Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Inilah Tradisi Unik Masyarakat Tionghoa di Sumedang saat Merayakan Imlek

27 Januari 2022   18:31 Diperbarui: 27 Januari 2022   18:35 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi tari barongsai saat perayaan imlek | kabarjoglosemar.pikiran-rakyat.com

Masyarakat Tionghoa di Sumedang


Kompasianer semua pasti sudah tahu, kan? Jika Imlek tahun 2022 jatuh pada tanggal 1 Februari. Hal ini dapat kita lihat Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri Nomor 3 dan 4 tahun 2021. 

Sebenarnya, istilah imlek hanya dikenal oleh masyarakat Tionghoa yang ada di Indonesia, lho. Karena, imlek di negara asalnya disebut sebagai festival musim semi atau chun jie.


Keberadaan etnis Tionghoa secara keseluruhan di Indonesia pada tahun 2010 diperkirakan mencapai jumlah lima juta jiwa.

Sedangkan untuk berapa jumlah pasti masyarakat Tionghoa yang ada di Sumedang tidak dapat diketahui dengan pasti. Hal ini disebabkan karena, ketika diadakan pendataan hanya 1% saja masyarakat Tionghoa yang mengakui jika dirinya adalah Tionghoa.

Menurut data sensus penduduk tahun 1930, jumlah masyarakat Tionghoa di Sumedang berjumlah 905 jiwa. Menurut Dr. Nina Herlina Lubis --Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Padjadjaran, diperkirakan masyarakat Tionghoa masuk ke Sumedang pada tahun 1852.


Masyarakat Tionghoa yang tinggal di Sumedang berbaur dan beradaptasi sangat baik dengan masyarakat Sumedang asli. Dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Sunda pun, mereka sudah fasih dan tidak 'kagok' lagi.  

Bahkan perbauran ini terlihat dalam munculnya partisipasi aktif masyarakat Tionghoa dalam beberapa kebudayaan Sunda. Seperti : mempelajari tarian klasik Sumedang, mempelajari budaya Sunda, berbicara bahasa Sunda, dan memainkan tari barongsay bersama masyarakat Sunda.


Dalam bidang pembangunan masjid pun, masyarakat Tionghoa di Sumedang turut ambil bagian. Hal tersebut dapat dilihat pada wujud arsitektur masjid agung Sumedang. Atap masjid bersusun tiga serupa dengan bangunan pagoda, kelenteng atau vihara.

Bentuk atapnya, semakin disusun ke atas, tampak semakin kecil. Tingkatan paling atas dari atap masjid tersebut berbentuk limas disebut mamale. Pada bagian puncaknya bertengger sebuah mustaka. Bentuk mustaka ini menyerupai mahkota raja-raja di masa lampau.


Jika kita berbicara tradisi yang dilakukan masyarakat Tionghoa ketika merayakan Gong xi fa cai. Maka, akan kita jumpai tradisi-tradisi serupa dari seluruh dunia yang merayakan imlek. Perbedaannya mungkin terletak pada tempat dan suasana saja.


10 tradisi masyarakat Tionghoa saat imlek


Ada 10 tradisi masyarakat Tionghoa yang biasa mereka lakukan ketika merayakan imlek. Dilansir dari suara.co, berikut saya rangkum secara khusus untuk Kompasianer yang akan merayakan imlek tahun 2022.


1.Membersihkan rumah. Seperti saat umat Islam menyambut hari raya lebaran, bersih-bersih rumah dan mencuci segala peralatan rumah tangga. Maka, dalam masyarakat Tionghoa, tradisi membersihkan rumah ini dijumpai. 

Tradisi ini memiliki makna membuang yang lama dan menyambut tahun yang baru. Biasanya proses bersih-bersih ini dilakukan sebelum hari H. Karena, membersihkan rumah pada hari pertama sangat tidak dianjurkan. Dianggap membuang keberuntungan dan kekayaan.

2.Belanja perlengkapan tahun baru. Hal ini juga hampir sama dengan tradisi umat Islam yang belanja perlengkapan untuk menghadapi lebaran. Dari mulai pakaian, makanan, dan peralatan rumah. 

Ternyata hal ini dilakukan juga oleh masyarakat Tionghoa ketika merayakan imlek. Mereka akan membeli pakaian, dekorasi, makanan ringan, dan petasan. Kacang tanah, permen, kurma merah, kelengkeng, bola wijen, twist goreng, dan biji bunga matahari menjadi makanan yang wajib dibeli. Karena makanan-makanan tersebut memiliki simbol keberuntungan di tahun baru.

3.Wajib makan malam bersama. Seperti pada halak hita (masyarakat Batak) saat merayakan tahun baru. Masyarakat Tionghoa juga mengenal tradisi kumpul keluarga pada malam perayaan imlek. Acara makan malam bersama ini memiliki makna sangat penting bagi mereka. 

Semua anggota keluarga berusaha untuk dapat kumpul pada malam jamuan makan tersebut. Sejauh apapun jarak tempat mereka berada. Mungkin seperti tradisi 'takbiran' pada umat Islam, ketika semua anggota keluarga beramai-ramai mudik agar dapat melaksanakan shola tied bersama. 

Makanan wajib yang harus dihidangkan pada jamuan makan malam bersama ini adalah menu masakan dari ikan. Karena, ikan dipercaya memiliki makna 'kelebihan' dalam persediaan rumah dan kekayaan.

4.Makan pangsit. Wonton atau pangsit adalah makanan berupa daging cincang yang dibungkus oleh lembaran yang terbuat dari tepung terigu. Setelah direbus, pangsit dihidangkan bersama sup.

 Pangsit merupakan hidangan penting juga saat imlek. Pangsit diyakini memiliki makna penyatuan kembali, harmoni, dan kekayaan. Isian pangsit yang paling populer di kalangan masyarakat Tionghoa adalah cincang daging babi, udang yang dipotong kecil-kecil, ikan, tahu, dan sayuran.

5.Saling bertukar amplop merah (angpau). Dalam tradisi masyarakat Tionghoa, angpau adalah bingkisan dalam amplop merah. Pada umumnya berisi uang sebagai hadiah. Aturan pemberian angpau adalah orang yang lebih tua memberikan kepada orang yang lebih muda. Yang wajib memberi angpao hanya orang yang sudah menikah. 

Meski demikian, boleh juga kok sebenarnya, yang belum menikah pun memberikan angpau kepada saudaranya yang usianya lebih muda. Angpau menjadi momen simbolis yang melambangkan kepedulian sesame manusia dan salah satu bentuk saling mengasihi.

6.Menempelkan puisi tahun baru imlek. Chun liana tau puisi dalam bahasa Tionghoa. Pada umumnya ditulis di atas kertas berwarna merah dengan menggunakan tulisan berwarna emas atau hitam. 

Isi dari puisi tersebut adalah harapan-harapan tentang imlek yang akan mendatangkan kebahagian, kekayaan, dan kesejahteraan. Setelah selesai ditulis, lalu puisi tersebut akan ditempel pada bagian kiri atau kanan pintu dan jendela.

 
7.Menyalakan petasan. Serupa dengan perayaan-perayaan hari besar lainnya. Tampaknya saat ini, petasan seakan menjadi menu wajib. Umumnya pada perayaan tahun baru, masyarakat akan begadang semalaman untuk menunggu waktu yang tepat untuk menyalakan petasan. Petasan pada hari raya imlek ternyata tidak sekedar menambah semarak suasana saja.  

Namun juga memiliki makna menyambut tahun baru dan menakuti roh jahat. Di beberapa tempat yang luas dan ramai biasanya akan dilaksanakan pertunjukkan kembang api.

8.Mengirim pesan berkat. Pada umumnya berisi harapan-harapan dan doa terbaik yang dikirim kepada teman, kerabat, dan kolega. Pengiriman pesan ini melalui aplikasi. Mengingat saat ini sedang terjadi pandemic. Pengiriman akan dimulai pada pukul 00.00.

9.Mengunjungi kerabat. Seperti pada tradisi hari raya umat Islam. Mengunjungi kerabat merupakan agenda yang penting. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada hari kedua imlek. Pasangan suami istri mengunjungi orang tua istri, mengunjungi teman, dan juga kerabat.

10.Menari barongsai. Yaitu tarian tradisional yang berasal dari Tiongkok, dengan menggunakan sarung yang menyerupai singa. Tarian barongsai dibawakan oleh dua orang pemain. Mereka menggunakan kostum singa, serupa seperti kuda pantomim. Pemain yang berada di depan dianggap sebagai kepala dan tungkai depan pada singa tersebut. 

Sedangkan pemain yang kedua berada di belakang sebagai punggung dan kaki belakang. Barongsai akan tampil di muka umum pada perayaan tahun baru imlek dan perayaan cap go meh, yakni 15 hari setelah tahun baru imlek.

Dodol Cina adalah Tradisi unik saat imlek yang saya tunggu-tunggu

Sehari setelah perayaan imlek, biasanya peserta didik di tempat saya bekerja, akan berbondong-bondong membagikan kue keranjang atau dodol Cina pada guru-guru. 

Nah, karena kebiasaan ini lah. Saya selalu diingatkan bahwa, "Oh, imlek, ya." Sebagai informasi di sekolah tempat saya mengajar, untuk tahun ini lumayan banyak peserta didik yang berasal dari masyarakat Tionghoa. 

Jadi, tidak heran jika tahun ini persediaan kue keranjang akan berlimpah. Hihi. Biasanya, selain dimakan di sekolah bersama rekan-rekan. Jatah dodol Cina itu akan kami bawa pulang, sebagai buah tangan untuk buah hati di rumah. Ternyata, mereka juga suka, lho. Enak katanya gurih-gurih enyoy gitu. Nah, itulah sekelumit tradisi unik merayakan imlek di kota tahu, Sumedang-ku tercinta. (*)

#IMLEK 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun