Berawal dari unggahan seorang teman di Instagram tentang Si-Bi-Trem, tempat nongkrong asyik di bawah pohon trembesi membuat saya penasaran.
Si-Bi-Trem yang awalnya berupa kafe di lingkungan perhutani kini telah bermetamorfosa menjadi Pusat Jajanan Serba Ada (pujasera) yang diisi oleh Paguyuban UMKM di lingkup Kota Madiun.
Pemberdayaan UMKM merupakan salah satu upaya untuk mencapai kemiskinan ekstrem turun menjadi 0%.
Ketersediaan tempat usaha membuat gairah UMKM tumbuh dan pulih lebih kuat yang sangat berpengaruh terhadap kondisi perekonomian negara, mengingat UMKM adalah penopang perekonomian yang harus didukung dan difasilitasi.
Pujasera yang beralamat di jalan Rimba Jaya no 7 Kota Madiun ini awalnya sebuah kafe. Namun kini menjadi tempat menikmati jajanan yang digawangi para pelaku UMKM.
Pelan-pelan saya memasuki area Si-Bi-Trem sambil mengamati kuliner yang ditawarkan setiap lapak. Ternyata sangat menarik dan beragam, sebab saya datang sendiri dan di rumah pun cuma sama suami, jadi tidak banyak yang bisa saya nikmati mengingat kapasitas perut terbatas.
"Nasi krawu,Bu!" Salah satu penjual ramah menawarkan dagangannya.Â
"Nggih, Bu!" Kataku sambil tersenyum. Menarik sebenarnya. Tapi saat itu sudah menjelang siang dan suasana panas. Aku ingin yang segar-segar.
"Kalau soto ayam sebelah mana ya,Bu?" Tanyaku.
"Itu,Bu. Sebelah barat. Soto Lamongan!"
"Iya,Bu. Terima kasih!" Ternyata di sini pedagangnya kompak, saling mendukung.
Lapak soto Lamongan ini juga menyediakan rawon daging, aneka gorengan dan sundukan dengan harga terjangkau. Gorengan hanya seribu/potong.
Aku memesan soto ayam dan segelas es jeruk. Semangkok soto seharga 6 ribu dan segelas es jeruk 4 ribu rupiah. Jadi cukup merogoh kocek 10 ribu sudah bisa makan siang plus minum di sini.Â
Menikmati lezatnya soto Lamongan membuatku kenyang. Sebentar lagi adzan dhuhur berkumandang. Saatnya pulang. Sebenarnya di lokasi Si-Bi-Trem juga tersedia mushola. Tapi rasanya lebih baik aku pulang dan shalat di rumah saja.
 Tapi terlebih dulu membungkus makanan kesukaan Ayah, lontong kikil. Tadi seperti nya aku membaca tulisan lontong kikil. Ayuk dicari dulu.
Pelan-pelan aku mengamati lapak-lapak yang berjajar.
Ada aneka minuman, ayam geprek, ayam panggang, jajanan, es teh Solo, Â kopi, Â jamu, Â dan banyak varian makanan lain.
Nah, akhirnya ketemu nih lapak lontong kikilnya.
"Lontong kikil nya ada Mbak?"
"Ada, Bu. Silakan duduk dulu, saya siapkan pesanannya, nanti saya antar"
"Bungkus saja Mbak, saya tunggu di sini saja!"
"Sudah lama Mbak, jualan di sini?"
"Baru sekitar 2-3 bulan Bu!"
"Oh, ini lahan perhutani ya Mbak. Kok banyak pohon besar."
"Iya, Bu. Ini dikelola paguyuban UMKM."
"Ini sistem sewa, atau bayar per hari?"
" Sewa,Bu. Limaratus ribu per bulan."
"Sewanya sama semua, Mbak?"
"Tidak, Bu. Beda-beda."
"Oh..! Boleh memfoto daftar harganya Mbak?"
"Boleh. Monggo,Bu!"
Aku mengambil daftar harga dan memfotonya.
Harga kuliner di sini relatif terjangkau. Rata-rata 12 ribu per porsi.Â
Lontong kikil, nasi babat, nasi iso, nasi paru dibandrol 12 ribu/porsi. Sedang nasi telur penyet cukup merogoh kocek 10 ribu rupiah.
"Ini kalau hari Sabtu Minggu ramai,Mbak?"
"Alhamdulillah Bu. Kalau hari biasa,ramai juga. Tapi waktu jam makan siang atau istirahat pegawai."
"Oh, Alhamdulillah ya Mbak. Berarti tiap hari ada konsumen nya."
"Iya,Bu!"
Tak lama pesanan saya sudah siap. Kikil kuah yang lumayan banyak, 1 buah lontong utuh dan kerupuk udang. Tak ketinggalan sambal dan jeruk nipis. Lengkap deh.
Aku segera membayar dan mengucap terima kasih pada Mbak Fitri. Saatnya pulang.Â
Parkir motor di Si-Bi-Trem cukup 2 ribu rupiah. Kalau suatu saat ke Madiun, bisa mampir di sini, atau mampir di spot-spot kuliner yang banyak bermunculan di Madiun.
Lokasinya tidak terlalu jauh dari Stadion Wilis Kota Madiun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H