Kembali pada tradisi kupatan, itu terjadi kira-kira 40 tahun yang lalu saat saya masih duduk di sekolah dasar.Â
Saat itu, rapor masih diserahkan langsung pada murid, tidak diambil oleh orang tua seperti sekarang.Â
Setelah rapor dibagikan dan disimpan, maka diadakan tradisi kupatan.Â
Setiap anak membawa ketupat lengkap dengan lauknya untuk dimakan sendiri, dan sebagian ketupat dan lauknya disetor sebagai hadiah, biasanya dikumpulkan ramai-ramai di meja guru.Â
Nantinya meja guru akan di penuhi ketupat, dan beragam lauk yang dibawa murid-muridnya.Â
Ada abon, telur rebus, telur dadar, telur mata sapi, ayam goreng, kering tempe, srundeng, tahu tempe bacem, apa saja yang dibawa masing-masing anak disetorkan kepada bapak/ ibu guru secara sukarela.Â
Selanjutnya bapak/ibu guru makan bersama murid-muridnya, dan sisanya dibawa pulang, dibungkus taplak, eh...Â
Lucu kalau mengingat kejadian itu. Terkadang tradisi kupatan lebih ditunggu-tunggu daripada rapor nya. Namanya juga anak-anak jaman dahulu.
 Berbeda dengan anak-anak dan orang tua jaman sekarang yang menganggap nilai begitu penting. Mungkin era sudah jauh berbeda dan berubah.Â
Bagaimanapun, memberi hadiah untuk guru bukan sesuatu yang terlarang, sebagai wujud penghargaan, kecintaan dan rasa perhatian murid kepada guru selama tidak memberatkan dan diada-adakan.Â
Lebih baik hadiah diberikan kepada guru setelah pembagian rapor selesai di akhir tahun ajaran, sehingga untuk tahun ajaran berikutnya, sudah tidak diajar guru yang sama sehingga tidak memberikan efek negatif yang bisa berubah menjadi gratifikasi.Â