Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Citra Sunan Ambu sebagai Perempuan Sang Penguasa Kayangan

4 Agustus 2022   13:26 Diperbarui: 4 Agustus 2022   13:32 2325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melihat begitu agungnya citra perempuan pada masyarakat Sunda buhun, saya terkadang bertanya-tanya. Siapakah orang yang telah menulis cerita pantun dan karya-karya sastra yang telah berjasa memproyeksikan citra perempuan setinggi itu.

Namun, tentu saja pertanyaan itu tak kan mendapatkan jawaban. Karena, sudah menjadi pengetahuan kita bersama, bahwa karya-karya tersebut bersifat anonim alias tidak diketahui siapa nama pengarangnya, dan menjadi warisan budaya yang diteruskan secara turun-temurun.

Sebenarnya, jika dirunut tentang bagaimana sejarah sistem sosial yang dianut oleh masyarakat Sunda pada masa itu, yakni sistem matriarkhi sebagai kebalikan dari patriarkhi. Hal tersebut, yakni penempatan perempuan pada posisi yang tinggi, sebagai pemimpin itu tidak aneh. Terasa wajar, lumrah, dan memang sudah seharusnya.

Karena, matriarkhi merupakan sistem sosial yang menempatkan perempuan sebagai pemimpin yang memiliki kekuasaan dominan dalam menentukan kebijakan. Garis kepemimpinan matriarkhi diambil dari garis keturunan ibu.

Sehingga, jika pun karya sastra-karya sastra yang hadir dan muncul saat itu ditulis dan merupakan karya seorang laki-laki. Maka, dia adalah laki-laki yang menganut paham matriarkhi, dia memandang dan men-citra-kan bahwa memang pada masa itu kedudukan perempuan itu seperti itu, sebagai pemimpin, pelindung, dan decision maker atau pengambil keputusan.

Tidak hanya suku Sunda, ada beberapa suku lain di Indonesia yang menggunakan sistem kepemimpinan matriarkhi sebagai sistem sosial mereka. Diantaranya : suku Minangkabau di Sumatera Barat, suku Enggano di provinsi Bengkulu, suku Petalangan di Riau, suku Aneuk Jamee di provinsi Aceh, dan suku Sakai di wilayah pedalaman Riau.

Kita dapat melakukan studi banding ke suku-suku tersebut, tentang karya-karya sastra yang dihasilkan oleh mereka. Apakah sama dengan karya pada masyarakat Sunda? Mengagungkan dan menempatkan perempuan pada posisi yang dominan? (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun