Mohon tunggu...
Isti Yogiswandani
Isti Yogiswandani Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menari di Atas Awan Puncak B29 Lumajang

21 Mei 2022   14:13 Diperbarui: 22 Mei 2022   03:46 1197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ada paparaziBanyak pengunjung bermalam di sini membuka tenda.

Akhir pekan sepertinya lebih menarik kalau menulis tentang wisata dan travelling.

Puncak B29 Lumajang mungkin adalah tempat wisata relatif baru jika dibandingkan dengan wisata Bromo Tengger yang sudah lebih dulu moncer ke manca negara bahkan menjadi incaran turis. 

Terbukti ketika saya menulis tentang Bromo di blog pribadi beberapa tahun yang lalu, melihat statistik pembacanya didominasi dari luar negeri. 

Puncak B29 ini berlokasi di Desa Argosari Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang.Tepatnya disisi tenggara Gunung Bromo. 

Saat itu sebelum covid-19 melanda. Saya dan suami bermaksud mengisi liburan akhir tahun, sekaligus merayakan anniversary kami yang ke -21. Anak-anak yang saat itu masih kuliah semua, tidak ada yang bisa pulang karena punya tugas yang harus dikerjakan, dan bukan jadual libur semester untuk Perguruan tinggi. 

Kami berkunjung dan menginap di rumah saudara di Surabaya. Sehabis subuh, barulah kami berangkat naik bus umum dari terminal Surabaya ke Probolinggo. Dari sana lanjut ke Terminal Minak Koncar Lumajang. Dari terminal, kami naik angkot kecil ke tempat angkot L300 yang akan membawa kami ke Pasar Senduro. 

Perjalanan ke pasar Senduro bersama para pedagang dan penumpang yang naik dan turun di perjalanan melewati kawasan hutan jati di kanan kiri jalan. 

Dalam perjalanan, awan hitam bergelayut dan cuaca mendung gelap. 

Penumpang tinggal saya dan suami serta sopir L300. 

"Waduh, kalau hujan gimana, Mas? " Aku berbisik pada suami. 

"Hujan ya berteduh, jawabnya selengekan. Meski benar juga. 

" Ke B29 nya, kataku sebal."

Kali tidak berbisik lagi, tapi sedikit berteriak, sampai terdengar sopir. 

"Mau ke mana Pak" Pak sopir bertanya. 

"Mau ke puncak B29, Pak. Ada ya angkutan ke sana? " 

"Ooo.. Kalau ke sana berangkatnya besok pagi, Pak. Kalau sekarang riskan, sepertinya mau hujan lebat. Biasanya pada liat matahari terbit, "

"Terus sekarang gimana, Pak? " Suamiku bertanya. 

"Nanti langsung saya antar ke penginapan saja. Di sana aman. Pokoknya kalau tamu hotel di sana pasti dijaga. Nanti Bapak bisa pesan ojek dari hotel untuk menuju Puncak B29 langsung, " Saran Pak Sopir. 

"Bagaimana Dek? " Suamiku minta pendapatku. 

"Gitu juga bagus," Jawabku santai. 

"Ya sudah, Pak Sopir, begitu saja, " Suamiku setuju arahan Pak Sopir. 

Pak sopir mengantar kami ke hotel Somanake. Penginapan bernuansa Bali dengan pura didepannya. 

Masuk ke dalam, tempatnya lumayan bersih dan indah. Kamipun memilih kamar dan segera memasukkan barang bawaan. Kamarnya cukup luas dengan sprei putih bersih, layar televisi, tapi tidak ada AC atau kipas angin, sebab suhu di situ sudah lumayan dingin. Kamar mandinya besar dan bersih dengan desain modern dengan kaca besar terpasang. Hohoho... 

Setelah mandi dan menjamak shalat dhuhur dan azar kami berniat cari makan. Akhirnya perut meronta setelah perjalanan cukup melelahkan. Perut hanya terisi jajanan dan buah yang kami beli di terminal. Sebenarnya hotel siap melayani makan, maupun pesan antar. Tapi kami ingin mengeksplor daerah sekitar, jadi kami berniat keluar jalan kaki. Sepertinya di sekitar hotel banyak tempat makan. 

Sambil menunggu sate dan gule kambing pesanan kami siap, suamiku mengajak bapak pemilik warung yang sedang asyik memandikan ayam jagonya. 

"Pak, kalau mau ke Puncak B29 masih jauh,Pak?" Tanya suamiku. 

"Sudah dekat, paling 1 kilometer, " Jawab Pak Dipo. (Sebut saja begitu, bukan nama sebenar nya) . 

"Bisa jalan kaki? "

"Kalau Bapak sebaiknya ngojek saja, " Pak Dipo menyarankan. 

"Berapa Pak, ngojek sampai sana? " Tanya suamiku. 

"Paling 50 ribu, Pak. " Jawab Pak Dipo. 

"Pesan ojeknya di mana? "

"Pesan di hotel saja, Pak. Di sana biasanya banyak yang bekerja sama dengan pihak hotel,"Jawab Pak Dipo. 

Dari obrolan, ternyata ada beberapa penduduk yang juga menyewakan kamar-kamar di rumahnya. Tapi karena tidak ditulis, jadi jarang yang tahu. Kebanyakan menginap di hotel. 

Akhirnya kami memesan ojek dari hotel. Mintanya 150 ribu per orang. Tidak bisa ditawar. 

Ya sudahlah. Kami memang berniat bersenang-senang, mahal dikit gak papa. 

"Pokoknya kami jamin keamanannya Pak"  Pak Ranto(bukan nama sebenar nya) memberi jaminan. Kami janjian sehabis subuh. 

Pagi yang dingin aku dan suamiku terbangun dalam keadaan menggigil. Hawa dingin banget. Berwudhlu dengan gigi gemeretuk. Dan segera menunaikan shalat subuh. Di lobby hotel, Pak Ranto dan temannya sudah menunggu. 

Perjalanan di mulai, menembus perkampungan dan kebun kopi. Melewati jalan aspal yang menanjak. Aku meminta ijin Pak Ranto untuk memegang pundaknya. Konyol kan kalau aku memeluk pinggangnya, hihihi... 

Hawa dingin menerpa meski aku memakai baju panjang, kulot jin, kaos tangan dan juga kaos kaki. Pokoknya tubuhku rapat terbungkus kecuali wajah. 

Meski suasana pagi mulai menyapa, suasana masih gelap. Jalan berliku dan pepohon pinus mulai menghias perjalanan. Sesekali berpapasan dengan mobil di jalan sempit menanjak membuat jantung berdebar dan mulutku komat kamit melantunkan doa keselamatan. 

Alam mulai terang, kini jalan melingkar dan menanjak membuat jantungku semakin cepat berdetak. 

"Saya turun saja ya, Pak! " Bisikku pada Pak Ranto. 

"Tidak apa-apa, Bu. Saya sudah biasa kok, " Katanya. 

Saya sedikit lega dan tenang. Sepertinya Pak Ranto memang sudah biasa membawa penumpang. Tadi sebelum berangkat sudah kutanya, Yakin bisa membawa aku yang over size dan over weight, jawabnya bisa. Ya sudah. 

"Werrr... Theg! " Di tanjakan yang cukup tinggi tiba-tiba mesin motor Pak Ranto mati. 

Reflek aku meloncat dari motor dan menahan motornya agar tidak menggelinding ke bawah. 

Sebenarnya aku panik juga. Tapi seperti biasa aku nyengir. 

"Sudah, Pak Ranto naik dulu saja. Nanti di tempat datar saya naik lagi, kataku. 

" Tidak apa-apa Bu? "

"Tidak apa-apa, jawabku sesantai mungkin meski jantungku berdetak tak karuan. Ya jelas tidak apa-apa, aku jelas memilih jalan kaki, daripada digonceng melewati medan yang aduhai seperti itu. Apalagi dengan tubuh bongsor macam obelix ini, hahaha.. 

" Saya pernah membawa tamu dari Jakarta, tubuhnya sebesar Ibu. Dari berangkat banyak cerita dan tertawa, tapi sampai di sekitar lokasi tadi (saat aku meloncat dari motor) orangnya menjerit-jerit sampai lama baru bisa ditenangkan, " Pak Ranto bercerita. 

Aku hanya tersenyum. 

"Ngeri mungkin, Pak, " Jawabku. Sebenarnya saya juga ngeri kok, cuma diam saja, lanjutku jujur. Sepertinya Pak Ranto mau bercerita kalau Ibu itu kesurupan, tapi aku pura-pura tidak paham, dan berkata, 

"Ayo, Pak. Jalan lagi, nanti telat. " Pak Rantopun patuh. 

Akhirnya sampai juga di lokasi. 

Kali ini kompak
Kali ini kompak

Kami masih harus naik trap-trapan tangga dan memanjat ke atas bukit tempat pengunjung berkemah, menikmati sun rise dan menikmati perasaan berada di antara awan. Sementara Pak Ranto menunggu di sini. 

Pak, sambil menunggu kalau mau ngopi dan sarapan di warung silakan, nanti saya yang bayarin, " Suamiku mempersilakan Pak Ranto dan temannya menunggu. 

"Iya, Pak. Terima kasih, "

"Kita ke atas dulu , ya"

"Iya, silakan. Kuat Bu? " Aku hanya tersenyum dan mulai menapak i trap-trap yang harus dilalui. 

Di puncak B29
Di puncak B29

Sampai di puncak, semburat jingga mulai menyapa. Seleret cahaya jingga menghias langit berhias awan putih. Di satu sisi terlihat gunung Bromo berwarna biru indah, sementara di satu sisi deretan pohon pinus dan tanaman penduduk menghias pagi. 

Ada paparaziBanyak pengunjung bermalam di sini membuka tenda.
Ada paparaziBanyak pengunjung bermalam di sini membuka tenda.

Alam mulai terang, matahari bersinar cerah. Sudah saatnya turun untuk kembali ke hotel. 

Nggak tahu ini maksudnya ngapain, hehehe... 
Nggak tahu ini maksudnya ngapain, hehehe... 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun