Mohon tunggu...
Isti Yogiswandani
Isti Yogiswandani Mohon Tunggu... Ibu rumah tangga - Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Peringkat 3 dari 4.718.154 kompasianer, tahun 2023. Suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Wiwitan Awal Panen, Berbagi Berkah Apakah Salah?

22 Juni 2022   05:54 Diperbarui: 23 Juni 2022   15:43 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buntil, pelas, dan telur rebus yang biasanya ada dalam tradisi wiwitan, awal petik padi (dokpri) 

Jalanan basah. Tapi hujan sudah reda, seperti sengaja memberi ruang padaku untuk berjalan tanpa kehujanan. 

Dari turun bis, aku harus berjalan sekitar 200 meter lagi untuk sampai rumah. Purworejo seharian hujan, sehingga tadi adikku sempat menawari untuk menjemput. Awalnya aku setuju, tapi ternyata aku tertidur di bis, untunglah menjelang masuk kota di lampu bangjo, aku terjaga. Tinggal 1-2 km lagi aku harus turun. 

Sempat kirim pesan WA ke adik, tapi ternyata hujan reda, aku memilih langsung jalan kaki ke rumah. Sesekali menyapa tetangga sepanjang jalan. 

Saat melewati sawah yang penuh air, dengan pemandangan langit biru dan bukit menoreh yang membayang di kejauhan, kusempatkan meraih gawai dan mengabadikannya. Di sawah ini aku sering mancing belut. Dan di tepi sawah ini saat kecil aku biasa bermain. 

Sawah yang sudah dipanen dan siap tanam kembali (dokpri)      Baca juga: Kemesraan Gorengan dan Minyak Curah untuk Mempertahankan Harga Tetap Murah
Sawah yang sudah dipanen dan siap tanam kembali (dokpri)  Baca juga: Kemesraan Gorengan dan Minyak Curah untuk Mempertahankan Harga Tetap Murah

Sawah ini terletak di belakang rumahku. Hanya sekitar 100 meter lagi sudah sampai ke rumah. 

Saat ini sudah selesai panen, dan sawah mulai diolah kembali untuk bertanam padi. 

Ingatanku melayang pada kenangan masa kecil. Saat padi akan dipetik atau dipanen, pemilik sawah akan mengadakan tradisi wiwitan. 

Pemilik sawah akan membawa sebakul nasi lengkap dengan lauk pauknya, yaitu nasi , buntil, pelas, telur rebus, kemudian lidi yang diberi brambang, cabe dan terasi, ditancapkan di tengah nasi.

 Kemudian seseorang yang dianggap sepuh, dimintai tolong untuk mendoakan sambil membakar seikat merang atau batang padi yang bulir padinya sudah dirontokkan, kemudian dibakar.

Hal ini menyimbolkan lenyapnya aral yang melintang yang telah lenyap menjadi abu. Kemudian orang yang mendoakan akan memetik seikat kecil batang padi dan daunnya menggunakan ani-ani. Daun padi dianyam atau dikepang, dan dipergunakan untuk mengikat bulir padi.

 Biasanya padi yang dipetik pertama ini dibawa pulang dan disimpan di lumbung. Sebagai harapan hasil melimpah, dan padi di lumbung bisa mencukupi kebutuhan keluarga petani. 

Nasi dan lauk pauknya menyimbolkan semua kebutuhan pangan tercukupi,sedang brambang, cabe dan trasi melambangkan kebutuhan dapur yang telah lengkap dan makmur. 

Setelah selesai didoakan, nasi akan dibagi-bagi menggunakan daun yang dipincuk. Kalau saat aku kecil, sebakul nasi itu hanya berisi nasi, 1 atau 2 pelas dan buntil dan sebutir telur. 

Jika orang yang tampak di sekitar situ ada 8, maka nasi, pelas, buntil dan telur juga dibagi 8. Tapi entah kenapa, nasi yang sangat minimalis dan dibagi-bagi itu terasa lezat.

 Biasanya anak-anak kecil yang suka minta bagian. Lucunya mereka yang dapat bagian nasi itu disebut gaok(burung gagak) Dan tindakannya disebut nggaoki (berlaku seperti burung gagak) 

Mungkin nasi sebakul dan lauknya itu sebagai simbol memberi makan hama padi agar tidak mengganggu. Entahlah. 

Tradisi wiwitan di Purworejo ( Foto : Purworejo News.com) 
Tradisi wiwitan di Purworejo ( Foto : Purworejo News.com) 

Wiwitan ini sendiri berasal dari kata wiwit, yang artinya mulai. Mulai memanen hasil sawah, dengan berbagi makanan sebagai wujud syukur dan harapan hasil panen yang bagus. 

Beberapa hari di rumah, ada tetangga sebelah mengantar berkat nasi kotak. 

"Mbak, mau mengantar berkat, syukuran panennya Mbah Sabar, " Kata yang bertugas mengantarkan. 

"Nggih, maturnuwun, " (Iya, terimakasih) Kataku sambil menerima berkatnya. 

Kalau ini adalah rasa syukur yang dilakukan di era sekarang. Mensyukuri nikmat panen dengan berbagi nasi kotak lengkap  ke Tetangga-tetangga dekat. Nasi, sayur dan lauknya lengkap dan banyak, tidak cuma secuil seperti dahulu kala, hehehe... 

Kebetulan aku pas kebagian. Mungkin Allah sedang menggodaku, sehingga selalu mengirimkan makanan lewat orang-orang di sekitarku. Biar ge er yang penting pede. Eh.... 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun