Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Tahu Bulat, Peribahasa dan Bukti Bahwa Karuhun Sunda dapat Meramalkan Masa Depan

14 Februari 2022   14:38 Diperbarui: 14 Februari 2022   14:40 1195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini, mendung bergelayut di langit. Udara terasa dingin, cuaca yang ekstrim di beberapa daerah, diwartakan oleh media. Untuk mengusir kantuk, akibat kerja limfa yang tidak stabil. Saya stop abang tahu bulat yang berkoar-koar di depan rumah. Suara khas trik selling-nya menggema dari mikrofon. Tidak berhenti promosi, meski mobil dan sopir berhenti, serta juru masak sibuk melayani pembeli.

"Tahu bulat, digoreng dadakan, lima ratusan, enyoooooy." Begitu bunyi mikrofon tersebut. Bila anda tidak memiliki jam dinding, atau jam dinding di rumah baterainya habis. Maka, kedatangan tukang tahu bulat ini, dapat dijadikan sebagai patokan waktu. Ya, pukul setengah dua belas tepat. 

Mungkin, ini salah satu trik pedagang juga, ya. Tepat waktu dan hadir dengan konsisten. Sehingga, pembeli akan mudah untuk menentukan, kapan harus mencegat atau berteriak, "Bang beliiii." Hampir setiap hari, jika sedang libur kerja. Saya dan anak-anak langganan membeli tahu bulat ini. Dengan mengeluarkan uang sepuluh ribu rupiah. Tahu bulat yang panas bertabur asin-keju-pedas, dan sotong goreng sukses menjadi makanan pengganjal saya dan anak-anak, sebelum tiba waktunya makan siang.

Modal berjualan tahu bulat

Penjual tahu bulat adalah salah satu contoh pedagang yang berjualan dengan menggunakan kendaraan. Suara deru mesin mobilnya, dapat dibedakan dari suara-suara mobil yang lain. Kendaraan yang digunakan adalah mobil jenis colt bak. Abang supir duduk di depan kemudi, bertugas mengemudikan mobil, sekaligus sebagai operator mikrofon selling. Abang satu lagi duduk di bak belakang yang diberi pelindung dengan terpal, supaya aman dari panas dan hujan. 

Di dalam bak mobil ini, anda dapat melihat seperangkat alat yang biasa ditemukan di dapur. Seperti kompor gas, wajan, serokan, etalaseu kecil tempat menaruh tahu bulat yang sudah digoreng, toples bumbu dari plastik yang bisa dipencet. Terdiri dari 3 macam bumbu, diantaranya : asin, keju, dan cabai. Dengan melihat isinya, bisa dikatakan jika bak bagian belakang ini berfungsi sebagai dapur, etalaseu, sekaligus kasir. 

Sungguh modal yang besar menurut saya, bila dibandingkan dengan harga barang yang dijual. Tahu bulat, kita semua tahu harga eceran tertingginya hanya lima ratus perak saja. Sedangkan modalnya, coba bayangkan! berikut saya paparkan tentang modal yang dikeluarkan penjual tahu bulat.

1. Sebuah mobil colt bak, meski sudah tua dan usang. Tapi, dulunya mobil ini pastilah mahal, ya. Bila pun beli yang sudah usang atau bekas, sengaja untuk dipakai jualan. Harganya tidak akan kurang dari lima juta hingga sepuluh juta.

2. Sopir dan juru masak. Berapa uang yang harus dikeluarkan untuk menggaji mereka dalam sehari. Bila dibandingkan dengan upah sopir travel, minimal dua ratus ribu sehari. Belum lagi, upah untuk juru masak. Umpama upah koki dan kasir tiga ratus ribu dalam sehari. 

3. Bensin untuk bahan bakar kendaraan, agar dapat berkeliling ke sana ke mari, menawarkan dagangan. Entah berapa liter bensin yang dihabiskan dalam sehari. Kompasianer tahu sendiri, bila tukang tahu bulat ini, memiliki spirit adventure. Hihi. Semua medan, akan dia sambangi demi menawarkan tahu bulatnya.

4. Minyak goreng, belakangan ini kan harganya mahal.

5. Bumbu-bumbu, meski harganya murah, per bungkus berkisar antara lima ribu hingga sepuluh ribu. 

6. Bahan dasar tahu bulat, sotong, galendo, dan minyak keletik.  Anda pasti sering melihat, di dalam bak belakang itu, selain tahu bulat dan sotong. Dijajakan pula galendo dan minyak keletik.

Pedagang yang berjualan dengan kendaraan

Selain tukang tahu bulat, masih ada beberapa contoh lagi pedagang yang berjualan dengan menggunakan kendaraan. Baik kendaraan roda dua, maupun roda empat. Simak, yuk pedagang apa saja.

a. Pedagang yang menggunakan roda dua alias motor untuk berdagang, ini banyak sekali, ya. Karena, saat ini hampir semua pedagang berjualan dengan memakai kendaraan ini. Umpamanya : 

1. Tukang tahu

2. Tukang sayur

3. Tukang daging ayam

4. Tukang bapau

5. Tukang bakso tahu

6. Tukang creepes

Anda dapat mencarinya sendiri, ya. Hihi. Tidak cukup, bila semua saya tulis di sini.


b. Berikut adalah pedagang yang berjualan dengan menggunakan kendaraan roda empat. Disimak, yuk! apa sajakah itu?

1. Brownies Amanda

2. Selimut mobil

3. Pakaian

4. Buah-buahan

5. Masakan

6. Sayuran

Peribahasa dagang oncom rancatan emas

Di dalam bahasa Sunda, ada sebuah peribahasa yang berbunyi, dagang oncom rancatan emas. Sebagaimana kita ketahui bersama, oncom adalah bahan makanan serupa tempe, yang dijual dengan harga murah. Anda dapat membelinya di tukang sayur, mulai harga dua ribu satu keratnya. Rancatan adalah pikulan yang dibuat dari bambu yang kuat, berjenis bambu haur. Maksud dari peribahasa tersebut adalah usaha yang dilakukan oleh seseorang, menggunakan modal yang besar. Padahal, barang yang dijual dan hasil yang didapat harganya tidak sepadan dengan modal yang dikeluarkan. 

Peribahasa tersebut, dahulu hanya sebatas ungkapan kalimat saja. Diajarkan di sekolah-sekolah menengah, agar peserta didik mengenal dan mengerti artinya. Sudah saja, berhenti sampai di situ. Tidak terpikir sedikit pun, jika peribahasa ini akan menjadi kenyataan di jaman sekarang.

Peribahasa dagang oncom rancatan emas termasuk ke dalam jenis paribasa wawaran luang. Artinya, bahwa peribahasa tersebut, isinya memaparkan tentang pengalaman yang biasa terjadi di masyarakat, dan sebagai bahan perbandingan bagi tingkah laku manusia.

Alasan pedagang memilih kendaraan untuk berdagang

Secara ekonomis, ada beberapa alasan mengapa para pedagang saat ini, memilih kendaraan sebagai sarana untuk berjualan. Pertama, anda tidak perlu mengeluarkan uang untuk sewa tempat atau lapak. Karena, mobil yang anda gunakan, berfungsi ganda sebagai lapak juga, kan. Bisa irit biaya, tuh untuk uang sewa. Padahal, bila anda harus menyewa sebuah kios atau lapak. Harganya lumayan mahal juga. Untuk sebuah kios berukuran 3x4 meter, pemilik membanderol harga dari mulai Rp. 500.000., hingga satu juta rupiah. Bergantung pada lokasi, strategis tidaknya, dan fasilitas kios. Tuh kan, lumayan juga, ya. 

Kedua, bila bertemu razia satpol PP saat berjualan, mudah untuk cepat-cepat pergi, ya. Karena, tidak harus repot-repot bongkar ini-itu. Tinggal tutup kap belakang, tutup pintu, tancap gas, deh. Aman, kan.

Ketiga, praktis tidak harus pasang-pasang dagangan bila mau berjualan, atau bongkar-bongkar saat mau pulang. Selain itu, penjual bisa istirahat dengan nyaman juga di mobil, sambil menunggu pembeli yang datang.

Keempat, Bisa menjangkau pembeli dan pelanggan hingga ke pelosok daerah. Istilah jemput bola dalam teknik berjualan jaman sekarang, memang sudah lumrah dilakukan. Hal itu, untuk meminimalisir dampak berpindahnya konsumen ke aplikasi belanja online. Karena, konsumen-konsumen saat ini memang agak kolokan, mau yang praktis dan mudah, tanpa repot-repot ke luar rumah. Jadi, dengan berjualan memakai kendaraan hal tersebut dapat diatasi.

Bukti bahwa karuhun Sunda bisa meramal

Diakui atau tidak. Maraknya pedagang pada masa kini yang memanfaatkan kendaraan sebagai 'rancatan' untuk berdagang. Sebagai sebuah fenomena peribahasa yang menjadi kenyataan. Konon, peribahasa lahir pada tahun 1900-an, di masa peralihan, ketika kolonialisme Belanda mulai melancarkan aksi politik balas budi kepada masyarakat Indonesia, secara khusus pada masyarakat Jawa Barat. Saat itulah diyakini sebagai tonggak, muncul dan berkembangnya babasan dan peribahasa Sunda. Meski tidak diketahui pula, mungkin saja babasan dan peribahasa Sunda sudah ada sejak masa sebelumnya, namun baru booming kembali pada tahun 1900-an. 

Sungguh, sesuatu yang menakjubkan menurut hemat saya. Karena, nenek moyang yang awam teknologi, bahkan mengenal aksara juga tidak semassif generasi jaman sekarang. Namun, kecerdasan pikirannya mampu meramalkan kondisi perekonomian dan bisnis yang akan terjadi 100 tahun kemudian. Daya analisis yang tajam berpadu dengan kecerdasan yang masih alami, mampu mengantarkan para karuhun Sunda jaman dulu, menciptakan sebuah ramalan dalam bentuk peribahasa.

Mungkin saja, saat itu masyarakat Sunda banyak berinteraksi dengan bangsa Belanda. Sehingga pemikiran-pemikiran mereka tentang perekonomian masa depan, sedikit banyak ada pengaruhnya juga dari interaksi sosial tersebut.  Ayo, sudah terpikir kira-kira bisnis apa yang akan anda jalankan, bermodalkan mobil yang sudah lama tersimpan di garasi. (*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun