"Bu, brambangnya sekilo berapa?Â
" 80 ribu, "
"Beli seperempat kilo saja, Bu.Â
" Ini brambang mahal. Ini brambang super. Jadinya juga mahal, ".
Aku diam saja. Toh aku juga tidak menawar dan tidak ingin tahu alasannya. Biar saja si Ibu penjual brambang menjelaskan panjang lebar, tidak kudengarkan. Kubayar dengan uang pas 20 ribu untuk seperempat kilogram bawang merah.Â
Kuberpindah ke penjual cabe, kali ini aku malas tanya harga, biar saja langsung dilayani.Â
"Beli cabenya setengah ons Bu, " Kataku pada penjual cabe.Â
"Berapa, Bu? "
"Lima ribu, " Kata penjual cabe, sambil menjumput beberapa cabe merah untuk menambah cabe rawit yang kubeli.
 Aku diam saja, mungkin si ibu penjual berpikir, kok sedikit sekali, jadi ditambahin. Aku tersenyum dari balik masker.Â
Tadi Ibu penjual brambang juga begitu, mungkin dipikirnya bawang merah 20 ribu kok sedikit sekali, jadi ditambahin. Mungkin dia tidak berpikir secara komersil, bisa jadi bawang merah, atau cabe yang ditambahkan bernilai seribu atau dua ribu yang cukup mempengaruhi harga. Tidak seperti penjualan di supermarket  yang tiap gramnya dihitung.Â
Tidak hanya cabe, dan bawang merah, telur pun masih berada di kisaran 28 ribu rupiah perkilonya. Entahlah, mungkin kenaikan harga-harga itu menandai terjadinya inflasi?Â
Inflasi ini bisa memicu resesi. Kelesuan ekonomi, sebagaimana aku malas belanja dan berpikir, apalagi menawar harga-harga yang membubung tinggi.Â
Belanja hanya yang ada di dalam catatan dan secukupnya.Â
Mendengar kata resesi, sepertinya saya teringat waktu masih SD. Dalam pelajaran bahasa Indonesia, ada kata resesi yang disuruh mencari artinya.Â
Di tahun 80-an kata resesi pernah sangat familiar. Sehingga hampir setiap hari mendengar kata resesi.Â
 Berdasarkan hasil survei Bloomberg, Indonesia masuk dalam daftar 15 negara yang berisiko mengalami resesi.
Ciri-ciri Resesi antara lain,Â
1.  Produk Domestik Bruto dan pendapatan riil masyarakatnya terus mengalami penurunan
2. Penurunan jual beli produk manufaktur dan banyak kapasitas produksi tak terpakai.Â
3. Pengangguran naik, lapangan kerja sempit.Â
4. Aktifitas ekonomi masyarakat menurun (lesu)
5. Pertumbuhan ekonominya negatif selama dua kuartal berturut-turut.
Dalam kondisi riil, kenaikan harga barang-barang saat ini bisa menyebabkan inflasi.Â
Inflasi adalah kenaikan harga barang-barang yang memicu kenaikan harga-harga barang lain akibat tingginya permintaan pasar.Â
Sebaliknya ketika terjadi inflasi, harga-harga barang naik, maka permintaan pasar menurun,saat itulah terjadi deflasi, dan kegiatan perekonomian  melemah sehingga terjadi resesi atau kelesuan aktivitas ekonomi.Â
Awal kenaikan harga barang-barang, bermula dari kenaikan harga BBM. Meski saat itu kenaikan BBM hanya untuk pertamax, tapi hal itu cukup mempengaruhi penggunaan mobil berbahan bakar pertamax sebagai alat transportasi.Â
Contoh yang paling dekat adalah suami saya. Kini dia lebih suka pergi bekerja naik motor daripada menggunakan CRV nya yang berbahan bakar pertamax. Lebih irit. Mobil hanya dipergunakan ketika perlu membawa barang banyak, atau sedang hujan.Â
Kini pembelian BBM subsidi diharuskan menggunakan aplikasi My Pertamina.Â
"Ribet, " Pikir saya. Tapi ternyata untuk motor standar seperti milik suami saya, bisa bebas membeli pertalite bersubsidi.Â
Tapi mungkin nantinya, pembelian BBM bersubsidi harus menggunakan aplikasi.Â
Berita yang lebih aktual, membeli minyak goreng curahpun harus memakai aplikasi peduli lindungi sebagai syaratnya.Â
Membeli token listrik, bisa menggunakan aplikasi GO-JEK.Â
Mungkin banyak aplikasi-aplikasi yang dikeluarkan pemerintah untuk membantu masyarakat mengakses pelayanan publik.Â
Bisa jadi aplikasi-aplikasi itu tumpang tindih di ponsel dan menghabiskan banyak ruang dengan sedikit ruang tersisa.Â
Ada wacana, pemerintah akan menyederhanakan aplikasi-aplikasi itu menjadi satu aplikasi sakti yang bisa mengakomodir semua aplikasi menjadi satu.Â
Semoga semua nya tidak mbuat saya pusing sendiri. Yang penting dinikmati dan dijalani.Â
Kita tunggu saja....Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H