Dari cerita pantun itulah, kita mengenal tentang Sunan Ambu, seorang perempuan yang didaulat dan di-citra-kan sebagai Penguasa Negeri Kahyangan. Selain bertanggungjawab mengurus dan mengelola kehidupan di Buana Panca Tengah. Sunan Ambu juga memiliki peran yang adi-luhung yaitu sebagai pelindung dan sosok perempuan yang telah mencapai kesempurnaan yang hakiki.
Adanya kesan pemujaan terhadap tokoh Sunan Ambu di dalam mitologi Sunda, menempatkan Sunan Ambu sebagai ibu dari kebudayaan masyarakat Sunda. Sosok Sunan Ambu di-citra-kan sebagai perempuan yang memiliki karakter bijaksana, tegas, dan cerdas.
Selain itu, Sunan Ambu juga di-citra-kan sebagai sosok gaib penguasa Kahyangan. Hal ini dapat dilihat dari posisi magis yang dimilikinya. Bagaimana ia menjadi tokoh sentral yang menjadi sumber kekuatan dan kekuasaan.
Dalam struktur kekuasaan di Kahyangan, Sunan Ambu membawahi empat Batara (bujangga) laki-laki, diantaranya : Bujangga Tua, Bujangga Sakti, Bujangga Sda, dan Bujangga Tapa. Sunan Ambu juga membawahi beberapa orang pohaci (bidadari) untuk membantu tugasnya mengurus dan melindungi bumi. Berikut adalah diagram tentang kedudukan Sunan Ambu di Kahyangan.
Perempuan dan kodratnya
Meskipun ditempatkan dalam posisi sentral dan dominan, Sunan Ambu sebagai perempuan tetap di-citra-kan sebagai perempuan yang kukuh dan teguh pada kodratnya. Dia sebagai seorang perempuan, sama dengan perempuan lain pada umumnya. Menjalani kodrat yang telah digariskan Tuhan, bahwa perempuan akan mengalami masa menstruasi, mengandung, melahirkan, menyusui, dan mengasuh anak. Sehingga dalam cerita pantun Lutung Kasarung dikisahkan bahwa Sunan Ambu memiliki seorang putra bernama Guru Minda.
Hal itu, menunjukkan bahwa setinggi apapun kedudukan seorang perempuan. Bahkan, sebagai penguasa Kahyangan sekali pun. Perempuan tidak akan bisa berpaling dan lari dari kodratnya. Seperti Sunan Ambu, saat sang anak lelaki memasuki masa akil baligh, sering ngalingling ngadeuleu maling (menatap dengan pandangan jatuh cinta) kepada Sunan Ambu. Maka, sebagai perempuan yang menguasai kahyangan, ia segera memberikan hukuman akan tingkah yang tidak senonoh tersebut.
Sebagai seorang ibu, Sunan Ambu sangat paham dan mengerti, bahwa anak laki-lakinya sudah memasuki masa pubertas. Oleh karena itu, dia mengambil keputusan untuk menurunkan Guru Minda ke Buana Panca Tengah. Selain sebagai hukuman, hal ini juga menjadi proses penggodokan diri bagi Guru Minda. Bagaimana ia berproses menjadi laki-laki yang dewasa. Dalam hukuman tersebut, Sunan Ambu sebagai ibu juga bertugas menunjukkan siapa, dan seperti apa karakter perempuan yang cocok untuk menjadi jodoh anaknya.
Maka, terpilihlah Dewi Purba Sari, putri bungsu Negara Pasir Batang anu Girang sebagai jodoh bagi Guru Minda. Dikisahkan dalam cerita Lutung Kasarung bahwa Purba Sari mengalami banyak kesedihan dan kemalangan yang disebabkan oleh kakaknya yakni Dewi Purba Rarang dan yang lainnya.
 Intrik jabatan dan perebutan kekuasaan mewarnai konflik dalam cerita ini. Saat Prabu Tapa Agung sudah tua dan mulai sakit-sakitan. Ia dan istri memutuskan untuk menunjuk salah seorang dari ketujuh putrinya untuk menggantikannya sebagai raja. Melihat karakter baik dan bijak yang ditunjukkan oleh putri bungsunya, yakni Purba Sari. Maka, Prabu Tapa Agung pun mengumumkan rencananya itu di hadapan musyawarah kerajaan.
Konflik terus memanas, karena Purba Rarang sebagai putri sulung merasa haknya telah dirampas. Kejahatan demi kejahatan dilakukan Purba Rarang kepada Purba Sari. Ia mengusir Purba Sari ke hutan Cupu Mandala Ayu, melumuri wajah Purba Sari dengan arang, mengajak Purba Sari untuk bertanding, hingga akhirnya saat bertanding adu tampan tunangan. Datanglah Guru Minda yang menyamar sebagai lutung kasarung merubah wujudnya menjadi seorang pangeran yang tampan.