalam bentuk materi, yakni uang dan barang-barang. Tapi, setidaknya dalam tahap awal, hal tersebut sudah dapat dikatakan berhasil. Acara lomba-lomba sukses dan mendapatkan animo yang meriah dari masyarakat.

Bagi anak-anak, dan bagi orang dewasa juga. Hari ulang tahun kemerdekaan yang jatuh pada tanggal 17 Agustus setiap tahunnya, selalu identik dengan lomba-lomba, hiburan, gerak jalan, seru-seruan, dan upacara. Setelah, semua acara tersebut selesai, maka selesailah perayaan tersebut. Makna merayakan hari kemerdekaan, menjadi terbatas kepada seremoni dan tradisi semata. Ruh yang sebenarnya dari peringatan tersebut, yakni rasa syukur atas nikmat kemerdekaan, bagaimana negara kita bisa terlepas dari penjajahan terasa seperti bias saja. 

Hal ini, bila dibiarkan dalam jangka waktu yang lama, tanpa adanya upaya edukasi dan sosialisasi tentang makna hakiki dari peringatan hari kemerdekaan. Maka, akan ada dampak negatif bagi jiwa anak-anak kita. Bahkan, dalam jangka panjang saat anak-anak tersebut dewasa dan menjadi rakyat Indonesia. Bukan tidak mungkin, jika spirit rasa syukur dan semangat untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan itu akan pudar. Mereka akan merasa puas, jika peringatan hari kemerdekaan sudah diisi dengan lomba-lomba, upacara, dan lain-lain. Setelah acara berjalan dengan sukses dan ditutup dengan acara hiburan warga berupa organ tunggal atau panggung hiburan, mereka akan merasa tugas sudah selesai.

Padahal, perayaan hari kemerdekaan bukanlah puncak keberhasilan dalam perjuangan. Justru, di sinilah titik awal bagi sebuah perjuangan. Bagaimana, generasi muda harus melatih diri dan kemampuan mereka, agar mampu menjadi generasi yang mumpuni, tangguh, dan berkompeten. Demi mewujudkan negara yang kuat dan mampu bersaing dengan negara lain. 

Oleh karena itu, momentum peringatan kemerdekaan seyogyanya harus menjadi arena untuk kontemplasi. Bagaimana, kita sebagai bangsa yang besar ini, merenung, bertanya kepada diri dan hati nurani. Apa yang sudah kita lakukan untuk negara ini. Sudahkah kita memiliki kiprah dan peran dalam mengisi kemerdekaan ini. Atau paling tidak, sudahkah kita menjadi orang yang bermanfaat dan berguna bagi lingkungan sekitar kita.

Bersyukur

Melisankan rasa syukur adalah hal termudah yang dapat kita lakukan. Ucapkanlah dalam hati, bahwa kita sangat bersyukur negara kita telah menjadi negara yang merdeka. Negara kita sudah terlepas dari belenggu penjajahan, yang menyebabkan kehidupan masyarakat terbelenggu selama ratusan tahun, dalam tirani penjajahan Belanda.

Hari ini, kita bisa bernafas dengan lega, menjalani kehidupan dalam keadaan aman dan tenteram. Jauh dari hiruk-pikuk peperangan, intimidasi, dan kedzaliman. Walaupun, bila dikatakan seratus persen merdeka. Sebenarnya, belum sampai ke arah sana. Karena, kita baru merdeka secara de facto dan de jure dari penjajahan. Masih banyak hal yang harus diperjuangkan, agar kita dapat menjadi negara merdeka seutuhnya. 

Dalam hal ini, mungkin harus menjadi pemikiran kita semua. Bagaimana mewujudkan negara yang makmur, bisa berswasembada pangan, tidak bergantung kepada produk dan bahan pangan impor, dan menjadi mandiri dengan kekuatan sendiri. Inilah, bukti rasa syukur yang harus menjadi pedoman bagi generasi muda saat ini.

Semangat untuk terus belajar

Tantangan untuk menjadi negara yang merdeka seutuhnya, seperti yang sudah disebutkan di atas. Harus menjadi pelecut, agar semua rakyat Indonesia terus semangat untuk belajar, belajar, dan belajar. Karena, ilmu itu sangat luas, tidak hanya di bangku sekolah. Ilmu akan berguna bagi kehidupan kita. Ilmu akan menjadi obor yang menerangi kehidupan kita. Dengan ilmu, hidup manusia akan terasa lebih mudah.

Belajar sejatinya, tidak hanya milik generasi muda. Orang yang sudah tua pun, senantiasa harus terus belajar. Bagaimana menjadi orang tua yang memiliki sikap bijaksana, cara-cara agar bisa tetap produktif di masa lanjut usia, dan meningkatkan kompetensi agar menjadi orang tua yang tidak kudet.

Berkarya

Bukti dari rasa syukur dan semangat untuk terus belajar akan terwujud dalam sebuah karya. Untuk menjadi negara yang merdeka secara pangan. Maka, bagi anda yang hobi bertanam, buktikanlah dengan karya, yakni hasil dari tanaman. Manfaatkan setiap jengkal tanah yang kita miliki, jangan sampai tidak produktif. Bagi yang hobi menulis, hasilkanlah karya berupa tulisan, artikel, puisi, dan cerpen. Tuangkanlah ide menjadi sebuah karya. Agar, rasa syukur itu tidak mengendap hanya dalam angan saja.

Semua orang memiliki passion dan keinginan masing-masing. Maka, wujudkanlah semua itu dalam bentuk sebuah karya. Karena, kita tidak dihargai dari mimpi, angan, dan bualan kosong. Tapi, kita akan dihargai berdasarkan hasil karya yang kita buat.

So, para generasi muda negara ini, semangatlah untuk terus belajar. Wujudkan rasa syukurmu dalam karya-karya monumental dari tangan-tangan terampil. Yuk, kita berkontemplasi malam ini, renungilah makna kemerdekaan bagi diri kita hari ini. Digjaya selalu negeriku, selamat hari ulang tahun yang ke- 77 Indonesiaku tercinta. (*)

#KPB Merdeka 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun