Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Beauty Pilihan

Perempuan Beranak Satu Sedang Cantik-cantiknya, Benarkah?

10 Agustus 2022   16:50 Diperbarui: 10 Agustus 2022   17:32 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Walaupun tidak dapat dipungkiri, dengan semakin majunya dunia kesehatan dan teknologi. Beberapa hal yang terasa wajar dan biasa dilakukan pada masa dulu, sekarang dikurangi, bahkan dihilangkan.

Umpama, kebiasaan membebat perut dengan kain 'bebengkung' dokter mengatakan hal itu berbahaya karena dapat menyebabkan kerusakan rahim. Terkait hal itu, sekarang sudah mulai ditinggalkan. Seperti pengalaman saya, tiga kali melahirkan dengan problem kesulitan mengeluarkan yang terakhir alias ari-ari, orang Sunda menyebutnya 'Bali' membuat dokter wanti-wanti agar saya tidak melakukan hal apapun terkait bagian rahim. 

Baik itu pijat, tetua jaman dahulu menyebutnya 'disangsurkeun' artinya proses mengangkat rahim yang turun dengan cara dipijat secara naik dari bawah ke atas. Maupun dengan membebat perut dengan gurita atau 'bebengkung'.

Berkaitan dengan peribahasa 'anak hiji keur gumeulis' saya secara pribadi, sebagai perempuan merasakannya. Bahwa, saat melahirkan anak pertama, badan terasa lebih menarik untuk dilihat. Rasa-rasanya ingin terus berkaca, dan mematut diri. 

Kala anak berusia beberapa bulan, dan mulai suka memegang rambut ibunya. Rambut saya pun rontok hebat. Oleh karena itu, ada keinginan untuk memotong rambut. Benar saja, setelah melakukan hal itu, saya merasa lebih cantik dari sebelumnya. 

Latar belakang sosial budaya

Ada faktor sosial budaya yang melatarbelakangi, mengapa perempuan yang baru memiliki anak satu sedang berada pada tahap 'sedang cantik-cantiknya'. Itu karena, pada jaman dahulu, perempuan dinikahkan pada usia yang masih muda, antara 16-17 tahun. 

Bahkan, di daerah tempat saya tinggal, pada tahun 1990-an banyak orang tua yang memutuskan untuk menikahkan anak perempuan mereka di usia 9 tahun. Wah, luar biasa, ya. Jadi, pantas dan masuk akal sekali. Jika saat memiliki anak satu, kondisi badan para perempuan yang berstatus ibu muda tersebut, dalam keadaan yang fresh. 

Apakah peribahasa tersebut masih relevan dengan keadaan perempuan di masa sekarang. Saat banyak dari mereka yang memutuskan untuk menikah pada usia yang sudah matang, antara 30-35, bahkan ada yang baru mantap menikah di usia 40 tahun. 

Menurut hemat saya, peribahasa tersebut masih bisa diterapkan. Tetap saja, perempuan yang baru beranak satu, akan tetap terlihat cantik. Meski mereka menikah pada usia matang. Jika tidak percaya, coba saja lihat dan buktikan.

Karena, secara biologis saat seorang perempuan mengandung, maka sel-sel dan jaringan organ yang ada pada tubuhnya akan melakukan proses peremajaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun