Awal di Madiun, saya sering terpukau melihat bangunan yang satu ini. Anggun dan kokoh, tapi seperti tak tersentuh.
Pilar-pilarnya terlihat perkasa. Berdiri gagah dan angkuh sekaligus berkelas.
Komplek Bakorwil I Madiun adalah salah satu gedung peninggalan kolonial Belanda yang ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya Peringkat Kota berdasarkan Keputusan Walikota Madiun.
Komplek Gedung Bakorwil I ini membentang dari jalan Kartini sampai jalan Jawa.
Di komplek ini sekarang juga dimanfaatkan sebagai gedung dinas pendidikan dan Kebudayaan yang belum mempunyai gedung sendiri.
Pada tahun 2022, Bakorwil I Madiun melaunching program inovasi Destinasi Wisata Residen Gedung Bakorwil I Madiun atau disingkat "DEWA RESI".
Program ini bertujuan :
1. Meningkatkan kunjungan masyarakat umum ke kompleks Bakorwil I, paling tidak naik 5 kali lipat.
2. Mengenalkan sejarah perkembangan Gedung Bakorwil I Madiun sebagai eks gedung Karesidenan Madiun.
3. Mengenalkan kepada generasi muda akan pentingnya sejarah nasional Indonesia dan menanamkan nilai nasionalisme.
Untuk manfaat yang lebih luas, Bakorwil memberikan fasilitas kepada masyarakat untuk berwisata di Gedung Bakorwil I Madiun.
Gedung Bakorwil bisa dijadikan wisata sejarah yang merupakan bagian dari pariwisata berkelanjutan. Melestarikan sejarah bangsa meski merupakan jejak kolonial yang merupakan sejarah perjalanan panjang sebelum merdeka.
Wisata sejarah bisa menjadi pariwisata berkelanjutan karena bukti nyata sejarah bisa dilihat fisiknya, sehingga memberi gambaran jelas tentang arsitektur dan akulturasi budaya bangsa yang terjaga sejarah dan kelestarian nya.
Fasilitas ini bertujuan agar masyarakat memahami sejarah, juga mengenal, memahami keberadaan, tugas dan fungsi Bakorwil I Madiun.
Sejarah Gedung Bakorwil I Madiun
Awalnya,Gedung Bakorwil ini merupakan rumah dinas untuk kediaman Residen Madiun.
Dibangun pada masa Residen pertama Madiun, Loudewijk Launij pada tahun 1831.
Loudewijk Launij menjabat dari tahun 1830 sampai dengan tahun 1838.
Karesidenan Madiun membawahi 1 kota dan 5 kabupaten, yaitu.
1. Kota Madiun.
2. Kabupaten Ngawi
3. Kabupaten Magetan
4. Kabupaten Madiun
5. Kabupaten Ponorogo
6. Kabupaten Pacitan
Model pembagian adminstratif Karesidenan mulai diperkenalkan untuk pertama kalinya pada masa pemerintahaan Letnan Gubernur Hindia Belanda Sir Stamford Bingley Raflles (1811-1816).
Gedung Bakorwil kala itu menjadi rumah dinas residen. Sebutan untuk orang yang mengepalai Karesidenan.
Provinsi yang mempunyai karesidenan hanyalah provinsi yang ada di pulau Jawa, Kalimantan, Sumatera, Bali, Lombok, dan Sulawesi.
Pada masa pendudukan Jepang, rumah ini tetap dipertahankan menjadi kediaman Residen Madiun. Tetapi istilahnya diganti dengan bahasa Jepang, yaitu Syuco.
Syu artinya karesidenan.
Syuco berarti orang yang memimpin syu, atau sama dengan residen.
Karesidenan dihapus dengan terbitnya Peraturan Presiden No. 22 tahun 1963 tentang Penghapusan Karesidenan dan Kawedanan.
Setelah dihapus, posisi residen digantikan oleh pembantu gubernur. Dan kini pembantu gubernur berubah menjadi Badan Koordinasi wilayah (bakorwil)
Nama Badan Koordinasi Wilayah (Bakorwil) bertahan sampai sekarang.
Oleh karena itu, rumah dinas yang semula merupakan kediaman residen, kini otomatis berubah menjadi rumah dinas Bakorwil.
Bakorwil merupakan badan yang membantu gubernur dalam menyelenggarakan fungsi koordinasi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah di wilayah kerjanya.
Bakorwil dipimpin oleh Kepala Bakorwil yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada gubernur melalui Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi.
Tugas Bakorwil adalah :
-membantu gubernur dalam melakukan koordinasi, pembinaan, pengawasan, supervisi, monitoring dan evaluasi terhadap :
-penyelenggaraan pemerintahan
-pembangunan
-tugas pembantuan
-optimalisasi pengembangan potensi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Bangunan-bangunan peninggalan kolonial Belanda di Kota Madiun ditetapkan sebagai cagar budaya peringkat kota yang dijaga kelestariannya.
Bangunan cagar budaya di Madiun tetap dimanfaatkan sesuai fungsinya, tapi dipugar dan direvitalisasi tanpa mengubah arsitektur aslinya.
Kini bangunan-bangunan peninggalan kolonial Belanda itu terlihat kokoh, cantik dan indah dengan arsitekturnya yang kuno, unik dan antik, tapi terlihat baru, bersih dan berkelas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H