"Habis ini cari minum, Yuk Dek! " Kata suamiku sambil menunggu cuci mobil.Â
"Minum apa? "
"Es buah, atau apa. Yang seger-seger pokoknya. "
"Oke. Ke Madiun saja, ya! "
"Ya! "
Jadilah kita meluncur ke arah Kota Madiun setelah mobil selesai dicuci.Â
"Mau nyari es buah ke mana? "
"Terserah! " Kata suamiku.Â
"Sekalian ngebakso ya, Mas! "
"Ya! " Senenglah suamiku. Bakso kan salah satu makanan kesukaannya, hehehe.Â
"Dekat Carefour saja, ada bakso yang patut dicoba sepertinya. Tapi namanya lupa! "
Suamiku berbelok ke kiri saat sampai tek an. Sementara aku asyik mengetik artikel di gawai. Hari ini aku memang belum menulis artikel.Â
"Dek, ini sudah Carefour. Tempatnya di mana? "
"Hemmm.. Tepatnya di mana ya, Pokoknya sebelah kanan. "
"Ini sudah hampir sampai terminal " Suamiku mulai tak sabar.Â
"Duh, kelewat berarti! " Jawabku enteng tanpa dosa.Â
"Sudah, ke jalan Diponegoro saja. Bakso granat.Â
" Oke! " Aku sih ikut saja. Dasarnya lagi nggak berminat wisata kuliner, hihihi..Â
"Parkirnya di mana, ya!" Suamiku bergumam. Sepanjang jalan Diponegoro terlihat ramai. Parkir di tepi jalan penuh, semakin membuat jalan terlihat sempit.Â
Sampai warung bakso terlewat, belum juga ketemu tempat parkir. Jauh terlewat sampai bosbow. Salah satu kebiasaan suami yang kadang membuatku protes. Tujuannya ke mana, parkirnya di mana. Bisa ratusan meter dari tujuan.Â
Tentunya harus jalan kaki sampai tujuan.Â
Santai sajalah, toh tujuannya memang mau jalan-jalan.Â
Setelah mobil terparkir manis kami berjalan balik ke tujuan.Â
"Sebentar Mas! " Sepertinya ini monumen yang menarik dan bersejarah, " Kataku sambil berbelok ke sebuah monumen.Â
Ternyata Monumen Peta. Aku pernah mau mampir ke sini saat berpetualang di tanggal 17 Agustus. Tapi saat itu tempatnya sedang dipakai reuni dan foto-foto para veteran kalau tidak salah. Jadi saya urung mampir dan langsung ke bosbow yang juga merupakan bangunan bersejarah peninggalan kolonial.Â
Salah satu tulisan yang sempat Aku abadikan berbunyi :
Pejuang Tanpa Akhir
Mempertahankan dan mengamankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, berlandaskan Pancasila dan UUD 1945
Itulah rupanya yang menjadi tekad PETA dalam usahanya mempertahankan kemerdekaan.Â
Dalam prasasti yang diresmikan oleh mantan presiden Soeharto, dijelaskan, PETA adalah pejuang tanpa akhir dan tetap sebagai pelatih tanah air dengan semangat proklamasi 17 Agustus 1945, Pancasila dan UUD 1945.
Dalam Prasasti selanjutnya, tertulis daftar para perwira PETA.Â
 Para Perwira
Tentara Sukarela Pembela Tanah Air
(PETA)
Dai II Chiku Sireibu
Iwabe Butai
Di Madiun tahun 1945
Daidancho(komandan batalyon tertinggi PETA) Kesehatan: Dr. Soegardo
Chodancho(komandan kompi) Pendidikan: Soeharto
Chodancho Umum: Soeprapto
Shodancho (komandan pleton) Keuangan: Kooshadinoto
Shodancho Perlengkapan: Soejono & Soeradi Kandar
Budancho-Budancho (Komandan regu) :
Soeprapto – Soedarto – Soemitro Brewok
Soemitro Mentil – Soentoro – Adiwijoto
Sahar – Turman – Djaswadi – Djamrowi
Mardiono – Soepardi – Diran
Meliputi wilayah Daidan-Daidan
Karesidenan : Semarang – Kedu
Yogyakarta – Surakarta
Pati – Kediri - Madiun
PETA (Pembela Tanah Air) adalah organisasi militer bentukan Jepang pada 7 September 1943 dari permohonan Raden Gatot Mangkoepradja
Disusul oleh permohonan lain yakni tanggal 13 September 1943, yang di sampaikan oleh Sepuluh orang alim ulama terkemuka (Sukadri dkk, 1981: 49)
Alim ulama itu, di antaranya :
1.K.H. Mas Mansyur
2. KH. Adnan
3. Dr. Abdul Karim Amrullah (HAMKA),
4. Guru H. Mansur
5.Guru H. Cholid.Â
6. K.H. Abdul Madjid
7. Guru H. Jacob
8.K.H. Djunaedi
 9. U. Mochtardan
10. H. Mohammad Sadri (_, 2005: 35).
 Sehingga dibentuklah PETA pada 3 oktober 1943.
PETA dirancang oleh pejabat AD ke-16 Jepang sebagai pasukan gerilya bantuan yang di pusatkan, dan disebar  jika terjadi serangan sekutu ke pulau jawa (Anderson, 1988: 40).
 Sejarah PETA di Madiun.Â
Pembentukan organisasi militer PETA di tingkat Pusat tersebut disambut oleh daerah-daerah termasuk Karesidenan Madiun.
Di Karesidenan Madiun terdapat tiga Daidan (batalyon)diantaranya, yaitu Madiun, Ponorogo dan Pacitan.Â
Syarat masuk PETA yang tidak memandang strata sosial, membuat PETA banyak diminati oleh Pemuda Madiun. Apalagi penghidupan anggota PETA cukup terjamin dan diberi jatah makan setiap harinya meliputi beras, tapioka  ikan asin, dll.  (Koesdim dan Soekowinoto 1981: 87).
Untuk menjamin kesejahteraan anggota PETA, dibentuklah Badan Pembantu Prajurit PETA.Â
Badan ini bertugas dalam :
-Peminjaman uang
-Pemberian makanan dan Pakaian
-Mengurus kiriman uang.Â
-Membantu belasungkawa, dll.Â
 Anggota PETA Dai I Daidan Madiun memiliki Kesatrian PETA di Manguharjo(sekarang menjadi Batalyon 501 di Manguharjo).
Sedangkan PETA Dai II Chiku Sireibu Chiku Sireibu Iwabe Butai bermarkas di Kompleks Boschbow.
Komandan Daidan PETA Madiun ialah seorang Wedana Caruban bernama Agus Thoyib.Â
PETA Madiun dididik keras oleh militer Jepang.Â
Ketika ada informasi perlawanan PETA di Blitar, Kanpetai (polisi rahasia Pasukan Jepang) membatasi aktivitas PETA Daidan Madiun dengan mengeluarkan kebijakan :
1. Tidak boleh keluar malam
2. Penggunaan senjata api dibatasi.
3. Berlatih senjata dengan Senjata tiruan
 4. Pembagian amunisi dibatasi.
5. Tidak bleh bergerombol lebih dari 5 orang.Â
Dengan kebijakan itu, Daidan Madiun tidak bisa berkutik dan tidak bisa membantu perlawanan PETA di Blitar.Â
Perlawanan PETA ini dilancarkan oleh Daidan (Batalyon) pimpinan Shodanco Supriyadi pada tanggal 14 Februari 1945.
 Perlawanan ini diawali oleh Shodanco Partoharjono yang mengibarkan bendera Merah Putih di lapangan yang sering digunakan untuk pengibaran bendera Jepang, baru disusul pengibaran bendera Merah Putih.Â
Tindakan Partoharjono  inilah yang membuat Jepang geram dan memusuhi anggota PETA di Blitar.Â
Namun peristiwa ini diperingati oleh seluruh rakyat Indonesia setiap tanggal 14 Februari sebagai hari pemberontakan PETA
Diorama ini antara lain menggambarkan pemberontakan PETA dengan mengibarkan bendera merah Putih di lapangan yang biasa dipergunakan untuk mengibarkan bendera Jepang, dan sesudahnya baru dikibarkan bendera merah putih.Â
Puas mengamati dan sejenak hanyut ke masa pendudukan Jepang dan sejarah PETA, saya kembali mengayunkan langkah untuk menikmati bakso granat.Â
Terima kasih.Â
Semoga bermanfaat.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI