Mohon tunggu...
Isti Yogiswandani
Isti Yogiswandani Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Tulisan Saya di Kompasiana yang Idenya Terlaksana

23 Oktober 2023   11:04 Diperbarui: 23 Oktober 2023   12:01 790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Piknik tipis-tipis sambil mencari ide dan mengumpulkan bahan tulisan untuk Kompasiana (dokpri)

Kalau melihat dokumentasi Kompasiana, artikel pertama saya tertulis pada 24 Juli 2012.

Pada tahun itu, saya menulis 5 artikel. 

"Setahun 5 artikel?"

"Iya!" Hehehe...

Malah setelah itu mengalami Hiatus dalam menulis. Ada tahun-tahun yang saya sama sekali tidak menulis.

Saya kembali aktif menulis, dengan rata-rata sehari satu artikel sejak 2 tahun yang lalu hingga sekarang.

Dengan menulis hobi saya piknik tipis-tipis maupun ke luar daerah bisa tersalurkan sekaligus bersamaan dengan hobi menulis.

Ada artikel saya yang menurut saya agak gila. Bahkan saya sempat menyangsikan kewarasan saya saat menulis artikel itu.

Tapi sebenarnya menulis semaunya itu memang karakter saya. Eh ...(emoticon menangis sambil tertawa)

Saya kurang suka jika harus menulis dengan banyak syarat. Tak heran saya jarang ikut lomba. Karena dalam lomba biasanya banyak syarat yang diberikan.

 Saya memilih menulis bebas, paling tidak itu bisa menjadi healing  dan hiburan buat saya pribadi.

Kembali membaca artikel yang saya maksud, saya bisa tersenyum sendiri. Bahkan dalam artikel saya malah ngakak. Sungguh tak ada jaim-jaimnya.

Artikel itu memang terasa agak gila, meski menurut saya tetap bernalar dan logis.

Buktinya apa yang saya tulis dalam artikel  dilaksanakan dalam penyelenggaraan negara. 

Eh, apaan tuh? Kayaknya kok hebat bener? Hahaha...

Artikel yang menurut saya berkesan (dokpri)
Artikel yang menurut saya berkesan (dokpri)

Judul artikel saya adalah Pilkada ( buat apa susah, buat apa susah tak ada gunanya)

Judulnya mungkin mirip dengan syair lagu. Tapi tentu saya tidak bermaksud plagiat, sebab konteksnya sangat berbeda.

Dan ini link artikel nya : https://www.kompasiana.com/istiyogi/587ef93fd57a61cc05a91e19/pilkada-buat-apa-susah-buat-apa-susah-tak-ada-gunanya

Lucunya, dalam artikel itu saya dipanggil Pak Pib. Awal menulis saya memakai nama "Pib Everything."

 Pib adalah panggilan teman-teman untuk saya yang didapat dari bahasa gaul. Sedang everything karena saya menulis apa saja. Bukan hanya gado-gado. Tapi bahkan sampai gado-gado betulan. Hehehe..

Kuliner memang salah satu artikel favorit saya. Beruntung Kompasiana memberi ruang untuk bidang kuliner. Bisa mengeksplor pengetahuan kuliner tentang berbagai masakan.

Meski ada yang beranggapan, Kompasiana hanya kanal untuk para pakar di bidangnya.

Terkadang ada yang menegur saya mengunggah gambar makanan dan menulis tentang kuliner.

Tentunya agak mengherankan.Dengan tersedianya kanal kuliner (foodie) tentunya artikel tentang kuliner mempunyai hak yang sama untuk diisi seperti halnya kanal lain.

Mungkin sakit hati atau jengkel karena artikel yang ditulis kurang diminati, sehingga mencari kambing hitam orang yang dianggap lemah dan tidak bermanfaat seperti artikel foodie yang saya tulis..

Padahal, untuk orang lain yang tidak berminat, pastilah artikel apapun yang tidak sesuai minat dan passion nya juga menyebalkan.

Tapi "It's okay!" Saya memaklumi.

Sebagai orang yang hampir mencapai usia kepala 5, tentunya saya sudah bisa lebih bijak memahami dan memaklumi kemarahan dan emosi orang yang kecewa.

Saya bisa memahami psikologi dan emosi orang semacam itu karena sudah kenyang mengakrabi asam, garam, gula,cabe. Eh....kuliner lagi dung. Hihihi...

Terkadang rasa tepa slira itu tidak dipunyai  banyak orang. 

Apa yang kita rasakan, bisa jadi juga dirasakan orang lain. Jika kita tidak suka artikel orang lain, bisa jadi orang tersebut juga tidak menyukai artikel yang kita tulis.

Begitulah. Jika mempunyai rasa tepa slira, kita akan merasa nyaman dan tidak membenci, iri dan dengki dengan artikel orang lain dan menganggap artikel sendiri lebih bagus dan bermanfaat, sedang artikel orang lain hanya artikel sampah.

Pembelajaran seperti itu juga saya dapat dari Kompasiana.

Yang penting kita menulis sesuai keinginan dan kemampuan diri. Bukan plagiat, tidak menghakimi, dan mengapresiasi sesama kompasianer, kanal apapun yang ditulisnya.

Beruntung sebagai ibu rumah tangga, tentunya semua bidang harus dikuasai untuk mengatur rumah tangga, mendidik anak dan mendampingi suami. Hehehe.

Mungkin artikel saya terlalu realistis, rasional atau bahasa saya yang lugas, jadi saya sering dianggap lelaki saat menulis di Kompasiana.

Saya memang bukan tipe perempuan lembut. Lebih suka apa adanya.

Kembali pada artikel saya tentang pilkada, gaya  bahasanya memang campur aduk dan mungkin jauh dari formal.

Menulis pilkada dalam bahasa kuliner yang agak menggelikan.

Agak gila ya.

Coba kita lanjut membaca. Saat itu memang saya baru saja  menyaksikan debat pilkada Jakarta.

Tangkapan layar tulisan saya yang semau gue (dokpri)
Tangkapan layar tulisan saya yang semau gue (dokpri)

Tangkapan layar tulisan saya yang semau gue (dokpri)
Tangkapan layar tulisan saya yang semau gue (dokpri)

Input sumber gambar (dokpri)
Input sumber gambar (dokpri)

Input sumber gambar dokpri 
Input sumber gambar dokpri 

Mungkin artikel lengkapnya bisa dibaca utuh di link yang sudah saya berikan.

Input sumber gambar dokpri 
Input sumber gambar dokpri 

Dalam artikel itu, saya mengusulkan, supaya para peserta kontestasi sebaiknya tetap mendapat tempat dalam pemerintahan sesuai kompetensinya.

Sehingga orang-orang terbaik itu tetap berperan dalam penyelenggaraan pemerintahan. 

Jadi tidak tersingkir ketika kalah pilkada, sehingga namanya hilang dan tidak mempunyai kesempatan ikut andil  dalam pemerintahan.

Tapi para peserta kontestasi sebaiknya tetap diberi jabatan, sedang pemenang kontestasi sebagai pemimpinnya dan berwenang mengatur kontestan lain.

Sepertinya itu dilakukan Presiden Jokowi dengan mengangkat Pak Prabowo dan Pak Sandi sebagai menteri. Jadi kemampuan mereka tidak tersia-siakan sebagai putra terbaik bangsa yang mengikuti kontestasi capres cawapres meski kalah.

Mungkin itu kebetulan saja, tapi saya kegeeran karena itu sesuai ide saya yang saya tuliskan dalam artikel pilkada Jakarta. Hehehe..

Terlepas dari benar tidaknya saya menyumbang ide, saya sangat puas menulis di Kompasiana, sebab saya bisa berekspresi penuh tanpa syarat dan aturan yang berat.

Menulis pun sangat mudah. Tinggal menulis di kotak yang disediakan dilengkapi fitur mengunggah gambar yang bisa diisi sesukanya.

Menulis pun bebas sesuai keinginan tanpa syarat yang mengikat. Karena isi konten menjadi tanggung jawab masing-masing kompasianer.

Meski aturan plagiat tetap dilaksanakan dengan ketat.

Pokoknya, selamat ultah ke-15 Kompasiana.

I luv u pul. Banyak sekali manfaat yang saya dapat dari Kompasiana.

Semoga pembaca tulisan  saya di Kompasiana juga bisa mengambil manfaat dari setiap artikel yang saya tulis, sekalipun itu sekedar hiburan yang bermanfaat dalam menjaga kesehatan mental. Hehehe...

Terima kasih.

Salam....

#15 tahun Kompasiana 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun