Siapa yang tak kenal kue apem. Kue tepung beras, manis dengan ragi dalam proses pembuatannya sudah tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Terutama dalam kue jajan pasar yang biasa dibagikan dalam selamatan, kue apem biasanya tak pernah absen.Â
Sejarah apem ini berasal dari seorang tokoh Islam yang bernama Ki Ageng Gribig yang terkenal di daerah Jatinom Klaten. Konon ceritanya, Ki Ageng Gribig yang masih keturunan Raja Majapahit, sekaligus mempunyai ikatan persaudaraan dengan Sunan Giri ini baru pulang dari Mekah.Â
Sewaktu di Mekah, beliau mendapat 3 buah apem yang masih hangat, bahkan setelah sampai di Jatinom. Apem itu akan dibagikan kepada anak cucunya, tapi tidak mencukupi. Sehingga beliau minta kepada istrinya untuk membuat kue yang sama dari tepung beras yang difermentasikan untuk dibagi-bagikan. Pemberian itu disertai  ucapan Yaa Qowiyyu... Yang artinya, Ya Allah, aku mohon kekuatan. Sehingga kemudian di Jatinom terkenal perayaan apem yaqowiyu. Konon katanya apem yang dikumpulkan dan telah didoakan serta diinapkan akan membawa keberkahan bagi yang memakannya. Mungkin berkah dari silaturahmi dan sedekah yang telah dilakukan.Â
Pada waktu saya kecil, ada tradisi yang namanya punggahan. Di mana kita saling memberi hantaran berupa ketan, apem, dan kolak yang dimasak tanpa santan. Dinamai kluwo. Rasanya seperti bertukar makanan dengan jenis yang sama, karena kitapun nanti akan mendapat hantaran juga dari semua tetangga. Konon katanya, ketan melambangkan kedekatan, eratnya persaudaraan yang selalu menempel, sedang apem melambangkan saling meminta maaf, yang kemudian berakhir manis dilambangkan dengan kolak. Mungkin itu kearifan para nenek moyang kita yang hidup dalam persaudaraan yang kuat dan akrab, saling berbagi, memaklumi dan memaafkan.Â
Di Jawa Timur, ada juga tradisi megengan yang juga tak ketinggalan dengan kue apemnya. Apem dianggap berasal dari kata afwan  atau afuwwun. Yang artinya maaf atau ampunan. Kemudian dalam lidah Jawa menjadi apem. Itulah sebabnya kue ini melambangkan saling meminta maaf dan mohon ampunanNya. Membersihkan diri sebelum melaksanakan ibadah puasa ramadhan. Tak heran apem menjadi kue wajib dalam megengan.Â
Di Yogyakarta dikenal adanya tradisi ngapem atau apeman.Â
Tradisi ini dilakukan dengan cara membuat ratusan kue apem secara tradisional oleh anggota keluarga Keraton Yogyakarta Hadiningrat. Dimulai dari proses ngebluk jeladren (membuat adonan), kemudian dilanjutkan dengan proses ngapem (memasak apem).
Tradisi ini dipimpin langsung oleh permaisuri sultan dan diikuti bersama oleh para wanita dari keluarga keraton lainnya. Tradisi Apeman dilakukan sebagai ungkapan rasa terima kasih dan syukur kepada Yang Maha Kuasa.Â
Sementara di Cirebon juga ada tradisi apeman.Â