Pemerhati sejarah memperkirakan, batu yang susunannya mirip punden berundak itu sebagai tempat pemujaan dewa syiwa yang merupakan peninggalan era kerajaan Mataram Kuno pada masa pemerintahan Mpu Sendok.
Dikutip dari https://ejournal.undiksha.ac.id:
Secara umum Punden Berundak merupakan sarana pemujaan roh leluhur. Sedang  peninggalan Punden Berundak di Pura,  merupakan bentuk peninggalan yang berakulturasi dengan agama Hindu.
Sedang pemerhati budaya yang lain, memperkirakan, kedua batu yang berbentuk Mangkara dan lingga itu merupakan peninggalan Raja Darmawangsa (992 M)dari kerajaan Medang yang merupakan kerajaan penting di Jawa Timur yang berhasil menguasai Sri Wijaya.
Dikutip dari https://ejournal.ihdn.ac.id
 Lingga artefak sebagai media untuk memuja Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewa Siwa. Dari segi bentuknya merupakan lambang Purusa dan Pradana, yang berfungsi  sebagai media untuk memohon kesuburan pertanian kepada Tuhan.
Tapi jika melihat dari nama Petilasan Erlangga yang juga dipergunakan untuk menyebut situs Watu dukun dan sejarah nya, kemungkinan situs Watu dukun ini peninggalan Kerajaan Medang yang ditinggali oleh Erlangga, keponakan sekaligus Menantu Raja Darmawangsa yang berhasil lolos dari serangan Raja Wora wari.
Seperti dikutip dari Wikipedia.com, Airlangga menikah dengan sepupunya Sekar Galuh yang merupakan putri pamannya, Prabu Darmawangsa.Â
Pernikahan yang dilakukan di Wwatan, ibukota kerajaan Medang (sekitar Maospati, Magetan, Jatim), berubah menjadi Mahapralaya(bencana besar) karena pemberontakan Raja Worawari dari Lwaram(diperkirakan ada di Ngloram, Cepu,Blora).
Kerajaan Worawari merupakan sekutu Sriwijaya dan mendapat dukungan kuat wangsa Syailendra untuk memberontak.Â