Berbicara tentang NU, tentunya tak lepas dari pendirinya, yaitu K.H Hasyim Asy'ari.Â
Sangat disayangkan jika para penerusnya tidak kenal siapa beliau, yang telah menanamkan tonggak dan pondasi kuat organisasi Islam yang mempunyai pengikut terbanyak di Indonesia.Â
KH Hasyim Asy'ari, yang diberi nama Muhammad Hasyim, akhirnya lebih populer dengan nama Hasyim Asy'ari karena ayahnya bernama Asy'ari.Â
Dilahirkan di Nggendang, Jombang, Jawa Timur, 24 Zulqa'idah, bertepatan dengan 14 februari 1871 M.Â
Ayahnya, Kyai Asy'ari berasal dari Demak dan merupakan pendiri Pesantren Keras.Â
Sedang kakek dari pihak ibunya adalah Kyai Usman pendiri Pesantren Gedang.Â
Di masa kanak-kanaknya, beliau dididik di Pesantren Gedang oleh ayahnya sampai berumur 6 tahun. Kemudian ayahnya berpindah ke Keras dan mendirikan Pesantren di Keras.Â
Ilmu pertama yang dipelajarinya adalah teologi Islam, tafsir al-Qur'an, bahasa Arab, dll di bawah bimbingan ayahnya.Â
Karena kecerdasannya, di usia 13 tahun beliau sudah mengajar di pesantren ayahnya.Â
Kemudian, Hasyim Asy'ari mulai menimba ilmu ke Pesantren lain, di antaranya Pesantren Wonokojo di Probolinggo, Pelangitan, dan juga Bangkalan.
Selanjutnya, Hasyim Asy'ari menjadi santri di Pesantren Siwalan Sidorejo, di bawah pimpinan Kyai Ya'kub. Beliau menetap di sini selama 5 tahun.Â
Karena keunggulan akhlak dan prestasi intelektualnya, Hasyim Asy'ari dijadikan menantu oleh Kyai Ya'kub, dinikahkan dengan putrinya yang bernama Khadijah.Â
Bersama istri dan mertuanya, beliau pergi ke Mekah untuk meneruskan kajian keislamannya. Beliau tinggal selama setahun, tapi karena istri dan anaknya meninggal, beliau kembali ke Jawa bersama mertuanya.Â
Namun 3 bulan kemudian, beliau kembali ke Mekah bersama saudara iparnya, Muhammad Alwi.Â
Di sini, beliau tinggal selama 7 tahun dan menimba banyak ilmu dari Syekh Muhammad Nawawi, Syekh Mahfuz Termas, dan Syekh Ahmad Khatib Minangkabau.Â
Guru-guru itu dipengaruhi oleh gerakan pembaharuan Muhammad Abduh di Mesir, sehingga mempengaruhi pula Hasyim Asy'ari. Tetapi beliau juga tetap berpegang pada tradisi masa lalu yang diajarkan oleh guru-gurunya di tanah air.Â
Setelahnya pada tahun 1899 beliau kembali ke Jawa dan menikah lagi.Â
Istri-istri beliau di antaranya:
- Nafisah, Puteri Kyai Romli dari Kemiringan, Kediri.Â
- Nafiqah, Puteri Kyai Ilyas dari Sewulan, Madiun.Â
- Masrurah, Puteri saudara Kyai Ilyas, pimpinan Pesantren Kapurejo Kediri.Â
Sedangkan salah satu putra Kyai Hasyim Asy'ari adalah KH Wahid Hasyim yang berputerakan Abdurrahman Wahid, presiden RI yang ke-4.Â
KH Wahid Hasyim pernah menjadi Menteri Agama, dan di masanya madrasah juga diberi pelajaran umum, sedang sekolah umum juga diberi pelajaran agama, sehingga dari sekolah umum orang paham agama, sedang dari madrasah muncul intelektual yang berwawasan luas.
Pada tahun 1899, atau 26 Rabi'ul awal 1318 H, KH Hasyim Asy'ari mendirikan Pesantren Tebuireng di Jombang.Â
Beliau mengkonsentrasikan diri pada pendidikan dan pelatihan sejumlah kecil santri dengan pengetahuan yang telah maju, agar mereka dapat menjadi pendiri dan pemimpin pesantren baru.Â
Usaha ini berhasil, dan para santri KH Hasyim Asy'ari berhasil mendirikan Pesantren-pesantren besar seperti:
- pesantren lasem di rembang
- pesantren Darul ulum di peterongan, Jombang.Â
- pesantren mamba'ul ma'arif di Denanyar, Jombang.Â
- Pesantren Lirboyo di Kediri
- pesantren asem bagus di Situbondo.Â
Bersama KH Wahab Hasbullah, KH Hasyim Asy'ari mendirikan organisasi Islam yang dikenal sebagai Nahdlatul ulama (NU) pada tanggal 31 Januari 1926 bertepatan dengan 16 rajab tahun 1344 H, sehingga pada tanggal 16 rajab tahun 1444 H inilah Nahdlatul ulama tepat berumur 1 abad (100 tahun). 1 abad NU.Â
KH Hasyim Asy'ari banyak menulis yang tulisannya meliputi tauhid, fiqh dan tasawuf.Â
Dalam bidang tasawuf, KH Hasyim Asy'ari menulis:
1. Al-Durar al- muntatsirah di al-masail al- Tis'asharah ( Mutiara-mutiara mengenai sembilan belas masalah).Â
2. Al- Tibyan di al-Nahy'an muqata'at al-Arham al-aqarib wa Al- Akhwan (Penjelasan mengenai larangan memutuskan hubungan kerabat dan teman). Â
Dalam buku Al-Durar beliau menekankan persyaratan untuk menjadi seorang santri yang ketat dan lebih ketat lagi bagi gurunya ( murshid).Â
Namun beliau menyerukan perlakuan yang wajar dan moderat terhadap para guru mereka dan menjauhi pemujaan terhadap guru mereka yang terkadang dilakukan oleh para sufi.Â
KH Hasyim Asy'ari mengemukakan, ada 8 syarat untuk mengikuti ajaran sufi:
1. Qasd shahih, yaitu niat yang tulus dan ibadah yang benar.Â
2. Sida al-sharif, murid harus mengetahui kemampuan khusus gurunya yang akan membantu muridnya mendekatkan diri pada Allah.Â
3. Mardhiyah, harus melakukan etika sesuai ajaran agama.Â
4. Ahwal zakiyah, mengikuti aturan yang digariskan Rasulullah dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.Â
5. Hitz al-hurmah, hormat dan mengikuti guru dan saudara seagama.Â
6. Husn al-himmah, menjadi pelayan yang baik bagi guru mereka.Â
7. Raf' al-himmah, menjaga kesungguhan agar mencapai pengetahuan khusus dalam mengenal Allah.Â
8. Nurul al- 'azimah. Mempelajari sufi untuk mendapat pengetahuan khusus tentang Allah, perbaikan jiwa, dan bukan masalah keduniawian.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H