Acara Inagurasi dan pengambilan scarf telah usai. Saatnya kembali ke rumah masing-masing.
 Mas Hendrik dan ayah mengajak mampir ke Kampung Hindu yang informasinya didapat dari internet.Â
Kebetulan di Ponorogo sepertinya internet cepat sudah merambah ke pedesaan, bahkan daerah-daerah terpencil.
Setelah semua perlengkapan tersimpan rapi di mobil, kita siap menuju kampung Hindu yang viral di internet.
Jalan desa sudah sedikit tertata meski masih ada yang berupa jalan makadam dan beberapa berupa jalan tol.
Suasana pedesaan masih kental dengan kanan kiri penuh pepohon dan tanaman jagung. Kondisi jalan cukup sulit, dengan tanjakan dan turunan yang cukup terjal dan curam. Beruntung skill mengemudi Mas Hendrik bisa diandalkan.
Sekian lama berputar dan menempuh perjalanan sulit, akhirnya kita memutuskan untuk bertanya pada seorang perempuan yang baru saja mencari rumput yang digendongnya.
"Bu, maaf. Mau bertanya, sesepuh kampung Hindu rumahnya sebelah mana?"
"Oh, ini sudah terlewat. Nanti tanya saja rumahnya Mbah Saimin. Yang ada wihara di dekatnya. Gapura itu masuk, naik ke atas, dekat sekolah!"
"Nggih, Bu. Matur nuwun," jawab Mas Hendrik.
"Kok wihara ya? Tanyaku heran. Wihara kan tempat peribadatan umat Budha? Ah, nanti saja kita buktikan bagaimana sesungguhnya.
Singkat cerita, akhirnya kami menemukan rumah Mbah Saimin, letaknya tinggi di atas. Lumayan, bisa nambah acara pendakian. Eh. Hihihi...
Kami disambut putra dan menantu Mbah Saimin, yaitu Pak Wandi dan Bu Wandi. Sedang Mbah Saimin sedang keluar.