Naik Kereta Api. Tut. Tut. Tut..Â
Siapa hendak turut..Â
Ke Bandung, Surabaya.Â
Bolehlah naik dengan percuma,Â
Ayo.. Temanku lekas naik..Â
Kretaku tak berhenti lama...Â
Lagu ini sangat populer di tahun 70-80 an saat saya masih anak-anak. Tapi lagu gubahan Ibu Sud ini, pertama kali diperdengarkan pada tahun 1960 an di RRI.Â
Saya pertama kali naik kereta dari Stasiun Kutoarjo menuju Bandung saat ada sepupu saya yang menikah di Bandung.Â
Pengalaman yang tak terlupakan. Saat itu kereta yang saya naiki adalah kereta ekonomi. Tapi saya lupa, apa nama keretanya.Â
Tempat duduk bebas memilih, tak jarang banyak yang berdiri dan duduk di lantai kereta karena tidak mendapat tempat duduk.Â
Pedagang asongan juga bebas naik turun. Saat kereta lapang, terkadang kehadiran pedagang ini cukup membantu, karena kita bisa jajan di atas kereta dengan harga lebih murah dari yang disediakan di gerbong makan kereta.Â
Meski tetap saja harganya lebih mahal dibanding harga di bawah/ atau di luar stasiun kereta.Â
Terkadang ada yang konyol. Ada pedagang yang menawarkan nasi bungkus dengan lauk ayam, daging, atau telur.Â
Bungkusnya besar menggoda. Terbayang menikmati nasi rames, dengan tulisan : nasi, kering tempe, mie, sambal, daging.Â
Tak sabar membuka bungkusnya dan ingin menikmati isinya.Â
Tapi olala... Isinya dominan nasi, sesendok kering tempe, sesendok mie, seuplik sambal, dan daging sebesar popcorn. Entah harus mengumpat atau justru terpingkal-pingkal.Â
Sementara yang tertulis lauk telur, ngebayangin telur bacem/telur pindang utuh, ternyata cuma 3 iris telur dadar seukuran mie. Sedang yang lauk ayam juga cuma ada 3 suwir kecil.Â
Sungguh kenangan yang membuat kapok. Hihihiks..Â
Mungkin jajan di atas kereta mending nasi pecel yang baru diracik saat dibeli. Itu lebih bisa dilihat dan dinikmati. Juga gorengan yang masih hangat, lebih jujur dan tidak menipu meski harganya mungkin jauh di atas harga normal.Â
Saat kuliah, saya lebih berpengalaman saat naik kereta.Â
Biasanya saya bersama seorang teman yang kebetulan rumahnya kutoarjo mampir ke warung nasi dulu sebelum naik kereta. Membeli nasi bungkus dan minuman untuk bekal.Â
Saat itu, saya ingat keretanya ekonomi juga. Namanya Kereta Logawa. Lumayan pas untuk kantong mahasiswa. Harga tiketnya kurang lebih sama dengan tiket bus Solo-Purworejo, 2200 rupiah dari stasiun jebres, solo ke stasiun Kutoarjo. Jarak tempuhnya sekitar 3,5 jam.Â
Berangkat dari Stasiun Jebres sekitar pukul 13.30 wib. Jadi biasanya saya masih punya banyak waktu untuk shalat dhuhur. Mampir warung nasi dekat kost dengan harga 500 rupiah sudah berlauk ayam ukuran besar. Sedang seplastik es jeruk cuma 200 rupiah. Kalau membeli di atas kereta bisa seribu lebih.Â
Rasanya puas kalau makan di kereta seperti banyak yang ngiri. Makan enak, murah lagi. Sementara penumpang lain penasaran dan celingukan, di mana ada yang jual nasi bungkus dengan isi yang menarik dan enak seperti itu. Jahat ya, makan sendiri bikin orang lain kepingin, hihihi.. Berasa jadi Mr. Bean. Eh...Â
Tapi akhirnya kereta itu sepertinya dibekukan, karena banyak penumpang jarak dekat yang tidak mau membeli tiket, dan memilih membayar di atas kereta tanpa karcis bila ketahuan. Hal seperti ini tentu saja sangat merugikan PT KAI.Â
Sebelum Pandemi, saya sempat naik kereta api juga saat ikut berwisata ke Banyuwangi ikut rombongan MGMP biologi suami saya dan teman-temannya.Â
Kami naik dari Stasiun Madiun. Sudah mengikuti peraturan yang baru. Kereta bebas dari pedagang asongan. Sebagai gantinya ada restorasi kereta yang menawarkan makanan, minuman, dan snack. Meski harganya lebih tinggi dibanding harga normal.Â
Kalau tidak salah keretanya Sri Tanjung. Kelas ekonomi tapi ber AC. Lumayan nyaman sih. Apalagi saat kursi di sebelah, kosong. Agak lapang lah..Â
Pemandangan di kanan kiri rel didominasi persawahan dan perbukitan yang menyejukkan mata.Â
Selalu merasa menang, saat lewat jalan perlintasan kereta.Â
Kereta api pasti menang dan didahulukan, kendaraan lain berhenti dan menunggu. Hehehe..Â
Saat memasuki kota Jember hari mulai malam.Â
Kerlap kerlip lampu di perkebunan buah naga menciptakan keindahan tersendiri. Sekaligus menambah wawasan dan pengetahuan, bahwa pemberian lampu atau cahaya bisa meningkatkan produktivitas buah naga.Â
Bapak di bangku sebelah bercerita suka duka bekerja jauh dari rumah. Setiap minggu mudik ke Jember, dari Surabaya.Â
Menurutnya kereta api adalah alat transport yang nyaman dibanding bis.Â
Sejujurnya, naik kereta memang lebih nyaman dibanding naik bis. Di dalam kereta bisa berjalan-jalan jika jenuh. Toiletpun cukup memadai dengan air yang melimpah.Â
Tempat duduk juga lebih lapang dan longgar. Jika di sebelah atau di depan kosong bisa berselonjor.Â
Saya sih iyes kalau disuruh memilih kereta.Â
Bagaimana dengan anda?Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H