Mohon tunggu...
Isti Yogiswandani
Isti Yogiswandani Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Rahasia Berburu Durian Lokal: Meski Murah, Daging Buahnya Gemoy

20 November 2023   19:43 Diperbarui: 6 Desember 2023   09:36 774
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berburu Durian Lokal. Meski Murah, Daging Buahnya Gemoy. 15 ribuan(dokpri)

Musim durian telah tiba Berburu Durian Lokal. Meski Murah, daging buahnya gemoy. Manis juga sih, dengan sedikit rasa pahit yang khas durian.

Hari Minggu kemarin aku baru pulang dari mengunjungi Youth moslem Fair di Madiun. Berhubung hampir masuk waktu dhuhur, aku langsung pulang. 

Sebenarnya bisa sih, shalat di masjid agung, atau di masjid mana saja. Tapi tadi juga dipesan sama Ay, nggak boleh lama-lama.

Kalau perginya sama Ay, biasanya tinggal mampir masjid, jadi nggak tergesa-gesa. Tapi tadi Ayah katanya mau membuat soal yang sudah hampir deadline. Jadinya pergi sendiri.

Bisa semau gue sebenarnya. Me time, hehehe...

Kebetulan lewat Pasar Pagotan, di dekat rel loko pengangkut tebu ada lapak penjual durian. Di situ duriannya bagus-bagus dan harganya agak miring, karena langsung mengambil dari sentra durian segulung. Jadilah aku berbelok dan mampir ke situ.

Berburu Durian Lokal. Meski Murah, Daging Buah Gemoy. Pedagang durian mulai banyak bermunculan (dokpri)
Berburu Durian Lokal. Meski Murah, Daging Buah Gemoy. Pedagang durian mulai banyak bermunculan (dokpri)

Aku segera memarkir sepeda motor dan mendatangi salah satu pedagang durian. Pembeli masih jarang, mungkin karena panas-panas,  hampir dhuhur lagi.

 Biasanya orang lebih suka belanja durian saat sore hari. Di antara waktu ashar dan Maghrib. Ada juga yang suka beli durian malam hari.

"Berapaan, Mbak?" Aku langsung asyik pegang-pegang durian. Pegang yang paling besar, padahal belinya yang paling kecil. Hihihi...

"Mau pilih yang mana? Seratus ribu dapat lima ada. Seratus ribu dua, ada! Seratus ribu tiga, ada!"

"Yang ini?" Tanyaku.

"Itu 50 ribu!"

"Kalau yang ini?" Kuambil yang paling kecil dan kucium. Kupilih yang warnanya hijau, yang kupikir masih baru dipetik dari pohon.

"Itu seratus ribu dapat lima!"

"Walah. Aku cuma mau beli satu, kok!" Kataku sambil meringis.

Ini pengaruh gentrifikasi. Orang kota tuh sukanya ngeborong. Jadi biasanya langsung kasih uang seratus ribu, minta dipilihin yang bagus. Nggak peduli dapat berapa.

Mungkin bagi orang kota, uang 100 ribu itu receh. Padahal bagi Aku, 100 ribu itu pecahan uang terbesar. Eh...

"Kalau satu, pilih yang besar sekalian,Bu!" Kata Mbak Yamir. Begitulah namanya ketika aku tanya.

"Aku mau beli satu, tapi yang paling murah!" Hahaha...!" Nyinyir banget ya, Aku.

"Beli yang besar, nanti kalau nggak enak, gimana Mbak?"

"Kalau nggak enak, atau masih mentah, saya ganti!" Kata Mbak Yamir memberi jaminan. Boleh juga nih...

"Ini coba Mbak. Dibuka ya,yang ini harganya berapa?" Aku pilih yang terkecil, tapi sudah mengeluarkan aroma durian. Pertanda sudah matang. 

"Ini 20 ribu!"

"Lima belas, ya! Kan nyobain dulu. 

"Ya, sudah. Boleh. Mau dibuka di sini?" 

"Iya!"

Mbak Yamir cekatan membelah pucuknya dengan pisau tebal. Pangot, biasa disebutnya.

"Ini,Bu!"

"Sini kucobain!" Kucoba sebiji. Hemmm...enak. Sudah matang betul dan daging buahnya lumayan tebal.

"Ya sudah Mbak.Ditutup lagi dan diikat ya! Sama ini, satu lagi. Dibuka dulu buat dicicip!"

Mbak Yamir membelah durian satu lagi.

"Ini, Bu!" Katanya.

"Kok masih keras ya, Mbak? Sepertinya belum matang," kataku.

"Ya sudah. Saya ganti saja. Saya pilihkan ya,Bu!"

"Iya, Mbak. Sama dibelah sekalian!"

"Ini, Bu!"

Kuambil sebiji dan kumakan.

"Hemmm..nyamnyam. Enak ini Mbak. Pas banget legitnya, rasanya manis dan kematangan nya pas. Sudah Mbak, ditutup lagi. Sama diikat ya, biar mudah dicantolin di motor!"

"Dua jadinya tiga puluh ribu ya, Mbak?"

"Tambahin 5 ribu dong, Bu!"

"Nggak ada lima ribuan. Besok kalau pengin durian aku ke sini deh! Biar buat penglaris dan langganan!"

"Ya sudah. Terima kasih,Bu!"

"Sama-sama!"

Aku segera ngebut biar tidak telat waktu dhuhur.

Berburu Durian Lokal. Meski Murah, Daging Buahnya Gemoy. 15 ribuan(dokpri)
Berburu Durian Lokal. Meski Murah, Daging Buahnya Gemoy. 15 ribuan(dokpri)

"Mas...kubeliin durian!"

Gantian deh, biasanya Ayah yang teriak-teriak kalau pulang-pulang nenteng durian. Kulempar aja di lantai teras. Hihihi..

Bangga kan, bisa ngebeliin suami. Apalagi tadi sudah kucicip dan enak.

"Deeek....kamu beli bayi durian ya, kok kecil-kecil amat?"

Duh, nih orang. Tinggal kabur aja kalau gitu.

"Bukaannn....Itu rambutan raksasa!" Jawabku sewot, sambil berlari ke belakang.

"Deeek...kok lari-lari kenapa?" Suamiku mengejar aku yang terbirit-birit.

"Mau ke toilet!" Hahaha...

Tak kupedulikan suamiku yang mengomel #$@&**!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun