Mohon tunggu...
Isti Yogiswandani
Isti Yogiswandani Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Menabung Tingkat RT, Pendidikan Pancasila Mendidik Anak Hemat

3 Juni 2023   11:42 Diperbarui: 3 Juni 2023   19:40 857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya sedang menghitung tabungan Mamah-mamah di RT tempat saya tinggal. 

Beragam uang yang terkumpul, dari koin 500-an sampai lembar 100 ribuan.

 Tergantung keinginan masing-masing.

 Bebas! 

 Sesuai kemampuan ekonomi masing-masing. Kita memaklumi dan tidak membeda-bedakan. 

Dari yang robek, lecek, remuk, bekas kerokan, cuwil, tambal-tambalan sampai yang masih baru, kinyis-kinyis dan bau khas uang baru, di bank, semua uang itu bisa diterima.

"Wes embuh....! "

Kadang terkumpul 100 ribu lebih. Pernah juga 500 ribu lebih. 

Mungkin kalau menabung sendiri 10-20 ribu ke bank, malas dan malu, sedang penabung lain mungkin menabungnya  jutaan. 

Tapi kalau bersama-sama tidak malu. Kan ada yang nabungin. Hehehe... 

Mencatat tabungan RT saya anggap sebagai hiburan saja.

Seminggu sekali membantu warga RT menabungkan uangnya di bank. Sekalipun jumlah keseluruhan hanya 100-200 ribu. 

Terkadang kalau terlalu sedikit saya tabung 2 minggu kemudian.  Tapi terkadang risih dan tidak nyaman, memegang uang orang banyak, jadi meski baru 100-200 ribu tetap saya tabung ke bank. 

Menabung untuk ibu-ibu, secara langsung mempraktekkan hidup hemat. 

Jika Ibu-ibu yang biasa hidup hemat, telaten mengumpulkan uang koin tentu akan menular pada anak-anak mereka.

Sebab ibu adalah madrasah yang utama untuk putra putrinya 

Uang koin tak terpakai yang biasanya hanya mampir di kaleng  biskuit, sebagai persediaan untuk nyepak i pengemis  atau pengamen yang datang ke rumah, atau saat bepergian dan ketemu mereka, ternyata bisa ditabung. 

Terkadang uang recehnya ditukar sama suami, dan disimpan di dashboard mobil, untuk persediaan parkir, tukang ngamen dan pengemis, dan tukang lain yang mengharapkan uang receh tak terpakai. 

Bisa jadi koin-koin itu tak ada harganya, tapi bagi orang lain sangat berharga. 

Tidak melakukan pemborosan ini sejalan dengan butir-butir Pancasila dalam sila ke-5 Pancasila, yaitu:

Butir 7.

 Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.

Pemborosan dan gaya hidup mewah ini tergantung pada kemampuan masing-masing. 

Bisa jadi, untuk orang lain itu belanja hidup 100 ribu sehari sangat murah, tapi bagi kita mungkin berat, bahkan untuk puluhan ribu sekalipun. 

Jadi intinya, agar tidak melakukan pemborosan, hidup secukupnya sesuai kemampuan masing-masing. 

Pendidikan Pancasila hendaknya diterapkan sejak dini dalam kehidupan. 

Tentunya, paling mudah diterapkan dalam keluarga. 

Kalau dulu, mungkin generasi X seperti saya yang lahir sekitar tahun 70-an, pernah mengalami pelaksanaan wajib penataran P4, terutama saat masuk menjadi siswa atau mahasiswa baru. 

Saat menjadi pegawai baru juga dipersyaratkan mengikuti penataran P4. 

Ada juga penataran P4 karakterdes yang diikuti semua warga, atau kader penggerak di tingkat desa. 

Kini semua itu mungkin sudah tidak dilaksanakan, tapi Pendidikan Pancasila tetap dilestarikan dalam kehidupan sehari-hari. 

Di lingkungan RT, pendidikan Pancasila dan pengamalannya masih tetap terjaga dalam acara kerja bakti, gotong royong, dan kegiatan kerukunan warga di tingkat RT. 

Mungkin tidak perlu berbusa-busa menghafal setiap butir seperti dulu, tapi seyogyanya semua itu dilestarikan dengan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. 

"Assalamu'alaikum..! "

"Wa'alakumsalam warahmatullahi wabarakatuh..! "

Masya Allah. Baru saja ngegibahin pengemis dan pengamen, di depan pagar sudah berdiri pengemis untuk meminta-minta. 

Yowes, dikasih dulu, baru dilanjutin nulisnya. 

Kembali pada pendidikan Pancasila, sebenarnya pendidikan Pancasila dalam keluarga akan lebih efektif daripada dengan teori dan hafalan. 

Dari awal, tentunya menanamkan nilai-nilai agama dalam keluarga sesuai pengamalan butir pertama Pancasila. 

Percaya dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa sesuai agama dan kepercayaannya masing-masing. 

Dengan mengamalkan sila pertama, maka nilai-nilai Pancasila sudah tertanam dalam pribadi masing-masing melalui pengamalan agama yang dianutnya. 

Pengamalan agama ini bersifat individu, tapi dalam mengamalkan agama telah diatur semua hukum dalam bermasyarakat, bahkan bernegara. 

Kesimpulannya, jika kita telah mengamalkan butir pertama Pancasila, maka setiap sendi dalam kehidupan kita telah melaksanakan Pancasila sesuai tuntunan agama kita masing-masing. 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun