Serupa pagi, cahaya jatuh di bilik bambu
Hitam pada arang menjadi penghias alis
Naif,
Penjual gorengan mengejar angin
Dalam kepalanya 10 merk minyak goreng berdemo riuh
Yang pendiam, menghuni etalaseu dengan tenang
Yang idealis mengejar mimpi dan bayang-bayang
Dua bening sanguinis menyanyi lagu simfoni
Merpati sejoli bermain kata dan tanda baca
Empat lagi memprediksi fluktuasi harga
Dalam kuali yang besar
Gorengan-gorengan terbaring tanpa mimpi
Di dalam saku baju
Penjual menaruh tiga lembar uang,
Sepuluh ribu, lima ribu, dan dua ribu
Tidak terdengar kepingan logam pada kaleng itu
Pagi di bulan Februari
Ada senja dalam balutan gerimis,
     Gerimis yang seperti menangis
     Ceria,
     Gorengan-gorengan berjingkrak memainkan minyak pada tubuh
Waktu berlari serupa atlit olimpiade
Layar hitam tertutup menutup lakon
Di tubuhnya, 10 merk minyak goreng menghilang
Di tubuhnya, gorengan-gorengan melepas penat
Pagi masih saja jatuh dalam kuali
10 cahaya bening itu memudar
Di dalam saku puluhan lembar terkulai
Di dadanya terdengar gemerincing uang recehan
Gorengan-gorengan memakan asanya sendiri
Ah, langit selalu saja tawarkan biru
Di dalam saku baju, ia selipkan 3 lembar berwarna ungu
Sumedang, 17 Februari 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!