Mohon tunggu...
Isti Yogiswandani
Isti Yogiswandani Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pengemis Online, Apaan Tuh?

12 Januari 2023   18:58 Diperbarui: 12 Januari 2023   22:56 1311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nasgor abon (dok IYeeS) 

Pengemis online? Topik pilihan kali ini membuat saya harus berselancar mencari arti kata yang dimaksud, sambil menikmati nasi goreng abon yang masih kemebul. 

Terkadang, ada yang menyamakan konten kreator dengan pengemis online. Duh, kejamnya. 

Tapi iya pa? Eh... 

Kita tentu saja tidak bisa menyamakan konten kreator dengan pengemis online. Tergantung konten yang dibuat tentunya. 

Salah satu yang dianggap sebagai pengemis online adalah seseorang yang rela bertindak ekstrim, bertindak di luar nalar, bahkan mempertontonkan pornoaksi untuk meminta imbalan sejumlah uang, koin, atau gift yang bisa di uangkan sebagai ganti atas pengorbanannya. 

Ada juga yang sengaja membuat video yang mengiris hati, bahkan kondisi terburuk seseorang, baik kondisi fisik yang mengerikan, mengenaskan, atau korban perang untuk mendapatkan simpati dan saweran. 

Terbaru yang banyak dijadikan contoh, adalah seorang lansia  yang mandi tengah malam dengan siaran live, dan dipatok harga untuk setiap air yang diguyurkan ke tubuhnya. 

Ada juga yang live mandi lumpur. 

Ah, semakin aneh saja orang bertingkah laku dan direkam untuk menghasilkan cuan. 

Tapi, apakah semua itu bukan kreatifitas? 

Kalau menurut pendapat saya, pengemis itu orang yang tidak mempunyai hal yang bisa dijual, dan menadahkan tangan pada orang lain tanpa imbalan apapun. Dan itu dilakukan karena malas menjual potensi diri yang halal. 

Pada waktu saya kecil, saya malah berpendapat, pengemis itu yang bisanya menadahkan tangan untuk meminta uang. Jadi saat piknik, kemudian menemui peminta-minta, terus saya kasih makanan atau bekal makan saya yang berlebih dan dia mau, saya pikir dia bukan pengemis, tapi orang lapar. Ah.. lupakan. Itu sih pikiran saya saat anak-anak. 

Menurut KBBI, emis atau mengemis adalah meminta-minta sedekah. 

Sedang Pengemis adalah orang yang meminta-minta sedekah. 

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1980 Tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis :

Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain. 

Jika mengemis online, maka secara logika, meminta-minta itu dilakukan secara online. 

Tapi untuk dikatakan sebagai Pengemis, tentunya jika meminta-minta dijadikan sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan primer. 

Terus kalau yang meminta-minta orang yang berkecukupan? 

Itu berarti bukan Pengemis, tapi mengemis. Halah... 

Ada yang mengatakan, di era sekarang, mudah sekali mengumpulkan cuan dengan meminta-minta, karena begitu banyaknya orang dermawan. 

Tapi bisa jadi, hal ini juga ditunjang oleh kemajuan tekhnologi, yang menjadikan manusia mudah sekali terhubung dengan manusia lain di seluruh penjuru dunia. 

Otomatis semakin banyak pula orang yang bisa dihubungi untuk berderma. Maka semakin banyak pula cuan yang bisa dikumpulkan. 

Mungkin kejengkelan orang dengan menyebut kata mengemis online, karena begitu mudahnya orang meminta donasi, bahkan yang sebenarnya tidak membutuhkan. 

Seperti kasus Aldhila Jelita yang meminta donasi untuk suaminya, Indra Bekti yang sakit dan membutuhkan biaya perawatan yang besar. 

Terjadi pro dan kontra dalam hal ini. Ada yang membenarkan sebab kondisi suaminya benar-benar butuh perawatan dengan biaya yang besar, tapi di lain pihak, ada yang menyarankan menjual harta bendanya untuk membayar biaya perawatan suaminya. 

Kalau untuk kasus ini, saya memilih tidak berpendapat. Kalau mau membantu  silakan. Kalau tidak mau membantu lebih baik diam. 

Kembali dengan mengemis online yang disamakan dengan konten kreator, boleh saja berpendapat begitu asal para konten kreator tidak tersinggung sehingga menimbulkan kegaduhan. 

Di satu sisi mereka memang meminta-minta. Tapi di lain sisi, mereka juga memberi imbalan kepuasan pada donatur nya, tidak semata-mata menadahkan tangan untuk meminta cuan. 

Seyogyanya, konten-konten video yang marak dan viral jangan disamakan dengan pengemis yang membutuhkan sedekah untuk makan, sebab mereka juga kaum profesional yang mendapat cuan dengan berkarya. 

Tentunya sudah ada rambu-rambu yang harus ditaati, tidak malah mengeksploitasi kaum duafa untuk mendapatkan cuan demi kepentingan pribadi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun