"Dek, ayo kutraktir bakso. Royalti bukuku cair nih!"
"Ayookk..! Tidak perlu diulang dua kali aku langsung semrinthil. Hihihi...
Jarang-jarang kan, Ayah mau nraktir. Eh..
Setelah di perjalanan baru sadar nih, kalau aku lagi tidak mood makan bakso. Bosen. Bakso yang dibungkusin ayah  2 hari yang lalu saja belum kumakan.Â
Lha ayah pulang sudah agak sore, aku sudah kenyang makan siang. Jadi setelah dingin, baksonya kumasukin kulkas saja. Nggak tahu masih enak apa tidak.
Sekarang diajak beli bakso lagi. Entah kenapa ayah tuh maniak banget sama bakso.
"Dek, beli baksonya di mana?"
"Raja bakso saja, Mas. Di situ banyak variannya!"
"Oke!" Ayah melajukan motornya, membuat angin malam menghempas dan menerpa seenaknya.
Sebenarnya di daerah sini banyak banget penjual bakso dan mie ayam.
Berhubung aku pengin es pisang ijo di penjual bakso, jadi aku memilih raja bakso. Aku lagi tidak berselera makan bakso. Entah kenapa.
Di Dolopo ini, satu-satunya penjual bakso yang sedia pisang ijo hanya Raja Bakso.Â
Raja bakso, lokasinya di pojok pasar Dolopo .
Pasar Dolopo adalah salah satu pasar di Madiun Selatan yang sangat terkenal dan legend.
"Turun dulu, Dek!" Aku parkir dulu!"
Tak terasa kami sudah sampai di raja bakso.
Aku bergegas memilih meja, sementara ayah membetulkan posisi motor. Tapi Mas tukang parkir  segera mengambil alih.
Aku mencermati daftar menu, sementara ada Mas yang siap menulis pesanan menunggu menggoreskan tinta pena.
"Pesan apa, Mas?" Tanyaku pada ayah.
" Aku bakso campur aja!"
"Minumnya?"
"Teh tawar hangat!"
"Bakso campur satu, teh tawar hangat satu!"
Mas penjual yang sudah standby segera mencatat pesanan.
"Es pisang ijonya ada, Mas?"
"Ada, Bu!"
"Kalau gitu, es pisang ijonya satu!"
"Kamu nggak pesan bakso, Dek?"
"Sebentar,ya!"
Tadinya aku mau pesan bakso buntut yang paling mahal buat ngerjain ayah. Mumpung ditraktir ayah. Â Tapi nggak jadi. Isengku lagi kabur dari otakku. Lagian aku tidak suka buntut. Hihihi...Â
"Mas, kalau dimsum rebus ada?"
"Ada,Bu. Yang siomay apa yang dimsum?"
"Maksudnya gimana, Mas?"
"Kalau siomay yang biasanya ada di mie ayam. Kalau dimsum yang ada wortel nya itu lho, Bu!"
"Iya, itu saja. Yang ada wortel nya!"
"Satu porsi, Bu?"
"Seporsi isinya berapa?"
"Empat!"
"Ya, seporsi saja!"
"Pakai kuah, Bu?"
"Iya!"
"Sudah pesanannya, Bu?"
"Sudah!"
"Baik, ditunggu dulu ya,Bu!"
"Ya!"
Tak lama pesanan siap. Ayah dengan baksonya, sementara aku dengan seporsi dimsum.
Dimsum adalah makanan Thionghoa atau Chinese food.
Menurut Wikipedia.com, Dimsum sebutan dalam bahasa Kanton yang berarti "makanan kecil".Â
Umumnya, dimsum dimakan sebagai sarapan atau sarapan siang dengan saus.Â
Makanya kusebut dimsum salah mongso(tidak sesuai waktu) karena aku memesannya malam hari. Padahal sarapan biasanya pada pagi hari.Â
Dimsum biasanya dibuat dari daging cincang atau daging yang dihaluskan dan dibungkus kulit pangsit. Bisa daging ayam, kepiting, atau daging sapi.Â
Kalau di negeri asalnya dulu, yang digunakan daging non halal. Kalau di sini yang dipakai daging yang halal.Â
Sedang siomay, biasanya dibuat dari daging ikan dengan aroma yang kuat.Â
Sebenarnya siomay juga merupakan bagian dari dimsum.Â
Dimsum banyak macamnya seperti dumpling, siomay, pangsit, dll.Â
Tak lama es pisang ijonya juga sudah siap.Â
Es pisang ijo ini juga sering disebut palu butung. Merupakan makanan khas Makassar yang juga digemari masyarakat daerah lain.
Di samping pisang yang dibungkus seperti dadar gulung, ada juga bubur sumsum dan bubur mutiaranya.
Es pisang ijonya enak, tidak terlalu manis, tapi gurih dan segar.
Sudah ya, kami nikmati dulu pesanan kami.
Kalau ke Madiun Selatan, atau ke Ponorogo lewat pasar Dolopo, bisa mampir ke Raja bakso.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H