Entah kenapa tiba-tiba saja
Aku rindu kepadanya
Pada rintik yang jatuh di atas kaca mobil
Pada angin yang bertiup dengan kencang
Pada basah yang hinggap di bumi hadirkan segar
Pada dirimu, wahai hujan bulan Januari
Apalagi, bila kau sapa lelapku di pagi buta
Kau ketuk jendela dengan tangan dinginmu
Suara khas gemericik itu memaksa-ku tuk buka mata
Lalu menguap dengan lebar
"Hoaaaah, masih pagi."
Suara weker yang berbunyi, sudah tak berarti lagi
Kupersilakan kau masuk, bergelung dalam selimut
Kita nikmati melodi ritmis dan nyanyikan kidung sepi
Tak usahlah kau meminta kopi panas dan surat kabar
Apalagi nasi goreng dan acar timun, itu tak perlu
Lebih baik kita tulis notasi dan main gitar
Agar hadirmu dapat selalu ku kenang dan abadi
Aku suka dengan irama hujan di pagi hari
Karena ia nyamankan hatiku
Jadi terapi untuk jiwa yang panas membara
Apalagi saat ku lihat ke halaman
Bunga-bunga yang hijau di depan rumah
Meliuk-liuk dan basah
Karena hujan pagi hari
Aku sengaja untuk terlambat
Merasa bahwa hari tidak akan pergi
Dan masa tak akan menjadi tua
Malam bagaikan kembali ke awal petang
Waktu terasa diam dan melambat putarannya
Kala hujan pagi hari, aku merasa masih punya banyak waktu
Saat aku berlomba dengan lonceng yang berdentang
Pukul tujuh, tapi kabut terasa masih fajar
Pemotor tampak bergelut dengan ponco dan jas hujan
Wifer melambai ke atas dan ke bawah
Halau air yang menetes halangi pandangan
Denting air yang jatuh di atas genting
Sungguh konser musik Illahi yang sangat romantis
Tak ada komposer yang dapat menuliskan not-nya
Karena ia adalah lirik beraroma surgawi
Hadirkan rahmat pada semesta
Juga mahluk yang dapat mensyukurinya
Sumedang, 4 Januari 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!