Matahari semakin tebar pesona. Siang telah menjelang. Perut meronta minta diisi. Pendakian menguras tenaga, perlu balasan menu bergizi. Lupakan perut buncit.Â
Tips mengatasi perut buncit sudah diulas dengan berolahraga. Apalagi olah raga mendaki gunung. Pastilah dijamin perut buncit cepat mengempis. Eh. .
Lupakan sejenak tentang perut buncit. Ini saatnya menikmati kuliner. Tadinya bakso menjadi pilihan. Di siang hari pastilah segar menyeruput gurih bening segarnya kuah bakso. Tapi ini di Ponorogo. Sayang kalau melewatkan satenya .
Sate ayam Ponorogo sangat terkenal dan legend. Sate ayam dengan irisan tipis melebar yang dicelup air gula dan bumbu rempah, saat dibakar menguarkan aroma yang sulit ditolak.
Tapi, tidak. Kali ini kita ingin mencicipi sate dan gule kambing Ponorogo yang tak kalah terkenal.
Jangan bilang berwisata kuliner di Ponorogo kalau belum mencicipi satenya. Baik sate ayam Ponorogo, maupun sate gule kambingnya.
Di sini, menikmati sate, biasanya dengan gule sekaligus. Kalau di tempat saya, biasanya orang menikmati sate dan gule sendiri -sendiri.
Mas Hendrik dan Mbak Lutfi merekomendasikan sate gule kambing dekat terminal Ponorogo.
Kami sih oke saja.
"Yang rame di dekat terminal Ponorogo, Pak!" Kata Mas Hendrik.
"Oke, kita ke situ saja,"kata Ayah.
Benar saja, sampai di sana pembeli sudah ramai. Beruntung kami masih mendapat tempat duduk.
"Satenya 60 tusuk, gulenya 50 ribu!" Ada pembeli yang memesan untuk dibawa pulang.
Kamipun ikut memesan nasi gule dan sate plus minumnya. Agak sedikit menunggu karena pembeli banyak. Tapi akhirnya tiba giliran kita dilayani.
Yuk kita nikmati sate gulenya dengan mindful Eating. Hehehe...
Tahu kan, Mindful Eating itu apa? Mindful Eating adalah cara makan dengan penuh kesadaran dan melibatkan semua indra untuk menikmati makanan, dari aroma, rasa, asupan gizi dan jumlah makanan yang kita makan.
Yuk, kita mulai dari satenya dulu.
Baru saja disajikan aromanya sudah sukses menggelitik indra. Mindful Eating mulai bekerja.
Aroma karamel, dan daging bakar gurih sedikit berlemak memberi cirikhas tersendiri. Aroma sate yang aduhai.
Potongan daging cukup besar, tak sabar untuk segera digigit dan dikunyah. Tapi sabar dulu, kita amati penampakannya dulu.
Dari atas kita bisa menyaksikan topingnya. Kol yang diiris kecil, bawang India yang diiris tipis, dan sepotong tomat yang semua disajikan mentah menambah kecantikan penampilan sate Pak Santoso.
Satu porsi terdiri dari 10 tusuk. Kuraih setusuk sate dan kuicip. Wow...wow...wow...maknyus!!!
Satenya empuk, jusi, lembut dan lezat pastinya. Rekomended banget pokoknya. Sate termaknyus yang pernah saya nikmati.
Kita sisihkan sebentar satenya. Kita beralih ke gulenya.
Gulenya diletakkan di satu sisi piring, sehingga kuahnya yang melimpah bisa terlihat jelas. Penyajian yang unik.
Gule berkuah kuning ini tidak pedas. Aroma rempahnya juga tidak terlalu kuat. Topingnya ada irisan kol, bawang India, dan irisan tipis daun jeruk.
Isinya jeroan dan tetelan. Lumayanlah, karena ada sate, kita mungkin lebih butuh kuahnya, sementara dagingnya dari sate.Â
Singkatnya, perpaduan gule dan sate ini cukup harmonis dan matching.
Rasanya blended dan lezat. Sudah ya, saya ingin menikmati sate dan gule ini dengan mindful Eating. Jadi butuh konsentrasi dan fokus. Tentunya tujuan tidak tercapai kalau saya sambil mengulas. Jadi mohon ijin untuk menikmati sepenuh hati, hihihi...
Terima kasih. Selamat bertemu di wisata kuliner maupun trip yang lebih menarik.
Salam....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H