Mohon tunggu...
Isti Yogiswandani
Isti Yogiswandani Mohon Tunggu... Ibu rumah tangga - Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Peringkat 3 dari 4.718.154 kompasianer, tahun 2023. Suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sang Rajawali Tanpa Sarang Telah Berpulang (Yogyakarta, 27 Mei 2022)

27 Mei 2022   19:22 Diperbarui: 28 Mei 2022   08:47 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buya Syafii dan Presiden Jokowi (foto : antara) 

Buya selalu mengingat pesan KHA. Ahmad Dahlan, "jangan mencari penghidupan dari Muhammadiyah, tapi hidupilah Muhammadiyah" 

Bahkan penulis Damiem Demantra membuat sebuah novel tentang masa kecil Ahmad Syafi'i Maarif, yang berjudul 'Si Anak Kampung', yang telah difilmkan dan meraih penghargaan pada America International Film Festival (AIFF). 

Sedang Budi Munawar Rachman mengelompokkan Syafii termasuk ke dalam golongan neo-modernis Islam bersama Nurcholish Madjid dan tokoh-tokoh lainnya. Mereka menentang pemberlakuan hukum Islam secara formal dalam kehidupan bernegara. 

Buya mengatakan "Sebuah bangsa dapat mengalami kehancuran bila toleransi sosial, agama, dan budaya tidak mantap" 

Wajah Islam Indonesia hari ini sebagian sisinya tercitra begitu negatif, sehingga jauh dari nilai sejatinya sebagai agama damai. 

Mudah sekali menemukan orang-orang yang mengaku Islam namun perilakunya intoleran, kasar dan merasa paling suci, membuat hal-hal baik gagal ditegakkan.

Islam Indonesia golongan ini hanya terjebak pada simbol-simbol saja dan menjauh dari esensi (Buya Ma'arif) 

Agama dipakai tidak untuk mengarahkan pemeluknya kepada hal-hal yang lebih baik. Tapi sekedar simbol yang justru menumbuhkan arogansi.

 Orang memakai tasbih saja seakan-akan sudah Islam. Ini pembodohan," kata Syafi'i seperti dikutip Antaranews (22/10/2017).

Masih menurut Buya, hendaknya seorang Muslim di masa kini bisa membedakan antara Arabisme dan Islam.

Di masa Orde Baru, waktu masih ada lembaga prestisius bernama Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib), pergesekan antarumat beragama sulit ditemukan. Ini karena adanya tekanan dan pengaturan dari negara. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun