Sebagai penduduk sekota dengan umur sebaya, banyak kemungkinan kita satu sekolah.Â
" Panjenengan dulu SMPnya di mana?" Tanyaku. Langsung SMP, sebab dia baru saja cerita tentang TK dan SDnya di kota. Tentulah kami tidak pernah satu sekolah.Â
"SMP 2, "jawabnya.
" SMP 2? " Tanyaku terbelalak. Kupandangi wajahnya, Samar-samar aku ingat. Saat SMP anaknya manis dengan rambut pendek. Cuma aku lupa namanya. Tapi kuingat dia selalu berada di kelas C.Â
Saat SMP, kelas B dan C memang kelas Istimewa, sehingga ada beberapa siswa yang tak pernah berpindah dari kedua kelas itu.Â
"Sepertinya kita dulu satu SMP, dan aku kenal panjenengan," Kataku.Â
"Mosok? " Dia mendekatiku dan memelukku sambil menangis. Kuelus-elus punggungnya. Tak lama dia sudah asyik bercerita dan sedikit tersamarkan akan kesedihannya.Â
Dia mungkin tidak kenal atau tidak ingat aku, tapi aku ingat betul, dulu waktu SMP dia rambutnya pendek.Â
"Senang ketemu teman! " Sebenarnya dari kemarin aku pengin ngobrol, tapi panjenengan asyik main HP. Lihat apa sih? Drakor? Gosip? "
Aku hanya tersenyum. Saat tak ada yang harus dikerjakan, memang kuisi dengan menulis. Meski sepele, butuh fokus dan konsentrasi untuk menyusun artikel, mungkin hal itu pula yang membuatku seperti orang autis, asyik dengan gawai dan seolah tidak peduli sekitar.Â
Bertemu teman sebaya yang masih cantik dan awet muda, berasa masih seperti dulu. Eh...Â