Siapa tak kenal soto?
Kuliner berkuah dengan bumbu rempah segar ini sangat populer sebagai kuliner nusantara.
Hampir setiap daerah mempunyai ciri khas soto masing-masing.
Soto Madura, Soto kudus, Soto Banjar, Soto lamongan, soto betawi, dan masih banyak lagi soto daerah yang mempunyai ciri khas masing-masing.
Sejarah Soto
Ada hal menarik yang mengagetkan saya. Eh... (Melonjak kaget dulu , hehehe)
Soto ternyata juga merupakan Chinese food.
Ya ampuuun... Ada apa dengan kuliner negeri ini. Semua yang begitu akrab dengan lidah nusantara seperti bakso dan mie justru berasal dari Tiongkok. Dan kali ini Soto juga. OMG!!!
Kuliner ini pertama kali populer di wilayah Semarang, Jawa Tengah sekitar abad ke-19 yang dibawa oleh imigran dari China
Diyakini, nama soto berasal dari nama makanan Hokkian, yaitu cau do, jao to, atau chau tu yang artinya jeroan berempah. Tuhhh.. Kan!
“Masakan tertentu yang asalnya khas China, seperti soto ayam dan soto babat, telah menjadi bagian makanan setempat,”
tulis Denys Lombard dalam Nusa Jawa Silang Budaya.
Soto Bathok Pak Nie
Pak Nie, lengkapnya Suparni adalah teman suami saya yang dulu bekerja sebagai salah satu karyawan di Sebuah SMA negeri di Madiun Selatan.
Kini beliau sudah pensiun dan membuka warung kopi dan warung makan tak jauh dari SMA tempat kerjanya dulu.
Rintik hujan menyambutku saat kuparkir motor di depan depot Soto Bathok Pak Nie.
Ternyata namanya Soto Bathok saur. Tapi bukan saur sepuh yaaa... (Duh, ketahuan jadinya generasi kapan, hehehe)
Saur adalah nama daerah sini. Begitulah orang menyebutnya, meski nama resminya Dolopo.
Warung Soto Pak Nie ini terletak di pinggir jalan Suluk-Dolopo.
Di dekatnya ada warung kopi di pinggir sawah, dawet gempol jaladri, dan yang pernah sangat viral adalah warung nasi pecel godhong jati yang juga berlokasi di pinggir sawah.
Usai memberi Salam, saya memesan soto Bathok ke Pak Nie, dan jeruk panas.
Bu Parni segera Meracik soto pesanan saya.
Sambil menunggu, saya melihat banyak gorengan di sini. Komplet, serba seribu.
Ada bakwan sayur, atau orang sini biasa menyebutnya heci, tempe goreng tepung, atau mendoan, tape goreng atau rondho kemul(janda berselimut. Eh... Kayanya nggak boleh diterjemahkan, soalnya nama makanan, hehehe..) Terus ada juga tahu isi, tahu brontak atau tahu susur.
Dinamai tahu isi karena merupakan tahu yang diisi sayur. Sedang nama tahu susur karena mencuat seperti susur. Dinamai tahu brontak karena isinya seperti ingin memberontak keluar.
Unik, ya. Nama makanan saja ada sejarahnya.
Tak lama soto pesanan saya sudah siap. Nasi yang disiram kuah berempah asin gurih ini, diberi toping suwiran ayam kampung, bihun, irisan kol, irisan tomat dan seiris telur rebus . Tak lupa bawang goreng dan sledri. Menurut saya tampilannya cantik.
Yang menarik dan unik, tentu wadahnya.
Sesuai namanya, wadah yang digunakan adalah Bathok(tempurung kelapa). Tentunya sudah disulap menjadi wadah yang menarik berbentuk gelas piala.
Saat yang ditunggu tiba.
Icip-icip.... !!!
Sebentar, ini jeruk nipisnya diperas dulu dan kucuri Soto dengan air jeruk nipis biar ada rasa asam-asam segarnya.
Tak lupa sambal. Karena saya suka kecap, jadinya kutambah kecap juga. Abaikan yang tidak suka.
Hemmm.... Nyam.nyam!
Duh, pengin ketawa. Kok jadi pada tegang dan kemecer gitu. Awas liurnya menetes lho, hihihi...
Rasanya...
Enaklah, pasti. Gurih, segar, dengan aroma rempah yang samar. Menurut saya ini cenderung ke soto Kudus yang rasanya bening segar dan ada rasa khas soto Kudus yang tidak bisa diceritakan. Pokoknya enak!
Segarnya mulus, tidak kental mlekoh seperti soto lamongan yang menyajikannya masih ditambah koya.
Cuma bedanya, kalau soto kudus biasanya memakai tauge panjang, ini hanya memakai bihun (so'on)dan irisan kol.
Kalau penasaran sama rasanya, bolehlah datang sendiri ke sini. Dijamin tidak menyesal.
Untuk menyempurnakan kelezatan soto Bathok, saya mengambil krupuk. Tak lengkap rasanya makan soto tanpa krupuk.
Bahkan sebenarnya ada juga sundukan ati ampela dan sate telur puyuh. Bisa jadi tambah lauk soto.
O, iya. Kenapa saya bilang komplet?
Di Warung soto Bathok Pak Nie ini, tidak hanya menyediakan soto Bathok ayam kampung, tapi ada banyak menu lain.
Ada soto daging, bakso, nasi pecel, opor ayam, nasi campur, garang asem ayam, dan lain-lain.
Selesai menyantap soto Bathok saya siap beranjak. Beberapa pembeli yang rata-rata ibu-ibu, berdatangan. Ada yang hanya membeli lauk, membeli sayur saja, atau membeli gorengan.
"Sudah, Bu! " Saya menyebutkan apa saja yang saya makan dan saya ambil. Dari soto, jeruk panas, kerupuk, gorengan, sampai sundukan ati ampela ternyata hanya habis sekitar 20 ribu. Terjangkau sekali kan, untuk menu sekomplet itu.
Oke, selamat bertemu lagi dalam ulasan kuliner yang lain.
Jangan lupa jaga kesehatan di musim yang susah diprediksi seperti saat ini.
Salam kuliner.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H