Saya sering mendengar kata 'Sunan Ambu', kala nenek bercerita di malam hari, menjelang tidur. Sambil 'nyaliksik' mencari kutu di kepala saya, dia bercerita. Banyak cerita dan dongeng yang disampaikan. Dari mulai cerita kancil dan buaya, kura-kura dan monyet, dan lain-lain. Namun, dongeng putri, pangeran, dan para bidadari lebih saya sukai.
Nenek selalu berkata, bahwa "Sebagai perempuan, saya harus berani, tidak boleh takut dan berputus asa. Kita harus mencontoh kepribadian Sunan Ambu, yang mampu tampil sebagai perempuan dengan kekuasaan dan karakter yang sangat tinggi. Jika kita berakhlak baik di dunia, maka di akhirat nanti akan bertemu dengan Sunan Ambu."
Saat itu, saya tidak mengerti. Saya hanya tahu, jika sedang bersedih atau kesusahan, di kandang Si Colat --kambing kesayangan saya saat itu. Saya selalu curhat dan menangis, sambil menyebut nama Sunan Ambu.
Entahlah, mungkin saat itu, alam pikiran saya terpengaruh oleh cerita nenek tentang Dewi Purba Sari. Sehingga, saya merasa bahwa ketika sedang sedih, saya adalah Dewi Purba Sari, dan boleh mengadu kepada Sunan Ambu. Saya bahkan selalu berharap, bahwa Si Colat kambing jantan saya itu adalah jelmaan Guru Minda.
Gelar Sunan
Gelar Sunan atau Susuhunan, sebagaimana dijelaskan dalam tulisan Roqiyul Maarif Syam (2018) dapat kita ketahui dari berbagai literatur sejarah penyebaran Islam di Indonesia. Bahwa, Islam di Tanah Jawa dapat berkembang pesat seperti sekarang ini, tidak lepas dari peran dan kiprah para wali songo, yakni sembilan wali.
Diantaranya : Sunan Bonang, Sunan Gunung Djati, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan lain-lain. Gelar Sunan biasa dianugerahkan kepada laki-laki yang memiliki kedudukan terhormat, disegani, dan banyak berjasa bagi peradaban masyarakat.
Menjadi sebuah keistimewaan saat kita menemukan gelar tersebut disematkan sebagai gelar bagi perempuan dalam masyarakat Sunda. Meski, perempuan tersebut hanya ada dalam karya sastra, yakni cerita pantun Lutung Kasarung.
Pada tahun 1950-an, cerita pantun tumbuh subur dalam kehidupan masyarakat Sunda, sering ditampilkan dalam sebuah pagelaran dan menjadi sarana hiburan dan ritual yang disukai masyarakat. Salah satu cerita pantun yang legendaris dan disukai masyarakat adalah cerita pantun Lutung Kasarung.
Perempuan penguasa kayangan