Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Literasi Keuangan 100 Persen di Tahun 2045, Mungkinkah?

16 Januari 2022   17:16 Diperbarui: 18 Januari 2022   12:56 1033
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi latihan menabung dan berinvestasi sebagai salah satu cara belajar literasi finansial. Sumber: Shutterstock via Kompas.com

Hari ini kita semua tengah 'demam' Metaverse. Badan terasa panas dingin dengan istilah-istilah 'kesepian' di tahun 2045. Paparan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam webinar Mid Year Economic Outlook 2021 benar-benar telah menyihir sebagian besar masyarakat Indonesia. Beberapa respon, reaksi, dan tanggapan beragam terkait paparan tersebut bermunculan.

Apa saja isi paparan tersebut

Tentu di balik beragam tanggapan, reaksi,  dan kekhawatiran tersebut. Bukan tidak mungkin, ada yang masih bertanya-tanya. Apa saja hal yang dipaparkan oleh Menteri Keuangan andalan kabinet presiden Jokowi ini. Oleh karena itu, berikut akan saya rangkumkan.

Pertama, Sri Mulyani merasa khawatir jika di tahun 2045 akan banyak orang yang merasa kesepian. Mengapa? Kok bisa kesepian. Padahal, kan ada keluarga, rekan kerja, komunitas, dan berbagai grup. Itu mungkin pertanyaan yang terbersit dalam benak kita.

Sri Mulyani menjelaskan, nanti di tahun 2045 ada orang-orang yang tidak bisa masuk ke dunia virtual 3 dimensi. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab orang tidak dapat masuk ke dunia virtual tersebut. Salah satunya adalah yang terkendala dengan penguasaan teknologi alias 'gaptek' atau gagap teknologi. 

Mereka keluar dari dunia realitas, sebab dunia saat itu telah beralih ke dunia digital. Semua lini kehidupan saat itu akan sudah terdigitalisasi. Jika kita menampiknya dan tidak berusaha beradaptasi. Maka kita akan merasa kesepian. Dalam dunia realitas tidak ada teman, di dunia virtual  kemudian tidak dapat terlibat sepenuhnya. So, kita berteman angin malam saja, ya.

Kedua, Pada tahun 2045 secara demografi penduduk Indonesia akan didominasi oleh kelompok muda, penduduk dengan usia di bawah 40 tahun dan di bawah 20 tahun. Saat itu penduduk Indonesia sebagian besar akan tinggal di daerah urban atau kota kecil yang dihuni oleh orang-orang urban.

Artinya, penduduk yang menetap di kota tersebut berasal dari daerah-daerah. Mereka datang dan menetap di kota tersebut dengan alasan pekerjaan. Mobilitas penduduk pada saat itu akan semakin meningkat.

Kabar baiknya, pendapatan perkapita negara kita juga akan semakin meningkat. Dalam hal ini, menjadi suatu keuntungan sekaligus tantangan besar bagi pemerintahan saat itu. 

Banyaknya usia produktif sebagai modal dasar peningkatan sumber daya manusia, maka apabila pemerintah dapat melihatnya sebagai peluang untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi negara. Tentu saja, akan terjadi peningkatan yang signifikan di berbagai lini kehidupan berbangsa dan bernegara.

Ketiga, Sri Mulyani berharap di tahun 2045 literasi keuangan Indonesia mencapai 100 persen. Kabar kurang menyenangkannya adalah bahwa tahun 2021 tingkat literasi dan inklusi keuangan Indonesia baru dapat mencapai angka 38 persen. Pertanyaannya, mungkinkah? Kita negara Indonesia dapat mencapai literasi keuangan 100 persen di tahun 2045?

Literasi keuangan

Literasi keuangan (financial literacy) atau melek finansial adalah serangkaian kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan keyakinan (confidence) konsumen maupun masyarakat agar mereka mampu mengelola keuangan pribadi dengan lebih baik.

ilustrasi sejahtera dan bahagia di masa tua sebagai contoh literasi keuangan yang berhasil |tribunnews.com
ilustrasi sejahtera dan bahagia di masa tua sebagai contoh literasi keuangan yang berhasil |tribunnews.com

Secara sederhananya, literasi keuangan dapat diartikan sebagai cara kita mengelola uang dengan baik. Kecerdasan dalam mengelola keuangan. Dengan cara mampu memahami urusan perbankan, investasi, dan mengatur keuangan pribadi. 

Tujuan akhirnya, tentu saja adalah kesejahteraan. Bermula dari individu, kesejahteraan individu, naiknya tingkat ekonomi individu, diharapkan nantinya akan meningkatkan kesejahteraan perekonomian bangsa dan negara.

Ada tiga cara literasi keuangan yang penting untuk dipelajari oleh para generasi alpha, artikel ini saya khususkan untuk mereka, ya. Karena, mereka saat ini masih dalam tahap belajar. 

Tingkat literasi keuangan bangsa Indonesia di tahun 2045 ditentukan oleh mereka yang sedang berproses saat ini. Jika prosesnya benar. Maka pertanyaan dari judul artikel di atas, akan langsung terjawab : mungkin! Nah, agar generasi kita dapat mencapai tingkat 100 persen dalam literasi keuangan, mereka harus menyimak penjelasan berikut. So, capcus.

Pertama, Jago dan pintar mencari uang. Tidak peduli apa pun gender kamu. Keahlian satu ini mutlak dan wajib dimiliki oleh orang yang ingin hidup berkecukupan, memiliki rumah yang nyaman, kendaraan yang refresentatif, dan tingkat ekonomi yang sejahtera.

Ada proses dan skill yang harus kamu lalui dan miliki jika ingin jago dan pintar dalam mencari uang. Proses itu bernama belajar. Gunakan waktu mudamu untuk meraup ilmu dengan kedua tanganmu sebanyak-banyaknya. Meski dunia akan berubah menjadi dunia metaverse, serba digital, dan virtual.

Namun, tetap saja kualitas alami sumber daya manusia tidak dapat tergantikan. Karena, pada saat itu, memang kamu adalah subyeknya. Kamu para generasi alpha yang akan mengendalikan dan menguasai dunia virtual itu.

So, asahlah skillmu dalam berbagai bidang dan keahlian. Luangkanlah 15 menit saja dalam sehari untuk mempelajari suatu hal yang akan menambah skill kamu. Lakukanlah hal itu dengan konsisten. Maka, dalam waktu lima tahun, kamu akan menjadi ahli dalam bidang tersebut. Tidak percaya? Buktikan saja.

Cara melatih skill

Mulai hari ini, pikirkan minat apa yang ingin kamu kembangkan menjadi keahlian kamu di masa depan. Dengan hal yang kamu pikirkan itu kamu yakin dan percaya dapat menghasilkan uang yang banyak. Latih dan latihlah skill tersebut setiap hari selama 15 menit saja.

Pelajari skill tersebut secara detail dan mendalam hingga ke dasarnya. Kamu akan tercengang mendapati diri kamu sebagai orang dengan kualitas berbeda dan amat lihai. Saya yakin, jika kamu konsisten dan pantang menyerah. Sebelum lima tahun, kamu akan melihat hasilnya. Saat itu terjadi, kamu akan berjingkrak dan berseru, "Wow, amazing!"

Kedua, Jago menabung dan tepat berinvestasi. Mungkin kamu pernah mendengar tentang Erik Finmann, remaja asal Amerika Serikat.

Dia berhasil menjadi miliarder di usia 18 tahun. Pada usia 12 tahun, Erik mendapat uang US$ 1.000 sebagai hadiah dari neneknya. Erik tidak membelanjakan uang tersebut untuk membeli mainan seperti mayoritas yang dilakukan anak seusianya. Erik memutuskan akan membelanjakan uang tersebut untuk membeli bitcoin.

Pada tahun 2015, Erik mendapatkan tambahan bitcoin dari pembayaran atas bisnisnya dalam bidang alat edukasi. Dia meminta pelanggan yang berbelanja di toko online-nya untuk membayar dengan bitcoin. Erik Finmann merasa yakin bahwa harga investasi bitcoin akan meningkat seiring waktu.

Benar saja, di usia 18 tahun Erik Finmann berhasil menukarkan bitcoin yang ia miliki. Dia berhasil mendapatkan uang miliaran dari hasil penjualan bitcoin tersebut. Nah, itulah salah satu contoh anak muda yang sukses dengan berinvestasi. Dari dalam negeri, ada Indra Sutowo dan seorang ibu muda yang berhasil menjadi miliarder berkat investasi saham dan reksadana.    

Bagaimana? Apakah kamu tertarik. Tentu saja, ya. Karena uang adalah magnet dengan kekuatan besar yang akan menarik siapa saja yang membutuhkannya. Namun, begitu kamu harus bijak dan berhati-hati. 

Karena, investasi menuntut kita untuk berfikir cepat dan bertindak tepat. Untuk tahap awal, pilihlah investasi dengan resiko minimal. Umpamanya deposito, logam mulia, dan reksa dana.

Investasi kecil-kecilan

Ada tantangan lucu tapi serius dari Raditya Dika terkait investasi, saya melihatnya di tiktok. Begini penjelasannya, "Apakah kamu bisa memiliki uang Rp. 100.000.000,. di usia dua puluh tahun?" Saya tantang anak saya, "Bisa gak Aa punya uang seratus juta pada usia dua puluh tahun?" Sulung saya menjawab dengan yakin, "Bisa dong, Ma! Kan ada uang bulanan dari Mama, tinggal ditabung saja. Bisa lebih dari seratus juta."

Dari obrolan tersebut, saya jadi terinspirasi ingin memberikan tips investasi kepada para generasi alpha. Yaitu tentang investasi kecil-kecilan dari uang jajan harian yang diberikan secara rutin dan konsisten oleh orang tua Kompasianer muda sekalian. Umpama sisihkan Rp. 5.000 saja setiap harinya dari uang jajan yang kamu dapat. Maka dalam satu bulan kamu akan mendapatkan uang Rp. 150.000. 

Simpanlah uang tersebut sebagai tabungan di rumah terlebih dahulu. Atau bila kamu takut uangnya terpakai tabungkan uang tersebut di bank. Kamu juga sebenarnya dapat membeli logam mulia dalam ukuran kecil, misalnya 0,5 gram. 

Jika kamu tertarik dengan reksa dana. Kamu dapat menginstal platform reksadana terpercaya. Di sana kamu dapat membeli slot reksa dana dimulai dengan harga 10.000 hingga 100.000. Gampang kan? Lakukan secara konsisten, tabung-invest, tabung-invest, dan lupakan.

Pada saat usia kamu dua puluh tahun. Kamu akan tercengang melihat portopolio investasi kamu. "Asyik, aku berhasil jadi jutawan." Tertarik untuk mencoba? Hayu siapa takut.

Ketiga, Cermat dan bijak dalam membelanjakan uang. Hal ini adalah level tertinggi dari cerdas berliterasi keuangan. Karena, tantangan terbesar dan terberat, setelah kamu jago dan pintar menghasilkan uang adalah apakah kamu dapat bertindak cermat dan bijak dalam membelanjakan uang?

Banyak kisah menceritakan bagaimana orang dengan penghasilan tinggi, namun hidupnya terpuruk di masa tua. Tanpa rumah untuk berteduh, minim sandang dan pangan untuk sekedar melanjutkan hidup, apalagi kendaraan dan simpanan di tabungan. Miris bukan? Hal itu terjadi karena kekacauan dalam literasi keuangan. Mereka tidak cermat dan bijak dalam membelanjakan uang.

Oleh karena itu, dari usia sedini mungkin, kamu harus mulai belajar tata kelola keuangan. Dimulai dari hal kecil, mengelola uang jajan. Umpama uang jajan harian Rp. 20.000. Jika kamu tidak cermat dan bijak. 

Uang sejumlah itu dipakai untuk beli boba saja, hanya tersisa tiga ribu. Apalagi dipakai beli pizza, habis lah, ya. Namun, bila kamu cermat. Uang Rp. 20.000 tersebut akan membantumu menjadi sejahtera di masa depan. 

Caranya, sebelum dibelanjakan, masukkan dulu dua ribu atau lima ribu ke dalam celengan khusus sebagai simpanan. Sisanya dapat kamu gunakan untuk membeli kebutuhan harian kamu, dari mulai jajan hingga beli barang receh di platform belanja online. Hihi.

Ada banyak cerita yang mengisahkan bagaimana orang dengan penghasilan pas-pasan. Namun, dia sejahtera di hari tuanya. Memiliki rumah yang layak dan refresentatif untuk berteduh. 

Sandang dan pangan yang mencukupi dan memenuhi standar kesehatan. Kendaraan yang bagus untuk membawanya sekedar bepergian untuk piknik dan menjenguk cucu kesayangan. Tidak ketinggalan, simpanan di rekening yang jumlahnya terus bertambah karena faktor penambahan investasi. Ngiler nggak tuh.

Nah, hal yang membedakan dari dua kasus tersebut adalah terletak pada kecerdasan dalam tata kelola uang atau disebut literasi keuangan.

Literasi keuangan 100 persen di tahun 2045

Saya sebagai orang awam dalam hal keuangan, merasa yakin dan percaya. Bahwa harapan Menteri keuangan tentang target literasi keuangan 100 persen di tahun 2045 akan tercapai. 

Mengingat sumber daya manusia yang ada di saat itu adalah generasi-generasi pilihan yang secara demografi sangat menguntungkan dalam peningkatan bidang ekonomi, finansial dan pembangunan infrastruktur.

Tentu saja Ibu Sri Mulyani juga memasang target itu secara realistis, tidak asal-asalan. Beliau sudah mempertimbangkan tingkat ketercapaiannya. So, kita hanya dapat berdo'a dan mendukung pencapaian tersebut dengan memproses buah hati kita dengan cara mengajarkan kepada mereka tata kelola keuangan yang cerdas, percaya diri, dan berketuhanan. 

Artinya, setinggi apapun keberhasilan kita dalam segi finansial, jangan sampai membuat kita lupa bahwa ada campur tangan Illahi dalam semua ini. Cari materi sebanyak mungkin, agar kamu dapat berbagi sebanyak yang kamu bisa. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun