Pecinta alam tak terlepas dari pendakian, baik pendakian yang ringan,maupun pendakian berat di gunung yang tinggi. Selain butuh stamina, olah raga ini sangat efektif meratakan perut buncit yang menjadi salah satu topil Kompasiana.Â
PPA Smando Pala dari SMAN Dolopo, Kabupaten Madiun melaksanakan giat Inagurasi dan pengambilan scarf dengan mendaki gunung Cumbri.
Sering-sering melakukan pendakian, dijamin perut semakin rata, dan bisa mengatasi perut buncit, sebab dalam pendakian ada survival, menahan lapar, dan menghemat bekal saat mengakrabi alam yang jauh dari hiruk pikuk penjual makanan.
Bahkan para pendaki dituntut untuk memahami dan bisa memanfaatkan alam dengan mengetahui, tumbuhan alam yang dapat dikonsumsi, dan mana yang beracun.Â
Pendakian merupakan olah raga sekaligus pendidikan karakter yang mengandung banyak pembelajaran positif dan banyak manfaat yang didapat.
Pada hari Jumat-Sabtu, 23-24/2/2024, Smando Pala, ekskul pecinta alam SMAN Dolopo, Kabupaten Madiun melaksanakan Inagurasi dan pengambilan scarf angkatan ke-35, siswa kelas X yang dilaksanakan di Bukit Cumbri yang berlokasi di perbatasan Ponorogo dan Wonogiri.
Rombongan berangkat dari SMAN Dolopo sekitar pukul 17.01 menggunakan moda transportasi truk.
Sementara saya diajak suami untuk ikut mendampingi dengan numpang di mobil Mas Hendrik bersama Mbak Lutfi, istrinya, dan putranya yang masih kecil, Wawa.
Kebetulan suami adalah salah satu pendiri sekaligus pembina Smando Pala 35 tahun yll.Tapi sudah lama tidak menjadi pembina, digantikan oleh yang muda-muda. Kini mendapat undangan panitia untuk ikut mendampingi kegiatan Inagurasi dan pengambilan scarf angkatan ke-35 Smando Pala.
Sedang Mas Hendrik adalah alumni yang sangat menaruh perhatian pada perkembangan Smando Pala dan tergerak jiwa pecinta alamnya untuk ikut mengikuti kegiatan juniornya.
Sampai di lokasi sudah masuk waktu Maghrib, rombongan langsung menunaikan shalat Maghrib berjamaah di mushola tempat basecamp menuju gerbang pendakian bukit Cumbri.
Titik awal pendakian ini terletak di dusun Temon, Desa Pagerukir, kecamatan Sampung, Kabupaten Ponorogo.
Rombongan beristirahat sejenak sambil menikmati makan malam, melaksanakan shalat Isya' dan mempersiapkan pendakian.
Panitia, pembina mulai mempersiapkan acara dan briefing peserta agar pelaksanaan Inagurasi dan pengambilan scarf berjalan aman dan lancar.Â
Tiba-tiba gerimis menyambut malam, sehingga semua peserta dipersilahkan memakai jas hujan sambil mempersiapkan pendakian dan mendapat breifing dari Mas Hendrik.
Sekitar pukul 22.00 wib, hujan reda, jas hujan kembali dilipat  dan dicopot.Â
Rombongan mulai berangkat, dan sejak memasuki gerbang bukit Cumbri, peserta mulai berjalan sendiri - sendiri dengan panduan sebatang lilin sebagai penerang yang ada di setiap pos.
Ada panitia yang berjaga di setiap tikungan, atau tanjakan yang menjadi pos pemberhentian untuk menjaga peserta tetap berada di jalur yang seharusnya. Tapi mereka hanya berdiri dan mengawasi diam-diam.
Pada sesi ini peserta dilatih cermat dan teliti melalui Medan, juga melatih keberanian, survival dengan bekal yang dibawa di tas punggung, dan kemampuan menguasai Medan.
Saat pemberangkatan ada yang sempat bernegosiasi dengan panitia.
"Kak, saya harus berdua dengan bestie,saya. Saya takut"
"Tidak ada dispensasi dan prioritas. Semua harus jalan sendiri -sendiri!"
Pesertapun langsung diam, tidak berani membantah lagi.
Galak, ya..!
Tapi memang begitu. Pecinta alam memang dunia keras. Sebenarnya para pecinta alam adalah pribadi yang suka menolong dan mempunyai jiwa kesetiaannya kawanan yang bagus, tapi saat di gunung, tentunya kita harus mandiri.
Sebisa mungkin tidak merepotkan orang lain, meski biasa saling tolong menolong.
Kembali peserta diberangkatkan satu persatu berbekal perlengkapan serta bekal di punggung. Berjalan dalam gelapnya malam untuk mencapai puncak Cumbri dengan tanjakan yang cukup terjal menjelang puncak.
Ada nyala lilin di setiap pos yang menjadi pedoman peserta untuk menghampiri. Setiap pos ada kakak panitia yang menjaga, meski tidak kelihatan entah di mana posisinya.
Di setiap pos, peserta harus mengucapkan salam dan menyebutkan identitas diri.
"Salam rimba!"
"Saya Ainy, umur 16 tahun. Sru (grup) Semeru. Siap menerima materi!"
Jika ada materi yang akan diberikan, kakak panitia akan langsung mengeluarkan suara untuk memberi materi kepecinta alaman.Â
Jika tidak ada respon, peserta bisa melanjutkan ke pos berikutnya.
Tapi jika ada pemberian materi, peserta harus mengikuti terlebih dahulu.
Setelah selesai pemberian materi, peserta bisa melanjutkan ke pos berikutnya.
Pada acara kali ini, panitia masih berbaik hati menambah petunjuk dengan lampu senter. Tapi pada Inagurasi jaman Kiwari, eh...cahaya pyur hanya dari nyala lilin.
Sebenarnya, di puncak sudah menunggu para pembina, tapi ini dirahasiakan. Agar peserta lebih mandiri, percaya diri, dan mengandalkan kemampuan diri.
Namun pada acara Inagurasi dan pengambilan scarf kali ini, menurut Mas Hendrik jauh lebih mudah dari angkatannya dulu.
Mungkin karena jaman sudah berubah. Dulu saat malam Inagurasi, lokasi awal sangat terisolir, tidak ada warung makan sama sekali seperti saat ini.
Peserta hanya berbekal tas punggung berisi perlengkapan standar pendakian. Bekal makanan juga dibatasi. Misal mie instan hanya 2 bungkus dan minuman yang dibawa hanya 2 botol dan harus cukup sampai turun dari pendakian.
Untuk menghemat bekal, mereka bisa mengonsumsi dedaunan yang ditemui, atau buah liar yang tumbuh di gunung. Bahkan minum air mentah dari  mata air yang ditemui.
Sepertinya giat seperti ini sangat efektif mengatasi perut buncit. Eh ..
Bahkan ada acara saat mata ditutup, dan mereka disuapin cacing. Begitu narasi panitia.
Tapi saat memejamkan mata, sebenarnya mie yang disiapkan. Jadi saat lulus Inagurasi dan pengambilan scarf, mereka betul-betul menjadi pecinta alam yang tangguh.
Malam yang mencekam telah terlewati. Rombongan sudah sampai di puncak Cumbri dan mengadakan upacara di sana.
Selesai upacara dan beristirahat sejenak, peserta diminta memunguti sampah yang tak terurai agar tempat kembali bersih.
Sebagai pecinta alam, di samping menjaga kelestarian alam, mereka juga dididik untuk menjaga kebersihan lingkungan.
Sebelum turun, anggota rombongan juga mengibarkan bendera Smando Pala di puncak Cumbri 638 m dpl.
Alhamdulillah, acara Inagurasi dan pengambilan scarf PPA Smando Pala angkatan ke-35 telah berlangsung lancar, aman, dan semua sehat.
Tentunya ini menjadi pengalaman berharga dan menjadi langkah awal bagi angkatan ke-35 untuk melakukan pendakian yang lebih berat.
Meski pendakian yang dilakukan hanya pada ketinggian puncak Cumbri 638 dpl, tapi trek yang penuh tanjakan cukup terjal dan berat, serta melelahkan, butuh stamina yang bagus.
Lain waktu saya tulis juga pengalaman pribadi saya naik puncak Cumbri. Tentunya tak kalah seru. Hehehe..
Ditunggu ya...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H