Bingkisan lebaran? Sejak kapan kata-kata ini bermula, atau malah berakhir? Apakah pembaca dan kompasianer sedang sibuk menyiapkan bingkisan lebaran?
Ada tradisi unik di sini yang disebut asul-asul atau weweh. Yaitu berbagi sesuatu kepada para tetangga secara bergantian. Biasanya, berbagi asul-asul ini dilakukan saat mempunyai hajad tertentu.Â
Tapi pada perkembangannya, istilah  asul-asul atau weweh tidak  terbatas pada orang yang punya hajad, tapi memberi asul-asul atau weweh saat menjelang lebaran dengan niat sedekah. Biasanya, yang diberi weweh atau asul-asul akan membalas dengan memberi sesuatu juga.
Kalau kata suami yang sudah lama tinggal di sini, kalau kita tidak biasa memberi asul-asul, biasanya membalas asul-asul atau weweh dengan memberikan uang pada anak atau orang yang mengantarkannya.
Makna asul-asul atau weweh ini, selain untuk berbagi, juga untuk mempererat tali silaturahmi antara sanak saudara dan tetangga.
Sejujurnya, saya tidak biasa memberi bingkisan lebaran pada siapapun. Tidak mungkin kan, hanya karena ingin menulis, terus saya menyiapkan bingkisan? Eh...
Bingkisan atau oleh-oleh lebaran, biasanya saya bagikan pada para saudara.
Kalau membelikan pakaian pada almarhumah ibu,saat beliau masih hidup, mungkin sering, tapi tidak dibungkus sebagai bingkisan. Hanya  diberikan begitu saja sesuai kemasan yang sudah ada. Kue-kue lebaran juga kita bawa pakai tas saja. Apa mungkin itu juga bisa dianggap sebagai bingkisan lebaran karena di bawa saat momen lebaran?
Biasanya kalau ingin memberi sanak saudara, lebih memilih dalam bentuk uang. Tidak ribet, dan bisa dimanfaatkan sesuatu kebutuhan dan keinginan penerimanya.Â
Untuk lebaran tahun ini, saya belum menyiapkan untuk mudik. Bingkisan lebaran yang saya bawa,mungkin berfungsi sebagai oleh-oleh juga.
Saat ini, oleh-oleh sudah banyak dikemas cantik menyerupai bingkisan, sehingga kita tidak perlu repot merangkai bingkisan, parcel atau hamper. Tinggal diserahkan sesuai kemasannya.Â
Salah satu bingkisan yang bisa diberikan langsung dalam kemasannya adalah Bluder. Ini yang biasa saya bawa sebagai oleh-oleh, yang saat saya bawa di waktu lebaran, bolehlah disebut bingkisan lebaran.
Roti Bluder ini yang bisa dengan mudah saya persiapkan sebagai bingkisan lebaran saat idul Fitri. Menyiapkan bingkisan lebaran seperti ini tidak memakan waktu. Tapi biasanya harus pesan dulu jika ingin dibagikan saat lebaran, sebab di waktu seperti itu biasanya permintaan sangat tinggi dan hanya melayani pemesanan.
Di samping Bluder, saat ini banyak bingkisan berupa paket kue kering seperti nastar, kadtange, kue semprit, kue kacang, dan variasi lainnya yang dikemas langsung dalam bingkisan yang cantik.
Dengan begitu, kita tidak perlu menata atau merangkai bingkisan lebaran. Menyiapkan bingkisan lebaran cukup mempersiapkan uang dan waktu agar tidak kehabisan stok di toko kue.
Parcel lebaran pernah sangat booming di tahun 90-an akhir dan tahun 2000-an. Saat itu, semua PNS di Kabupaten Madiun setiap menjelang lebaran mendapatkan parcel dari pemkab berupa gula, sirup, dan jajanan khas daerah atau produk UMKM setempat seperti keripik nangka.
Bahkan dari SMA swasta tempat suami mengajar sampingan juga mendapat parcel juga. Biasanya saya bagi dengan si mbok pemilik rumah tempat saya mengontrak.
Tapi entah sejak kapan saya lupa, parcel atau bingkisan lebaran dilarang. Sehingga setiap lebaran tidak pernah lagi mendapat parcel dari pemerintah.
Mungkin sudah bukan saatnya menerima bingkisan lebaran, tapi justru menyiapkan bingkisan lebaran untuk dibagikan.
Bagaimana dengan para pembaca dan kompasianer?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H