Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Mengenal Lebih Dekat Idiom "Kapamalian" dalam Masyarakat Sunda

24 Januari 2022   16:01 Diperbarui: 25 Januari 2022   09:58 11556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi idiom 'kapamalian' Sunda | basasunda.com

Selamat sore, Sahabat Kompasianer. Menemani secangkir teh panas dan beberapa kudapan di sore hari, rasanya belum lengkap apabila tidak ditemani bahan bacaan. 

Oleh karena itu, saya ingin berbagi bahasan ringan tentang idiom 'kapamalian' dalam masyarakat Sunda. Semoga senja Anda bahagia, bugar, dan berkualitas.

Definisi idiom dan kapamalian

Kompasianer sekalian pasti sudah mengetahui, apa yang dimaksud idiom. Yakni ungkapan khas dan khusus, maknanya sudah padu dan menyatu, sehingga tidak dapat dijelaskan secara logis atau gramatis. 

Idiom disebut juga ungkapan berupa gabungan kata yang membentuk makna baru dan tidak ada hubungan dengan kata dasar sebagai pembentuknya. 

Idiom akan menambah keindahan, pesona, dan daya tarik suatu bahasa. Idiom berasal dari bahasa Yunani 'idios' yang berarti khas, khusus atau pribadi, dan mandiri.

Idiom dalam bahasa Sunda dibagi menjadi 6 cabang, meliputi: babasan dan paribasa, cacandran, uga, kapamalian, kila-kila, dan totondn. 

Dalam artikel ini, saya akan membahas satu saja yakni tentang kapamalian. Karena, menurut saya ada hubungan sosial budaya yang erat antara 'kapamalian' (tabu) dengan masyarakat Sunda sebagai sebuah etnis. Kapamalian lahir dan bersumber dari kearifan lokal masyarakat Sunda itu sendiri.

Kapamalian berasal dari kata 'pamali', menggunakan awalan ka- dan akhiran --an artinya kata ini termasuk nomina atau kata benda. Pamali dalam bahasa Indonesia artinya adalah 'tabu'. 

Kapamalian mengandung makna larangan atau pantangan dari orang tua masyarakat Sunda terdahulu (karuhun) bahwa masyarakat Sunda tidak boleh melakukan suatu hal atau pekerjaan pada waktu dan situasi tertentu. Karena, masyarakat Sunda percaya akan adanya akibat yang kurang baik nantinya, jika melanggar pantangan tersebut.

Kapamalian ini pada awal persebarannya dimulai secara lisan yakni dari mulut ke mulut, dan dari generasi ke generasi, secara turun-temurun. Jadi, dapat diartikan bahwa 'kapamalian' adalah tradisi lisan warisan 'karuhun Sunda' yang bersifat anonim dan turun-temurun. 

Ya, anonim karena hingga saat ini tidak dapat diketahui siapa nama dari orang pertama yang menciptakan ungkapan tersebut. Layaknya sifat mayoritas tradisi lisan di nusantara. Pada umumnya memiliki sifat anonim.

Sebagai informasi, karena kapamalian ini bersifat larangan, tabu, dan pantangan. Maka dalam setiap kapamalian diawali dengan kata 'ulah' artinya 'jangan, dilarang, tidak boleh' dalam bahasa Indonesia.

Kapamalian dalam masyarakat Sunda ternyata banyak sekali. Belum terdokumentasi dengan baik dan masih berceceran di kalangan masyarakat. Bahkan ada beberapa kapamalian yang terkadang juga tidak akrab di telinga masyarakat Sunda itu sendiri.

Berikut adalah beberapa contoh kapamalian dan artinya. Saya rangkum dari berbagai sumber khusus untuk Kompasianer tercinta.

Contoh-contoh kapamalian dan artinya

1.Kapamalian hubungannya dengan sikap kita terhadap benda mati.

a. Ulah nambulan uyah, pamali bisi potong peujit. Artinya jangan menggunakan garam sebagai camilan, akan mengakibatkan usus kita patah atau rusak. 

Menurut hemat saya, pamali memakan garam sebagai camilan, secara kesehatan dapat diterima dan logis. Karena jangankan dipakai langsung sebagai camilan. Jika dalam satu hari kita terlalu banyak makan makanan yang asin. Bahkan dalam jangka waktu lama, maka akan mengakibatkan turunnya kualitas kesehatan. 

Diantaranya: darah tinggi, cairan menumpuk di sekitar jantung dan paru-paru, serangan jantung, dan stroke. Oleh karena itu, ada baiknya di masa kini juga kita dapat menerapkan larangan karuhun tersebut. Karena, masih terasa relevan dan bermanfaat bagi kehidupan.

b. Ulah cicing dina lawang panto, pamali bisi hs meunang jodo. Artinya jangan duduk di depan pintu, akibatnya akan susah mendapat jodoh. Pamali ini juga berterima dengan logika. 

Karena, gadis yang suka duduk di depan pintu, tentu saja akan menghalangi masuknya tamu ke rumah tersebut. Bila ada lelaki yang menginginkan gadis tersebut, maka dia akan berpikir, "Ah, gadis ini mah suka duduk di depan pintu, saya kurang suka kebiasaannya." Tidak jadi tuh si lelaki melamar gadis tersebut, akhirnya ya jadi susah mendapat jodoh.

c. Ulah make baju bari leumpang, pamali bisi teu kalaksanakeun cita-cita. Artinya tidak boleh memakai baju sambil berjalan, akibatnya tidak akan tercapai cita-cita. 

Orangtua zaman dulu sudah paham betul jika cita-cita itu harus diperjuangkan. Perjuangan yang dilalui dengan berproses tahap demi tahap. Maksudnya, jika kita adalah orang yang sudah dapat mengelola diri sendiri. Kapan harus bangun, mandi, berganti pakaian, dan berangkat sekolah atau kerja. 

Maka, kebiasaan memakai baju sambil berjalan tidak akan terjadi. Karena kebiasaan ini hanya akan dilakukan oleh orang yang kurang persiapan dalam segala hal di hidupnya. 

Umpama tidur larut malam, bangun kesiangan, baju belum disiapkan, tugas-tugas belum kelar dikerjakan. Ya, tentu saja dapat dipastikan cita-citanya tidak akan terlaksana.

d. Ulah mandi pabeubeurang, bisi trh pot. Artinya, dilarang mandi siang hari, mungkin antara pukul 9-10 pagi, akibatnya kulit akan cepat keriput. 

Masuk akal sekali kapamalian yang satu ini. Sebab, memang begitulah realitanya. Secara agama dan kesehatan, mandi yang baik itu di pagi hari, sebelum subuh. 

Dengan mandi pagi hari, banyak khasiat yang akan kita dapat diantaranya mengurangi peradangan pada kulit, meningkatkan daya tahan tubuh, melawan berbagai penyakit, dan dapat menyebabkan awet muda. Tertarik gak, tuh.

e. Ulah ngaput ti peuting, bisi pondok umur. Artinya jangan menjahit baju pada malam hari, akibatnya akan berumur pendek.

Orangtua zaman dahulu, paham betul gunanya waktu malam untuk beristirahat. 

Memang jika kita sibuk menjahit di malam hari, apalagi penerangan kurang maksimal. Maka beberapa hal buruk pada kesehatan tubuh akan terjadi. Seperti tertusuk jarum, mata perih dan berair, badan pegal-pegal. 

Bila dilakukan dalam jangka waktu yang lama. Maka, usia kita tidak akan panjang. Karena, ketika kesehatan memburuk, takdir kematian terasa semakin dekat.

2.Kapamalian hubungannya dengan sikap kita terhadap sesama manusia.

a. Ulah sok ngadegungkeun sirah budak, pamali bisi matak bodo. Artinya tidak boleh memukul kepala anak, akibatnya anak tersebut akan bodoh. 

Jika kita sering memukul anak, maka bukan saja kemunduran prestasi atau kebodohan yang didapat.

Namun, banyak hal buruk akan terjadi pada anak tersebut. Seperti depresi, merasa tidak disayangi oleh orangtua, merasa diabaikan, tidak dihargai dan lain-lain. Oleh karena itu, jangan dilakukan, ya. Nanti, jika anak kita bodoh, siapa yang sedih. Kita juga, ya.

b. Ulah neunggeul tonggong budak, pamali bisi teunggar kalongeun. Artinya dilarang memukul punggung anak, akibatnya anak tersebut akan sering melamun. 

Memang, ya Kompasianer. Memukul itu, bagian mana pun dari badan anak. Tentu saja tidak diperbolehkan. Karena akan mengakibatkan rasa sakit dan dampak yang buruk. Saya juga pernah mengalaminya sendiri, memang kaget dan terasa sakit ya. 

Sebagai informasi, di bagian punggung kita ada tulang punggung yang berfungsi untuk menopang. Sehingga badan dapat berdiri dengan tegak dan sempurna. Adanya pukulan pada bagian tersebut, akan mengakibatkan anak menderita cedera saraf tulang belakang atau spinal cord injury. 

Cedera ini bisa menyebabkan dampak permanen pada kekuatan, sensasi, dan fungsi organ tubuh yang lain. So, hati-hati ya, Kompasianer! Jangan sembarangan memukul anak.

c. Ulah nnggor batur ku uyah, pamali bisi babari kasurupan. Artinya, tidak boleh melempar orang lain dengan garam, akibatnya Anda akan mudah kemasukan setan atau 'kesurupan'. 

Ya iya, Kompasianer. Bila kita bersikap julid dan jahat pada orang lain. Maka, tentu saja orang tersebut akan berusaha untuk membalas perbuatan kita. Tentu saja, dengan berbagai cara. 

Nah, ada salah satu cara yang halus. Cara ini sangat berbahaya, yaitu mengirimkan hal tak kasat mata ke rumah kita. Akibatnya, kita akan mudah mengalami stres, pusing, dan cepat emosi. So, berbaik-baiklah dalam bersosialisasi.

d. Ulah datang ka Baduy Jero dina bulan Kawalu, bisi balikna gering. Artinya jangan berkunjung ke Baduy Dalam pada bulan Kawalu, akibatnya Anda akan sakit. 

Kompasianer mungkin sudah tahu bahwa masyarakat Baduy memiliki tradisi yang bernama upacara Kawalu. Yakni upacara adat Suku Baduy yang dilangsungkan sebelum upacara seba. 

Hal ini dilakukan sebagai wujud rasa syukur masyarakat kepada Sang Maha Kuasa atas anugerah alam yang telah diberikan. Bulan Kawalu dalam tradisi masyarakat Baduy adalah waktunya melaksanakan penyucian diri. 

Bulan Kawalu disebut juga bulan suci masyarakat Baduy. Dalam bulan Kawalu masyarakat Baduy akan melaksanakan puasa selama tiga bulan dalam satu tahun sesuai dengan penanggalan Suku Baduy. Tradisi ini selalu dilaksanakan pada bulan kasa, karo, dan katiga. 

Menurut penanggalan Masehi, bulan Kawalu 2021 jatuh pada 13 Februari hingga 14 Mei. Nah, menurut kapamalian, dalam bulan-bulan tersebut Anda dilarang berkunjung ke Baduy Jero (Cibo, Cikertawana dan Cikeusik). Karena, mereka sedang melaksanakan puasa. 

Masuk akal memang, jika Anda memaksakan diri berkunjung ke sana. Ketika pulang ke rumah, lalu jatuh sakit. Sebab, selama di sana Anda akan kesulitan mendapatkan asupan makanan. Alatan semua masyarakat Baduy sedang puasa. Kecuali, jika Anda juga ikut puasa seperti mereka.

Penerapan 'kapamalian' di masyarakat Sunda masa kini
Menurut pandangan saya, ada beberapa 'kapamalian' yang masih relevan dengan kondisi masyarakat Sunda masa kini. Kapamalian tersebut bisa diterapkan dalam kehidupan kita saat sekarang. Karena, ternyata mengandung manfaat yang besar bagi kelanjutan hidup generasi di masa yang akan datang. 

Ungkapan kapamalian tersebut logis dan dapat dijelaskan secara ilmiah. Terbukti, beberapa kapamalian di atas dapat diterima secara akal sehat. Serta sesuai dengan keilmuan, artinya tidak ngawang-ngawang. Ada keterhubungan antara fakta-fakta medis dan agama serta budaya.

Tentu saja, sebagai masyarakat Sunda, Kompasianer harus memilih dan memilah. Mana kapamalian yang masih dapat dipakai dan disosialisasikan. Mana yang tidak lagi sesuai dengan kodrat jaman. 

Tugas saya sebagai orang Sunda adalah mewariskan kearifan lokal peninggalan 'karuhun' tersebut kepada generasi masyarakat Sunda masa kini. Hurip Sunda! Tanjeur Jaya di Buana.(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun