Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Cara Mencapai Kemandirian Finansial bagi Perempuan, Agar Tidak Jadi Beban Hidup Suami

5 Juli 2022   12:25 Diperbarui: 5 Juli 2022   12:28 613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi perempuan mandiri |Pexels.com/Christina Morillo

Stigma tentang perempuan sebagai ibu rumah tangga

Sering kita lihat di media sosial, cerita atau curahan hati terkait perempuan sebagai beban hidup bagi suami. Karena, mereka hanya diam di rumah, menunggu suami pulang kerja, mengasuh anak-anak, mengerjakan pekerjaan rumah tangga, dan lain-lain. 

Secara tenaga mereka sebenarnya telah bekerja dengan susah payah, menguras energi, juga emosi. Mengasuh anak dan diam di rumah itu, sebenarnya tidak gampang. Jika, tidak cerdas dan bijak mengelola emosi, perempuan yang beraktivitas mengerjakan segala pekerjaan rumah tangga rentan mengalami stres.

Tapi, dipandang dari segi finansial, apa yang mereka lakukan, sama sekali tidak menghasilkan. Padahal, jika dikalkulasi apa yang mereka lakukan seharian di rumah, selama 24 jam. Itu seharusnya mendapatkan bayaran yang nominalnya lebih banyak daripada gaji yang diperoleh seorang manajer di sebuah perusahaan ternama, umpamanya.

Lihat saja, saat istri bertugas mengasuh anak, satu, dua, bahkan tiga orang anak. Berapa jumlah uang yang harus dikeluarkan jika pekerjaan itu diserahkan kepada orang lain. Mengasuh satu anak saja, pengasuh harus dibayar antara 2-3 juta. Belum lagi, kalau yang harus diasuh adalah tiga.

Istri mengantar-jemput anak pertama ke sekolah, sambil menggendong bayi, dan menuntun anak kedua yang masih balita. Jika hal itu dilakukan oleh orang lain, katakanlah sopir antar jemput sekolah. Maka, kisaran Rp. 500.000 - 1. 000.000., harus kita keluarkan.

Masih banyak lagi pekerjaan istri di rumah, ketika dikerjakan oleh orang lain, seorang suami harus merogoh kocek dalam-dalam. Jadi, alangkah bijaknya bila tidak ada lagi anggapan atau stigma yang menyudutkan ibu rumah tangga. Karena, sejatinya perempuan dimana pun ia berada, selalu berperan menjadi tonggak utama bagi terciptanya kenyamanan. Baik itu di lingkungan rumah, kantor, maupun lingkungan sekitar.

Peran perempuan secara ekonomi di pedesaan

Di pedesaan pada jaman dahulu, saat masyarakat mengandalkan hidup pada sektor pertanian. Selain sebagai kepala keluarga, laki-laki atau suami bertanggungjawab mencari napkah utama. Perempuan sebagai istri pun memiliki peran yang tidak kalah penting,  sebagai tonggak utama perekonomian rumah tangga. 

Status suami-istri, tidak menjadikan mereka berada pada hubungan vertikal, antara atasan dan bawahan. Dimana suami sebagai pemimpin dan istri harus menuruti semua perintahnya. Hubungan mereka dalam tatanan ekonomi, berada pada hubungan yang bersifat horizontal. Bahwa suami dan istri adalah mitra, kedudukannya sejajar dalam bekerja mengolah tanah, bertani, memelihara tanaman, hingga proses panen dilakukan. 

Jika perempuan harus menunaikan kodratnya, yakni mengandung, melahirkan, dan menyusui, serta merawat anak-anak hingga mereka bisa diajak ke kebun atau ke sawah. Maka, perempuan diam di rumah, mengelola pekerjaan rumah tangga, mengurus anak-anak, bertanam sayur-mayur di pekarangan rumah, berternak ayam, bebek, dan lain-lain. Meski diam di rumah, karena beban pengasuhan anak. Perempuan jaman dahulu tidak stagnan, tinggal diam, dan menjadi beban hidup bagi suami. 

Secara ekonomi mereka tetap mandiri. Dapat menghasilkan uang dari menjual gula merah, umpama bila suaminya petani sekaligus penyadap nira. Dia juga bisa menjual hasil dari sayur-mayur yang ditanam di pekarangan rumahnya, atau menjual hasil telur dari ayam dan bebek yang dipeliharanya. Selain menghasilkan materi sebagai pendapatan rumah tangga, mereka juga bisa menyediakan makanan sehat yang gratis untuk keluarga.

Pepatah orang tua

Di dalam agama, perintah mencari nafkah dibebankan kepada suami. Bahkan, ada hadits yang menyebutkan, "Saat seorang istri keluar untuk bekerja mencari nafkah, maka keberkahan dalam rumah tangga tersebut, akan berkurang." Hal tersebut diajarkan agama, supaya perempuan sebagai istri terlindungi maruah dan harga dirinya. Hingga mereka akan fokus mendidik dan mengurus anak-anak, guna menyiapkan generasi yang berkualitas. Karena, pemimpin yang baik di masa depan, berasal dari ibu yang mendidik anaknya dengan baik. Bagaimana, bisa sebuah generasi yang berkualitas dilahirkan. Jika mereka diasuh bukan oleh ibu kandungnya. Tapi, oleh orang lain.

Seiring berjalannya waktu, berkembangnya jaman, dan teknologi melesat menembus segala batas yang tak kasat mata. Maka, perlahan tapi pasti, anggapan tersebut mulai memudar. Perempuan tidak lagi dapat ditahan dan dikungkung untuk terus berada di rumah. Bahkan, orang tua jaman dahulu pun berpesan kepada anak-anak perempuannya, cucu-cucu perempuannya, agar mereka mandiri secara finansial, tidak seratus persen bergantung kepada suami.

Itu juga pesan yang saya dapat dari nenek dan ibu. Beliau selalu memberikan contoh bagaimana agar saya sebagai perempuan bisa menghasilkan uang sendiri. Di usia sembilan tahun saya diajari berdagang, apa saja. Kadang es lilin, sawo, gula merah, nangka, pisang, petai, dan lain-lain yang merupakan hasil bumi. Pada hari pekan, saya keliling menawarkan barang-barang tersebut di pasar. Di waktu lain, nenek dan ibu juga mengajarkan saya memelihara ternak, domba, kambing dan ayam. 

Saat musim cengkih, kopi, dan temu kunci tiba. Saya diajari untuk 'mopole' atau mengutip buah kopi, dan cengkih yang jatuh berserakan di bawah pohon. Di hari yang lain, saat kopi dan cengkih sudah habis. Saya beralih mengumpulkan temu kunci yang tumbuh subur di antara rimbunan bambu dan dapat diambil bebas oleh siapa saja. 

Dari kegiatan-kegiatan itu, sebagai gadis kecil saya belajar untuk menyadari bahwa mencari uang sendiri, dapat memilikinya, dan membelanjakan uang tersebut untuk apa yang diinginkan adalah sebuah kebanggaan. Disadari atau tidak, hal itu menimbulkan rasa percaya diri, melatih kemandirian secara ekonomi, dan menimbulkan kesadaran bahwa suami atau laki-laki bukanlah tempat kita bergantung secara ekonomi. 

Nenek selalu berkata, "Meskipun nanti, suamimu kaya-raya. Kamu harus tetap bisa mandiri, dan menghasilkan uang sendiri, jangan bergantung kepada siapa pun, termasuk kepada suami." Petuah itu selalu terngiang di telinga, terbawa hingga dewasa. Betullah memang, apa yang nenek katakan, kemandirian secara ekonomi akan membuat kita merasa berharga. Sehingga, laki-laki sebagai suami tidak akan mudah dan begitu saja mencampakkan kita saat dia merasa bosan.

Momentum G20

Telah menjadi pengetahuan umum, jika Indonesia didaulat dan dipercaya sebagai tuan rumah bagi Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang akan diselenggarakan di Bali. Dilansir dari Kemenppa.go.id, bahwa di dalam rangkaian konferensi tersebut, akan dilaksanakan agenda G20 Empower bekerja sama dengan Bank Indonesia, mengusung tujuan mengidentifikasi tantangan apa saja yang dihadapi perempuan dalam mencapai kesetaraan gender dalam bidang ekonomi, dan mendukung kemajuan kepemimpinan perempuan di sektor swasta.

Berkaitan dengan acara Presidensi G20 tersebut, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo pun telah menyatakan sikapnya berkomitmen untuk meningkatkan akses pendidikan bagi perempuan, dan memberdayakan perempuan agar dapat mencapai kemandirian secara ekonomi, bahkan mendukung kepemimpinan perempuan dalam bidang ekonomi sebagai salah satu elemen kunci untuk mencapai Sustainable Development Goals (SDGs).

Cara mencapai kemandirian finansial bagi perempuan

Beragam cara dapat dilakukan oleh perempuan, guna mencapai kemandirian secara finansial. Bahkan, saat kita hanya diam di rumah sebagai ibu rumah tangga sekali pun. Teknologi sudah menyediakan sarana dan berbagai kemudahan dalam segala hal, tinggal kita sebagai perempuan, mau dan jeli menangkap peluang untuk memanfaatkannya. Kita dapat menjadi pemimpin atau owner dari bisnis online yang kita kerjakan dari rumah, menjadi reseller atau dropshipper sebuah produk, content writer, penulis freelance, vlogger, juragan ternak, pemilik kost-kostan, investor, dan banyak lagi yang lainnya. Kita bisa menggali ilmu dari internet tentang cara-cara membangun aset.

Luangkan waktu, 15 menit saja sehari untuk belajar ilmu tentang cara mengatur keuangan

Seperti kata para pakar keuangan, bahwa "Tidak ada sekolah yang mengajarkan cara mengelola keuangan, sekolah hanya mengajarkan bagaimana cara mencari dan mendapatkan uang." Padahal, saat seseorang pandai mencari uang, tapi ia tidak tahu cara mengelola dan memanfaatkannya. 

Maka, sebesar apapun penghasilannya, uang tersebut akan tetap habis. Sebagai contoh, seseorang memperoleh penghasilan sepuluh juta dalam satu bulan. Ia menghabiskan biaya konsumsi untuk satu bulan sebesar 11 juta. Maka, orang tersebut dikategorikan sebagai orang yang miskin. Karena, penghasilannya yang besar tidak dapat menutupi pengeluarannya.. Alih-alih mencukupi, bahkan ia harus berutang.

Oleh karena itu, penting bagi kita sebagai perempuan untuk belajar literasi keuangan. Bagaimana cara cerdas mengelola gaji suami atau mengelola gaji kita sendiri. Banyak metode yang dapat diterapkan. Ada metode 50:30:20, metode 70:30, metode 75:25, dan lain-lain.

Sisihkan 10 persen dari penghasilan atau gaji suami untuk tabungan

Tidak perlu besar, yang penting kita konsisten untuk menabung, menyisihkan sebagian penghasilan untuk diinvestasikan. Tidak akan rugi orang yang menabung. Karena, saat ada tanah yang dijual, rumah, ternak, atau barang apapun yang bersifat investasi ditawarkan oleh seseorang. Bila kita memiliki tabungan, maka gerbang menuju kepemilikan tersebut akan terpampang di depan mata. Saat ada sedikit-sedikit uang yang kurang. Kita dapat mencari kekurangannya melalui pinjaman atau menjual barang berharga yang tidak dipakai.

Umpama, jika dalam satu tahun kita dapat mengumpulkan satu juta saja. Maka, kita dapat membeli binatang ternak misalnya anak kambing atau domba. Lalu, kita mencari orang yang piawai mengurus ternak, biasanya di desa-desa, berikan kepercayaan kepada mereka dengan sistem bagi hasil, atau 'nengah' saat ternak kita melahirkan anak, maka anaknya itu kepemilikannya dibagi dua.

Mulai berinvestasi

Lakukanlah investasi setiap tahun, saat uang tabungan terkumpul langsung belikan produk investasi. Kita bisa memulai dari produk investasi yang paling murah, sesuai budget kita. Selain itu, sebagai pemula, alangkah lebih baiknya kita memilih investasi yang minim resiko, umpama reksa dana atau membeli logam mulia.

Dengan berinvestasi setiap tahun, maka kita akan melihat progresnya secara terukur. Setelah berpuluh-puluh tahun, katakanlah sepuluh hingga dua puluh tahun. Maka, kita tinggal memanen aset tersebut. Kini, kita tidak lagi harus bekerja bersusah payah, apalagi saat usia tua, tenaga sudah melemah. Saat itu, asetlah yang akan bekerja keras untuk membiayai kehidupan kita. 

Yuk, jadilah perempuan yang mandiri, agar kita merasa berharga, dan tidak menjadi beban bagi siapa pun. Dengan semangat G20, kita dukung perempuan Indonesia menjadi pemimpin bagi perekonomian negara. (*)

#Presidensi G20

#Bank Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun