Mohon tunggu...
Isti Yogiswandani
Isti Yogiswandani Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Pantai Teleng Ria, Saatnya Belanja dan Makan Siang Bersama

7 November 2023   13:58 Diperbarui: 7 November 2023   14:53 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menikmati senja di Pantai teleng ria bersama keluarga, 7 tahun yll (dokpri) 

Pantai Teleng Ria. Saatnya Belanja dan Makan Siang Bersama.

Meski bukan makan siang istana, tetap saja berkesan dan membangkitkan selera.

Ah, Kau bisa saja!

"Pantai lagi...pantai lagi...!"

"Lagi-lagi pantai, yang lain dong!"

"Eits...jangan salah! Meski sama-sama pantai, kondisi dan tujuan yang bisa diperoleh berlainan,lho!"

"Masaaa'!"

"Yoi!" Yuk dikepoin!"

Berlainan dengan Pantai Pidakan yang lokasinya agak tersembunyi oleh kontur tanah yang lumayan aduhai, Pantai Teleng ria terletak di dekat, bahkan tengah kota.

Jalannyapun relatif datar-datar saja.

Jika Pantai Pidakan sangat cocok untuk observasi Biota laut dan mungkin penelitian atau pembelajaran, maka Pantai Teleng ria lebih cocok untuk bersantai bersama keluarga.

Pantainya sudah lebih tertata, meski mungkin suasananya lebih menarik saat masih alami. 

Pertama datang ke Pantai Teleng ria sekitar 30 tahun yang lalu saat ada field trip geologi dan klimatologi waktu masih kuliah dahulu kala. Suasananya sepi, tapi viewnya bagus.

Pantai teleng ria 30 tahun yll saat fieldtrip geologi dan klimatologi (dokpri) 
Pantai teleng ria 30 tahun yll saat fieldtrip geologi dan klimatologi (dokpri) 

Sedang terakhir ke pantai teleng ria saat kami berwisata sekeluarga 7 tahun yang lalu.

Sampai Pacitan siang hari, setelah makan siang dan shalat dhuhur kami istirahat di penginapan. 

Sehabis ashar, kami ke Pantai Teleng ria sampai saat maghrib tiba. 

Dari penginapan kira-kira cuma 10 menit, sebab Pantai teleng ria memang Pantai terdekat yang berlokasi di dalam kota. 

Menikmati senja di Pantai teleng ria bersama keluarga, 7 tahun yll (dokpri) 
Menikmati senja di Pantai teleng ria bersama keluarga, 7 tahun yll (dokpri) 

Kini, Pantai Teleng Ria sudah lebih terlihat sebagai tempat wisata dengan banyak rumah makan di sekitar nya, dan bidak-bidak penuh ikan laut yang sudah diolah.

Semua ikan terlihat menggiurkan, tinggal memilih mana yang diinginkan. Perkilo sekitar 75-100 ribu dan sudah digoreng.

"Ayuk,Bu. Silakan dicicipi!" Ibu penjual menawari ku. Aku cuma nyengir. Tidak terlalu berminat sepertinya.

Sebenarnya aku ingin ikan laut yang segar, jadi saat dimasak nanti bisa empuk dan jusi.

Sedang ikan yang dijual ini sudah digoreng, tinggal makan. Tapi biasanya aku suka mengolahnya lagi menjadi menu lain.

 Padahal ikan laut kalau sudah dimasak ulang biasanya menjadi alot dan liat. Rasanyapun sudah "sepo". Seperti buah yang sudah diperas. Kalau ikan laut mungkin seperti ikan tuna yang sarinya sudah diambil untuk petis.

Bermacam oleh-oleh ikan laut yang bisa dibeli. Cumi bakar, tongkol asap,wader laut krispi, tuna goreng, cumi goreng, tengiri, tahu bakso, dll(dokpri) 
Bermacam oleh-oleh ikan laut yang bisa dibeli. Cumi bakar, tongkol asap,wader laut krispi, tuna goreng, cumi goreng, tengiri, tahu bakso, dll(dokpri) 

"Ini, Bu. Mencicipi saja, boleh kok!" Ibu penjual menyodorkan potongan ikan goreng yang menggiurkan.

"Ya, Allah. Aku tergoda. Hiks!

Kucicipi daging ikan tanpa tulang. Kalau istilah bapak dulu, namanya nggamol. Kalau anak sekarang mungkin bilangnya gemoy, hihihi...

Sehabis puas mencicipi, aku beli ke tempat lain dan mencicipi lagi. Eh...Enggak lah! Hahaha...

Ngeborong ya, Bu. Hehehe.. (Dokpri) 
Ngeborong ya, Bu. Hehehe.. (Dokpri) 

Akhirnya aku beli cumi. Setengah kilo saja. Itu tadi ayah yang pesan. Kalau aku sih,suka juga sih. Hehehe.. 

"Sudah, sama Ibu setengah kilo 45 ribu saja. Biasanya sekilo 100 ribu" Kata penjualnya. Diplomasi penjual yang sudah menjadi rahasia umum. Pada semua orang bilangnya begitu.

Setengah kilo ternyata banyak. Di timbangan ditaruh anak timbangan 500 gram. Tapi nimbangnya dilebih-lebih. Ditambah-tambah. Mungkin si ibu senang dagangannya ada yang beli. Dari tadi yang laris penjual sebelah. Jadi saat ada yang beli, ditaruh-taruh saja ikannya. Nggak Eman blas!

Mungkin hasil tangkapan suaminya, bukan kulakan, jadi dibeli berapapun dianggap untung, hihihi..

"Itu apa,Bu?"

Kulihat ada ikan panggang yang memanggangnya belum terlalu matang. Itu sesuai yang kucari. Jadi nanti kalau di rumah mau dibuat kalakan, tumis, Lombok ijo, kuah kuning, atau Asam manis, dagingnya masih empuk dan jusi.

"Ini ikan panggang! " Jawab ibu penjual. Menyebutkan nama ikannya, tapi aku lupa. 

"Nih, Bu. Kembaliannya 25 ribu!"

"Iya,Bu. Terima kasih. Itu wader krispinya berapa, Bu?"

"Sekilo 75 ribu, kalau seperempat 20 ribu. Beli 10 ribu juga boleh!"

"Seperempat seberapa,Bu? Coba ditimbang!"

Ternyata seperempat lumayan banyak. Mungkin karena kering, krispi dan ringan.

Ya sudah, beli seperempat saja, bisa buat camilan.

Wader krispi. Enak buat camilan, sekilo cuma 75 ribu (dokpri)
Wader krispi. Enak buat camilan, sekilo cuma 75 ribu (dokpri)

Sudah, cukup. Sama tambah 2 bungkus bakso tahu tuna. Harus segera beranjak nih. Nanti bisa-bisa semua diborong kalau nggak pergi-pergi. Hahaha...

Para bapak juga sudah selesai shalat. Saatnya melanjutkan perjalanan.

Sementara ibu-ibu belanja oleh-oleh, bapak-bapak menunaikan shalat dhuhur dan ashar dijamak sekalian. 

Berhubung masjidnya agak jauh, ibu-ibu memutuskan untuk menunaikan shalat nanti saja sekalian makan siang di RM Bu  Gandos. Semoga josss juga, ya.  Hihihi... 

RM Bu Gandos masih berada di kompleks Pantai Teleng ria. Siang itu pengunjung padat, beruntung Bu Hetik cekatan memesan tempat dan paket makan bersama untuk rombongan. 

Ibu-ibu yang tidak berhalangan menunaikan shalat terlebih dulu, sedang yang lain makan siang, biar tempatnya tidak terlalu sesak. 

Aroma ikan bakar mencolek rasa. Membangkitkan nafsu makan. Beberapa menu bisa dipesan berombongan.

Aroma ikan bakar menguar, membangkitkan selera makan, apalagi perut lapar karena sudah saatnya makan siang (dokpri)
Aroma ikan bakar menguar, membangkitkan selera makan, apalagi perut lapar karena sudah saatnya makan siang (dokpri)

Ada ikan bakar, cumi, cah kangkung, oseng terong, udang goreng, dan menu lain yang membangkitkan selera, ditambah sambal kecap yang manis. 

Ini saya suka, sebab kalau pakai sambal kecap nggak bakalan kepedasan, kalah sama rasa manisnya. Ah, aku memang suka yang manis-manis, hehehe...

Makan siang bersama di RM Gandos, Pantai Teleng ria, Pacitan (dokpri)
Makan siang bersama di RM Gandos, Pantai Teleng ria, Pacitan (dokpri)

Akhirnya, shalat sudah. Makan siang sudah. Sungguh nikmat meski bukan makan siang istana.  Eh jadi mager. Penginnya leyeh-leyeh, berbaring, mata menyipit dan tidur. Waduh ..

"Ayo foto-foto dulu sebelum pulang!" Ajak Bu Yuli.

"Yuk... semangat deh, kita. Hehehe..

Foto bersama sebelum pulang di RM Bu Gandos. Ayo semangat ... semangat...! (dokpri).
Foto bersama sebelum pulang di RM Bu Gandos. Ayo semangat ... semangat...! (dokpri).

Rombongan kembali masuk mobil siap melanjutkan perjalanan. Tapi sepertinya semua sudah kenyang dan terkantuk-kantuk. 

"Ibu-ibu, mau mampir pemandian dan terapi atau langsung pulang?" Tanya Bu Hetik.

Tapi tidak ada yang menjawab. Mungkin sudah puas dan capek.

Membayangkan harus jalan kaki ke pemandian terapi, sepertinya sudah tak kuat. Eh ..

Ya sudah. Yang penting tujuan utama ke pantai Pidakan untuk observasi Biota laut sudah sukses terlaksana. Akhirnya kita memilih pulang saja.

Alhamdulillah. Sampai jumpa lagi. Sayonara...

Semoga perjalanan ini membawa manfaat.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun