Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Rindu pada Hujan Bulan Januari

4 Januari 2022   13:45 Diperbarui: 4 Januari 2022   13:53 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah kenapa tiba-tiba saja

Aku rindu kepadanya

Pada rintik yang jatuh di atas kaca mobil

Pada angin yang bertiup dengan kencang

Pada basah yang hinggap di bumi hadirkan segar

Pada dirimu, wahai hujan bulan Januari


Apalagi, bila kau sapa lelapku di pagi buta

Kau ketuk jendela dengan tangan dinginmu

Suara khas gemericik itu memaksa-ku tuk buka mata

Lalu menguap dengan lebar

"Hoaaaah, masih pagi."

Suara weker yang berbunyi, sudah tak berarti lagi


Kupersilakan kau masuk, bergelung dalam selimut

Kita nikmati melodi ritmis dan nyanyikan kidung sepi

Tak usahlah kau meminta kopi panas dan surat kabar

Apalagi nasi goreng dan acar timun, itu tak perlu

Lebih baik kita tulis notasi dan main gitar

Agar hadirmu dapat selalu ku kenang dan abadi


Aku suka dengan irama hujan di pagi hari

Karena ia nyamankan hatiku

Jadi terapi untuk jiwa yang panas membara

Apalagi saat ku lihat ke halaman

Bunga-bunga yang hijau di depan rumah

Meliuk-liuk dan basah


Karena hujan pagi hari

Aku sengaja untuk terlambat

Merasa bahwa hari tidak akan pergi

Dan masa tak akan menjadi tua

Malam bagaikan kembali ke awal petang

Waktu terasa diam dan melambat putarannya


Kala hujan pagi hari, aku merasa masih punya banyak waktu

Saat aku berlomba dengan lonceng yang berdentang

Pukul tujuh, tapi kabut terasa masih fajar

Pemotor tampak bergelut dengan ponco dan jas hujan

Wifer melambai ke atas dan ke bawah

Halau air yang menetes halangi pandangan


Denting air yang jatuh di atas genting

Sungguh konser musik Illahi yang sangat romantis

Tak ada komposer yang dapat menuliskan not-nya

Karena ia adalah lirik beraroma surgawi

Hadirkan rahmat pada semesta

Juga mahluk yang dapat mensyukurinya


Sumedang, 4 Januari 2022

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun