Dari sejak kecil dahulu, saya tidak suka minum obat. Bahkan, saking tidak suka dan tidak mau. Saat sakit dan mengharuskan minum obat. Ibu akan menjejalkan obat itu dengan paksa.
Lalu, saya pun meronta dan menangis kejer. Hanya satu obat yang bisa saya tolerir untuk masuk ke perut. Obat tersebut pavorit dan andalan saya untuk melawan penyakit kala itu. Nama obatnya adalah Bodrexin tablet.
Alhamdulillah, dengan ijin Allah SWT. dari mulai sakit gigi, panas demam, masuk angin, bahkan biduran dan gatal-gatal yang sebenarnya bukan indikasi dari obat tersebut. Saya selalu minta pada ibu, "Bodrexin saja!" Kebiasaan masa kecil tersebut terbawa hingga saya berusia remaja. Saat SMU saya sering mengalami anemia, mungkin karena sudah mulai mendapatkan menstruasi. Jadi, persediaan darah di tubuh saya drop.
Ketika anemia itu datang, biasanya memang bersamaan dengan tibanya datang bulan. Anemia saya lumayan parah. Karena, badan terasa lemas sekali, tidak ada tenaga, wajah pucat. Bahkan, saking lemahnya untuk mengangkat tangan saja, saya tidak mampu. Oleh karena itu, untuk mengurangi efek datang bulan tersebut.
Ibu biasanya akan membelikan sangobion, atau apalah obat yang berfungsi untuk menambah darah. Rasanya yang langu dan bau darah, tidak saya sukai. Membuat saya trauma akan obat itu.
Saya pun berkata pada ibu, "Bodrexin saja, Bu! pasti sembuh kok." Bila saya minta obat tersebut, ibu tidak akan menjawab. Beliau hanya geleng-geleng kepala dan suara 'ckckck' keluar dari mulutnya, lalu matanya yang bulat melotot tajam ke arah mata saya.
Makanan sebagai obat
Karena, saya susah minum obat. Akhirnya, ibu mencari alternatif lain untuk mengobati anemia saya. Ya, bagaimana pun dia sangat sayang pada anaknya. Apalagi, saya anak perempuan semata wayang. Beliau pun googling kepada tetangga, maklum saat itu Mbah Google belum tiba di daerah kami. Karena, listrik saja baru masuk pada tahun 1997. Apalagi Mbah Google hehe.
Akhirnya, didapatlah jurus jitu. Setiap makan, saya dianjurkan untuk makan daun singkong rebus dengan sambal terasi dan ikan asin. Alhamdulillah, enak sekali. Walau, ya bosan juga kalau setiap hari harus makan daun singkong. "Harusnya selain daun singkong, kamu juga harus sering makan sate. Tapi, berhubung Ibu tidak punya uang untuk membelinya, nanti kita buat satai siput atau keong saja untuk menaikkan darah kamu." Jelas ibu. "Iya, Bu! aku juga enek, makan daun singkong terus." Keluh saya.
Dilansir dari Tribunnews.com, apa-apa yang ibu saya lakukan itu, ternyata sudah sejalan dengan sebuah penelitian yang menunjukkan fakta bahwa mengkonsumsi makanan nabati berupa sayuran dan buah-buahan serta produk olahan rendah kalori akan meningkatkan kesehatan tubuh kita secara signifikan.
Bisa mengurangi risiko penyakit jantung, diabetes, sejenis kanker tertentu, obesitas, melancarkan pencernaan, dan lain-lain. Termasuk ke dalam pola makan nabati dalam hal ini adalah, kita memakan makanan secara utuh tanpa proses terlebih dahulu umpama dalam mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran yang dapat dilalap.
Penelitian lain membuktikan jika pola makan yang buruk menjadi sumber pengundang penyakit. Sebut saja makanan cepat saji, minuman manis, dan makanan dari biji-bijian olahan. Ketiga makanan ini diyakini sebagai pemicu utama penyakit jantung, diabetes, dan obesitas.
Sebuah studi DALY pada tahun 2017 tentang kematian dan penyakit di seluruh dunia menunjukkan bahwa dari 255 juta jiwa penduduk, 11 juta kematian diakibatkan oleh pola makan yang buruk, nah lho.
Setelah berumahtangga kebiasaan tidak suka minum obat tersebut ternyata menular kepada ketiga anak saya. Dari mulai sulung, tengah, hingga bungsu. Qodarullah, mereka tidak suka minum obat. Dan ternyata, sangat mengesalkan sekali, ya memiliki anak susah minum obat itu.
Kini, barulah saya tahu rasanya. Begitu mungkin perasaan ibu saya dulu. Tapi, hebatnya ibu dulu tidak pernah marah. Beliau selalu sabar, ikhtiar dengan segala cara mencari alternatif. Berbeda dengan saya, bawaannya emosi saja. Apalagi, anak-anak dalam usia 1-5 tahun sering sakit kan? saya sering stress menghadapinya.
Sudah ke dokter, bayar dan beli obat mahal-mahal. Eh, mubadzir, obatnya tidak ada yang diminum. Lalu, omelan pun meluncur dari mulut saya, "Kamu, kalau tidak mau minum obat! Mbok ya jangan sakit." Kalimat yang sebenarnya tidak pantas keluar dari mulut seorang ibu. Karena, siapa sih di dunia ini yang bercita-cita ingin sakit. Dengan berkata seperti itu, sama saja saya telah menyalahkan takdir. Naudzubillahi min dzalik.
Tanaman sebagai obat
Lalu, terinspirasi dari apa yang ibu lakukan saat saya kecil. Yaitu mencari alternatif obat dari bahan-bahan alami. Sedikit demi sedikit saya mulai belajar menanam Tanaman Obat Keluarga (TOGA) di dalam pot saja.
 Meskipun, hasilnya tidak terlalu bagus, tanamannya tumbuh biasa saja, bahkan cenderung tidak terawat. Tapi, lumayan lah saat anak sakit panas, perut kembung, dan pilek. Bawang merah, daun cocor bebek, daun sembung, dan daun jarak yang saya tanam ada gunanya juga. Memang, hasilnya tidak instant, ya. Tidak seperti obat kimia, sekali diminum akan ada efek yang terasa secara langsung, umpama demam akan turun dan sebagainya.
Tanaman obat atau medicinal plants menurut World Health Organization (WHO) didefinisikan sebagai tanaman yang dapat digunakan dengan tujuan untuk pengobatan dan sebagai bahan asli dalam pembuatan obat herbal.
Menggunakan herbal sebagai obat memerlukan konsistensi dan beberapa kali pemakaian. Umpama untuk perut bayi yang kembung, saya biasa menggunakan daun jarak yang dibakar dan diolesi kayu putih, lalu ditaruh di perut bayi. Butuh hingga tiga kali pemakaian, sampai bayi bisa buang angin dengan lancar, BAB, dan sembuh seperti sedia kala.
Begitu juga di saat anak panas, saya biasa membalurkan bawang merah yang diremas-remas hingga hancur, asam kandis, dan kayu putih. Ramuan lainnya yaitu daun cocor bebek yang dihancurkan, atau air rebusan daun sembung dipakai untuk air mandi anak, agar badan mereka terasa segar dan panas turun. Butuh beberapa kali pemakaian, hingga sakit itu tidak dirasakan lagi.
Minyak dan Olesan sebagai obat
Cara yang ribet dan tidak praktis dari proses pembuatan obat-obat berbahan herbal tersebut, membuat saya berfikir keras dan mencari cara praktis dan mudah. Hingga, saya membaca dan mencari testimoni tentang minyak apa saja yang aman dan mamjur untuk digunakan sebagai obat, dan layak dijadikan persediaan obat di kotak P3K.
Pertama, minyak butbut, yaitu minyak herba yang diambil dari sari burung butbut. Konon, katanya ampuh untuk meredakan berbagai penyakit yang biasa menyerang anak dan orang dewasa. Saya pun memesan minyak tersebut, dengan pertimbangan aman lah wong hanya dioles ke badan kan?
Setiap habis mandi, saya balurkan minyak tersebut ke bagian-bagian utama dari tubuh anak, seperti tulang punggung, ketiak, dada, perut dan kaki. Bila anak panas, saya balurkan remasan bawang merah dicampur minyak butbut ke sekujur tubuh. Saat saya sakit gigi, sakit perut, dan batuk saya mencoba meneteskan satu sendok minyak butbut ke dalam air minum.Â
Alhamdulillah, semua penyakit tersebut reda. Bahkan, saat saya jatuh dan kaki masuk ke dalam selokan, hingga mengakibatkan luka yang lumayan besar. Saya langsung mengoleskan minyak butbut ke area luka dengan terlebih dahulu membersihkan luka tersebut dengan air hangat, ya. Dalam waktu tiga hari saja, alhamdulillah lukanya sembuh.
Kedua, minyak kayu putih, dari dulu hingga kini tidak pernah absen. Barang ini selalu hadir di dalam kehidupan saya. Bukan hanya sebagai obat. Saya juga menggunakan kayu putih sebagai parfum, penyegar bagi masker yang saya pakai, melegakan penciuman akibat bau yang kurang sedap, dan senjata ampuh saat menggunakan wc umum.
Untuk yang terakhir ini, kayu putih sangat berguna sekali untuk menetralisir bau khas dari wc umum. Maklum, saya orangnya sok bersih, dan gampang enek sehingga kadang muntah jika ada bau-bau menyengat masuk ke penciuman. Begitu juga, saat berkunjung ke rumah sakit, aroma kayu putih menjadi penolong utama, saat saya mual dan ingin muntah mencium aroma khas rumah sakit.
Ketiga, fresh care, baru-baru ini sebenarnya barang ini ada dalam rekomendasi obat di rumah saya. Semenjak saya sering merasa pegal kaki, tengkuk yang berat, dan masuk angin. Alhamdulillah, dengan modal oles-oles saja, semua keluhan di badan terasa ringan. Walaupun, agak pedas juga dengan panasnya. Terkadang, bila terkena mata, lumayan juga efeknya. Saya kadang berurai air mata, dan tidak dapat membuka mata karena perih. Namun, beberapa menit kemudian juga normal lagi kok.
Keempat, Inhaler barang keempat ini wajib sekali ada dalam tas saya. Mengapa? karena saya memiliki asma, sering mengalami kesulitan untuk bernafas. Padahal, dalam keadaan sehat, tidak sedang flu atau pilek.Â
Bila ada banyak debu, udara dingin yang menusuk, dan naik tangga yang lumayan curam. Asma saya bisa tetiba saja kambuh. Kehadiran inhaler di tas menolong sekali, sebagai upaya pertolongan pertama. Caranya mudah, saya tinggal duduk rileks, hirup inhaler perlahan. Lalu, napas pun terasa lega. Saya bisa beraktivitas lagi seperti sedia kala.
Itulah, beberapa sediaan obat yang selalu ada dalam kotak P3K di rumah. Agar tidak dikit-dikit minum obat. Terlepas dari pro dan kontra tentang efek penggunaan obat-obatan kimia. Saya sekeluarga sudah nyaman dan merasa terbantu dengan kehadiran obat-obatan yang berasal dari alam tersebut.
Sakit adalah anugrah dan merupakan bagian dari kasih sayang Allah SWT. kepada mahluk-Nya. Tugas kita sebagai manusia adalah berupaya dan berikhtiar untuk sembuh.Â
Dalam upaya tersebut, kita diberikan kemampuan dan kebijaksanaan dalam memilih beragam metode, bahan, dan prosesnya. Agar kita mendapatkan manfaat yang optimal, penyakit kita sembuh. Pada akhirnya kita dapat beraktivitas kembali, bekerja dan beribadah, menjadi bermanfaat bagi semesta. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H