Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Engklek, Gobak Sodor, dan Squid Game Ala Anak-Anak

27 Desember 2021   09:50 Diperbarui: 27 Desember 2021   09:56 809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mugunghwa, bunga sepatu, kembang lalampuan |Sumber Foto : bibitbunga.com

Sore menjelang, bumi bermandi matahari. Sebentar lagi senja membayang. Cahaya sang surya akan tenggelam. Duilee, puitis sekali. Sebagai Emak yang baik, walau badan penat, karena seharian bekerja. Pulang ke rumah, saya luangkan waktu, ajak si bontot jalan-jalan ke lapang. Untuk melatih sosialisasi. Agar anak bertemu dengan teman sebayanya.

Lapang yang dimaksud. Berupa taman tempat bermain anak. Ukurannya, saya tidak tahu persis. Belum mencoba mengukur. Hehe. Masuk kira-kira lima belas mobil ukuran Avanza. Lumayan leluasa kan? Untuk ajang sepak bola, main sepedaan, dan   menikmati acara rujak party bersama emak-emak sayang anak.

Tapi, sore ini. Si bontot tidak mau ke lapang. Dia tunjuk ke arah mesjid. Terdengar riuh suara anak-anak dari sana. Memang akhir-akhir ini, halaman masjid jadi tujuan kedua tempat bermain. Lantaran lapang sebagai tempat bermain utama sedang dibebenah. 

Dari kejauhan terdengar sesayup sampai, "Kokoa koci tira samida!" itu kalimat yang ditangkap telinga saya. Bunyinya terdengar seperti mantra. Setelah dinyanyikan berulang selama empat kali. Anak-anak yang tadinya ramai, jadi senyap dalam beberapa detik. Lalu suara keluhan muncul bersahutan. "Uuuuuh, padahal aku tidak gerak, lho. Tapi kenapa aku yang dieliminasi!"

Saya semakin penasaran. Permainan jenis apa gerangan? Si bontot malah sudah lari di depan. Meninggalkan emaknya yang berjalan terseok-seok. 

Squid game ala anak-anak

Taraaa! sampailah kami di lokasi. Tampak  tiga anak berdiri di depan, sebagai pemandu. Ada tiga peran yang mereka mainkan. Peran penyanyi. Tugas dia, menyanyikan lagu squid game. Peran pengawas, melihat dan mengawasi pergerakan peserta pertandingan. Peran eksekutor. 

Ketika lagu squid game selesai dinyanyikan dengan empat kali ulangan. Semua peserta diam. Jika ada yang bergerak. Dengan sigap eksekutor akan berteriak. "Budi, tereliminasi!" Anak yang dipanggil akan keluar dari barisan. Dia lirik kiri kanan, mungkin mengucap salam perpisahan pada teman-teman yang lain. Colek salah satu teman. Garuk-garuk kepala, lalu duduk. Gayanya seperti pemain sepak bola, yang diberi kartu merah.

Peserta permainan ini berbaris tiga berbanjar, dengan jarak setengah lencang kanan. Mereka berbaris rapih dan teratur, siap menunggu aba-aba. Tanpa saya sadari, di banjar kedua ada Si Tengah, anak saya yang kedua. Ketika melihat ada ibunya, dia tersenyum simpul, kemudian berbisik kepada teman di sampingnya, "Indung urang!" 

Lucu ya. Begitu sederhana, arti bahagia bagi seorang anak. Tidak ribet dan sulit seperti bahagia ala orang dewasa. Dimana bahagia identik dengan kesuksesan, keberhasilan, penghargaan, dan keberlimpahan finansial. Duh, kok jadi curcol ya.

Lirik lagu squid game

Tiba di rumah, lirik lagu squid game itu terngiang-ngiang di telinga. Saya penasaran. Lalu mencoba googling. Lirik lagu squid game. "Mugunghwa Kkoci Pieot Seumnida" Ternyata, saya salah dengar. Bukan kokoa ya, tapi mugunghwa. Hihi. Dasar emak-emak. 

Lirik lagu squid game |Sumber Foto : Media Blitar.com
Lirik lagu squid game |Sumber Foto : Media Blitar.com

Lagu ini diulang empat kali. Arti dari lirik itu adalah, bunga mugung sedang mekar. Bunga mugung, adalah bunga Sharon, populer di Indonesia dengan sebutan kembang sepatu. Kembang lalampuan, dalam bahasa Sunda. Bunga tersebut adalah bunga nasional negara Korea Selatan.

Mugunghwa, bunga sepatu, kembang lalampuan |Sumber Foto : bibitbunga.com
Mugunghwa, bunga sepatu, kembang lalampuan |Sumber Foto : bibitbunga.com

Engklek dan gobak sodor


Dari beberapa permainan yang dimainkan dalam squid game ala anak-anak itu. Ada dua permainan yang begitu akrab dan saya kenal. Yaitu, engklek dan gobak sodor. Saya jadi berasa nostalgia kembali. 

Permainan ini begitu menegangkan dalam konten squid game. Peserta menentukan apakah akan bermain di awal atau terakhir, menyeberangi jembatan dengan kaca rapuh atau kaca kokoh. Jembatan kaca inilah yang menjadi penentu, apakah peserta berhasil atau gagal.

Di dalam permainan engklek, peserta harus berjalan dengan satu kaki (engklek) melewati sepuluh kotak yang digambar di atas tanah. Gambar sepuluh kotak ini  menjadi media bermain. Alat yang digunakan dalam permainan ini adalah batu. Peserta melemparkan batu ke salah satu kotak. Dia tidak boleh memijakkan kaki di kotak yang ada batu tersebut. Jika salah pijak, maka peserta dinyatakan kalah. Seru kan?

Engklek |Sumber Foto : wikipedia.org
Engklek |Sumber Foto : wikipedia.org

Gobak sodor dalam konten squid game disebut dengan permainan cumi-cumi. Peserta terdiri dari kelompok, yaitu tim penyerang dan tim bertahan. Di dalam tanah sepetak yang menjadi media bermain, ada gambar cumi-cumi. Apabila tim penyerang mampu melewati ujung garis gambar cumi-cumi tersebut. Mereka dinyatakan berhasil, begitu pun sebaliknya.

Gobak sodor |Sumber Foto: tribunnews.com
Gobak sodor |Sumber Foto: tribunnews.com

Di tahun 90-an, engklek dan gobak sodor pernah begitu digemari. Dan, sekarang di abad dua satu, permainan jadul itu hadir lagi, dengan kemasan berbeda, formula baru yang lebih inovatif dan menyenangkan.

Teori perubahan sosial

Sobat, masih ingatkah dengan pelajaran teori perubahan sosial, waktu kita di sekolah menengah dulu. Itu lho, masa di saat kamu masih unyu-unyu, rambut dikuncir dua, kaca mata melorot ke hidung, dan kaos kaki setinggi lutut. Ingat kan?

Teori perubahan sosial melingkar atau siklus menjelaskan bahwa perubaha sosial dalam masyarakat tidak diarahkan atau direncanakan. Umpamanya perubahan mode pakaian dan gaya hidup. Teori ini menyebutkan, perubahan sosial yang terjadi di masyarakat bisa saja terulang kembali. Contohnya, ya itu tadi. Engklek dan gobak sodor yang dulu populer di tahun 90-an. Pada tahun 2021, bangkit dan hidup lagi dalam permainan squid game.

Alasan Fsikologis

Ada beberapa alasan fsikologis, mengapa permainan squid game ini begitu populer dan digemari. Baik oleh kalangan dewasa, maupun anak-anak. Padahal konten dalam permainan ini, mengandung kekerasan. Tentu saja, tidak baik untuk tumbuh kembang anak-anak. Beberapa psikolog, fsikiater, dan ahli forensik terkenal seperti Dr.Eric Bender, Grace Jung, dan Bustle menjelaskan.

Pertama, format permainan anak-anak. Konten permainan squid game memanfaatkan formula permainan sederhana yang biasa dimainkan oleh anak-anak. Ada tantangan, perjuangan, dan penentuan menang atau kalah.

Sehingga, konten ini mudah diterima. Instruksinya mudah dilakukan. Kepolosan anak-anak, menjadi keunikan tersendiri dalam konten squid game.

Ketika bermain, apapun jenis permainannya. Anak-anak sebagai peserta, akan mematuhi aturan permainan. Bagaimana, ketika mereka memutuskan mengikuti tantangan. Berjuang untuk menang. Lalu, menerima hukuman dan konsekuensi. Saat mereka kalah. Yakni, dikucilkan atau dihukum dengan cara anak-anak.

Kedua, penanda perjuangan. Dalam konten squid game menawarkan beberapa penanda perjuangan. Rasa putus asa, karena kalah dalam permainan. Menjadi penanda perjuangan dengan level tertinggi. Kekerasan dan darah adalah level di bawahnya.

Mau tidak mau, ketika memutuskan untuk ikut bermain. Anak-anak akan menghasilkan penanda perjuangan. Umpamanya, peluh dan keringat berleleran, baju kotor dan sobek, lutut dan kaki cedera, bahkan tetesan darah, dan tangisan putus asa.

Itulah, penanda perjuangan yang menjadikan sebuah permainan begitu melekat dalam benak dan memori anak. Sehingga ia menyukai permainan itu, lagi dan lagi.

Ketiga, ada harapan di akhir permainan. Akhir dari permainan dalam konten squid game adalan hadiah yang jumlahnya fantastis. Bagi peserta yang unggul dan memenangkan permainan.

Hal ini memberikan iming-iming dan harapan tinggi. Sehingga, kita akan berkata dalam hati. Bahwa, “Perjuangan ini sangat berarti, bisa diatasi, dan tidak terlalu sulit.” Seperti permainan anak-anak.

Meski tidak ada hadiah mahal yang ditawarkan. Umpamanya, hanya tepuk tangan dan sebuah pengakuan sebagai hadiahnya. Tapi, anak-anak akan terus semangat bermain dan bermain.

Spirit dan semangat baru

Dengan hadirnya jenis permainan jadul dalam formula konten squid game. Saya sebagai emak dari tiga anak, yang sedang dalam taraf usia bermain. Selalu berharap spirit dan semangat yang dulu pernah saya dapatkan dalam permainan engklek dan gobak sodor. Seperti rasa kebersamaan, indahnya berjuang bersama, interaksi sosial yang sehat, badan yang bugar, dan meminimalisir dampak negatif gadget. Akan hadir kembali menjadi spirit dan semangat baru dalam jiwa anak-anak generasi Z dan generasi alpha sekarang ini. (*)


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun