Saat itu Aku dan suamiku pulang dari menyaksikan pekan UMKM di Kota Madiun.
Ingin menyaksikan pentas seni, ternyata salah melihat jadwal. Pentas seninya baru mulai sehabis isya', sedang saat itu baru usai ashar.
Masih lama, jadi kami langsung menuju PSC. Pusat wisata kota Madiun yang begitu gempita.
Senja yang indah. Tak heran banyak pengunjung yang bersantai dan bercengkrama bersama keluarga dalam nyamannya suasana di area PSC.
Duduk-duduk di gazebo sambil menikmati kuliner yang banyak tersedia.Â
Suamiku memesan bakso dan secangkir kopi pahit dari lapak lain. Sedang aku memilih satu cup es dung-dung yang ciamik. Itung-itung ngelarisin para pelaku UMKM agar bisa pulih lebih kuat.
Senja menggapai malam, dan Maghrib menjelang. Kami menunaikan shalat Maghrib di masjid terdekat.
Memprediksikan acara pentas seni sampai malam, kami memilih pulang.
"Mas, di sekitar sini ada tahu telor legen, lho. Tapi nggak tahu tepatnya di sebelah mana!"
"Itu mungkin," kata suamiku sambil menghentikan motornya.
"Bukan, bukan! Bukan itu!" Kataku.
"Sini sajalah!" Ayok!"
Aku bergeming. Membaca tulisan lontong tahu telor. Tapi jelas bukan ini warung yang kumaksud.
"Ya sudahlah, siapa tahu enak!" Batinku.
Lagian juga bisa ikut mendukung UMKM pulih lebih kuat kan?
Kami berdua masuk ke warung tenda. Hanya ada satu bangku memanjang, sementara penjualnya sedang membuat sambal kacang bercampur petis.Â
Aroma cabe, kacang, petis dan gula merah menguar dengan aroma yang sepertinya lezat.
Tapi tidak ada wajan, atau alat masak lain. Agak mengherankan. Sementara di hadapan bangku, di tengah meja  justru terdapat dandang kacang ijo.
Rupanya berjualan kacang ijo juga.
"Minumnya apa saja?" Tanyaku agak merasa aneh.
"Mau minum apa?" Penjualnya malah balik bertanya.
"Es jeruk ada?"
"Nggak ada!" Adanya teh !"
"Ya sudah, es teh sama teh tawar hangat saja!"
"Tunggu sebentar , ya!" Penjualnya malah pergi. Aku dan suamiku berpandangan, merasa janggal.
Tak lama penjualnya kembali.
"Silakan duduk di luar saja,ya. Lesehan!"
Aku dan suamiku keluar. Ada anak kecil yang sedang tiduran.Â
"Sini, biar buat duduk bapak dan Ibu"
 Istri penjual tahu telor kemudian mengajak anaknya, pergi entah kemana membawa kantong plastik.
Sambil menunggu pesanan siap, kami mengobrol. Aku melirik ke gerobak penjual tahu telur.
Ternyata kalau dari sisi sini, tulisannya tahu Tek Suramadu. Entahlah ini kuliner seperti apa, kutunggu saja nanti. Suamiku malah bicara yang enggak-enggak. Duh..tambah serem.
"Dek..lihat dek! Apa itu? Hii..."
Aku menoleh ke arah yang ditunjuk suamiku. Dari seberang jalan, sebuah bayangan putih, dengan rambut putih panjang, terlihat menyeberang menuju ke arah kami.
Aku terkesiap. Apalagi suasana remang gelap. Dan ini malam Jumat Kliwon.
"Ini es teh dan teh tawarnya!" Bayangan itu tepat berhenti di depan kami sambil membawa 2 gelas minum.
Aku nyengir lega.
"Terima kasih ya,Pak!"
"Sama-sama!"Â
Bapak tua berambut putih panjang, dengan kumis dan jenggot putih yang juga panjang itu rupanya penjual es di seberang jalan.
Berhubung penjual tahu Tek hanya berjualan kacang ijo dan tidak berjualan minuman lain, maka dipesankan dari seberang jalan.
Hemmm..mungkin penjualnya sengaja ngeprank. Atau memang begitu biasanya. Entahlah.
Tak lama pesanan kami siap. Kami agak ragu untuk mencicipinya, karena gelap, yang terlihat semua serba hitam.Â
Pikiran jadi melayang ke mana-mana.
A'udzubillahi minnas syaithon nirojiim..
Bismillahirrahmanirrahim..
Allahuma bariklana fima rozaktana waqinna adzabbannar...
Mau makan sibuk komat kamit doa dulu nih. Semoga aman dan nyaman.
 Tapi..ternyata enak. Bumbu petisnya legit dan lezat. Ditambah kerupuk upil semakin maknyus. Tapi ini memang agak lebih mirip batagor. Bukan tahu telur yang tahunya setengah matang.Â
Ini tahunya kering dan krispi, cenderung agak keras. Sepertinya tahu kopong yang digoreng dalam larutan tepung, bukan telur.
Kemudian diiris-iris. Sepertinya cuma itu, tanpa tambahan bahan lain. Bumbunya enak, tapi tahunya seperti sudah menjelang kadaluarsa. Agak pahit dan kecutÂ
Aku menyalakan senter hape, khawatir tahu teknya berubah jadi "ambeng" kerbau. Eh ..Seperti cerita mistis saja.
"Sudah,Bu!" Aku berniat membayar. Tidak ingin berlama-lama, bawaannya serem dan tengkuk merinding. Eh...
"Tidak ada kembaliannya. Ini baru bapak dan ibu yang ngelarisin, dari tadi belum ada yang beli.
"Ini, Bu!" Suamiku cepat tanggap dan segera membayar. Lalu kami cepat ngacir...cir...
Tahu Tek Jumat Kliwon ini sungguh membuat down. Entah besok masih bisa ditemukan, atau justru menjadi tempat kosong tidak ada apa-apa. Hiii...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H