Bukan dipinjam bebas, tapi digunakan sebagai media pembelajaran dengan memberi tugas membuat sinopsis dari buku yang dipinjamkan. Satu anak, satu buku dan diberi waktu seminggu.Â
Sebagai salah satu murid terpandang ( ndableg nya.... Hehehe). Saya diberi tugas memilih buku di perpustakaan untuk dibagikan pada teman-teman. Melihat buku cerita begitu banyak, saya yang haus bacaan tentu saja kemecer. Sehingga timbul ide nakal untuk meminjam buku banyak-banyak.Â
Saya bagikan buku pada teman-teman, satu-satu. Tapi saya ambil 5 buku untuk kubaca dan kubawa ke rumah, meski yang dibuat sinopsis cuma satu.Â
Saat pengembalian, Pak Gun bingung. Kok bukunya ada lebih 4 dari jumlah siswa. Akhirnya saya dengan takut-takut mengaku. Dan saya sempat didiamkan dan sepertinya saya kehilangan kepercayaan, mungkin dianggap murid yang curang. Tapi saat itu saya terlalu polos, jadi tidak merasa bersalah, sebab bukunya saya kembalikan semua.Eh...Â
Saat SMP, perpustakaan sudah dibuka dan bukunya boleh dipinjam. Di samping itu juga buku-buku pelajaran tersedia di perpustakaan, sehingga bahan ajar berasal dari buku yang disediakan pemerintah, siswa tidak perlu membeli buku pelajaran, tapi dipinjami perpustakaan.Â
Sampai SMA, saya suka meminjam buku di perpustakaan, tapi saya lebih suka membaca fiksi seperti roman dan novel.Â
Siti Nurbaya, Salah Asuhnya Abdoel Moeis, Layar terkembangnya STA(Sutan Takdir Alisjahbana), dan buku-buku sastra, saya dapat dari meminjam di perpustakaan.Â
Lain lagi saat kuliah, perpustakaan nyaris menjadi kunjungan wajib untuk mahasiswa kantong cekak yang kurang mampu beli buku.Â
Setiap kali membuat laporan praktikum, untuk tinjauan Pustaka kami harus berburu bukunya di perpustakaan. Kadang berebut dan tidak kebagian. Kalau sudah begitu, pinjam laporan teman dan mengutip tinjauan pustakanya. Eh... Maklum darurat.
Saat sudah menikah, ternyata suami saya juga penggemar buku. Sepertinya kami pasangan yang cocok. Suami saya suka membeli buku. Sekali belanja bisa puluhan buku. Tapi karena kesibukannya, terkadang buku itu cuma dipajang. Tentu saja saya tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan emas itu. Sepertinya saya lebih paham  isi buku yang memenuhi setiap sudut di rumahku, daripada suamiku.Â