Mohon tunggu...
Isti Yogiswandani
Isti Yogiswandani Mohon Tunggu... Ibu rumah tangga - Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Peringkat 3 dari 4.718.154 kompasianer, tahun 2023. Suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

QQ Vs QF, Bisakah Menjadi Qiqiqi....

22 September 2022   19:29 Diperbarui: 22 September 2022   19:33 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang bos memecat bawahannya :

Bos (B) : "Kowe tak pecat. Ndang Lungo! "

Pekerja (P) : "Lungo yo lungo, ora kene thok nggon panganan! "

B : "Ngendi nggon panganan? "

P :" Warung!!!!!"

Itu adalah dialog majikan dan bawahannya dalam ludruk. Meski agak konyol. Kalau orang seperti saya yang gampang geli, langsung tertawa. Tapi bisa jadi banyak yang tak tersentuh sama sekali karena tidak paham bahasanya alias ra mudheng, hehehe.. 

Mungkin terjemahannya bebasnya begini :

Bos ( B) : "Kamu saya pecat. Cepat pergi! "

Baca juga: Semua Ada Saatnya

Pekerja (P) : Pergi ya pergi. Tempat cari makan tidak cuma di sini! "

B : "Di mana lagi tempat cari makan? "

P : Warung!!! "

Mungkin begitu lah yang terjadi jika bos dan bawahan sama-sama keras dan frontal. Tapi tidak demikian dengan Quiet Quitting (QQ) yang dibalas Quiet Firing (QF) . 

Antara pekerja dan perusahaan saling acuh meski berada dalam hubungan kerjasama. 

Dunia kerja adalah dunia kompleks meski kerja biasanya berhubungan dengan bidang spesialisasi. 

Saya mungkin tidak akan membahas dunia kerja karena saya tidak pernah menjadi pekerja formal. Dunia saya adalah area domestik yang mungkin hanya dilirik sebelah mata oleh banyak orang meski tidak secara terang-terangan. 

Saya takut dimarahi Pak Felix, kalau cuma mengulang literatur tanpa menyelami dan mengalami sendiri, apa yang saya tulis. 

Tapi seperti biasanya, untuk membahas sesuatu, harus paham dulu arti /makna apa yang kita tulis agar terjadi kesamaan visi dalam membahas nya. 

Quiet Quitting bagi gen Z adalah melakukan pekerjaan secukupnya sesuai kompensasi yang didapat, sedang Quiet Firing adalah respon perusahaan terhadap pekerja yang melakukan Quiet Quitting. 

Sebenarnya, sejauh pekerja melakukan Quiet Quitting sesuai jobdesknya, sah-sah saja untuk menolak lembur atau bekerja di luar perjanjian. Pekerja tetap bertanggung jawab dengan pekerjaannya, tapi menolak pekerjaan di luar perjanjian yang ditandatangani. Tidak ada yang salah bukan? 

Sebaliknya, perusahaan juga berhak menilai kinerja karyawan nya. 

Kesenjangan perusahaan dan pekerja harusnya bisa diatasi dengan diskusi dan kompromi dalam melakukan tugas di perusahaan. 

Perusahaan harus mempunyai personil yang handal untuk menangani hal ini,  biasanya bagian HRD. 

Quiet Quitting ini mungkin lebih banyak terjadi dalam sistem hibrid atau saat WFH. Sebab jika tidak punya pembatasan waktu dan wilayah kerja, bisa membuat semua waktu adalah kerja. 

Tapi jika hubungan perusahaan dan pekerja harmonis, membicarakan kesenjangan untuk menyamakan visi tentang jobdesk justru bisa dilakukan dalam suasana santai dan bercanda, sehingga bisa sambil qiqiqi.. Qiqiqi.. Alias ketawa ketiwi. 

Jadi, Quiet Quitting dan Quiet Fairing tak perlu terjadi jika hubungan pekerja dan perusahaan terjalin harmonis. Bisa-bisa bukan saatnya lembur, justru ada yang minta lembur. Eh... 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun