Saat turun jogja, saya harus berganti bus arah barat. Biasanya jurusan jogja -Purwokerto. Kondisinya dari 30 tahun yang lalu tidak berubah, justru semakin memburuk. Kontras dengan bus patas yang kinclong dan adem. Tapi harus merogoh kocek 2-3 kali lipat, dan naik dari terminal, turun terminal karena tidak mau berhenti di luar pemberhentian.Â
Yang lebih menyakitkan, saat malam minggu, bus jogja-solo ini memberlakukan peraturan diskriminatif. Bagi penumpang ke Purworejo, di suruh menunggu di luar dulu. Setelah semua bangku terisi penuh, baru diperbolehkan naik. Tentunya dengan posisi berdiri. Sungguh mengenaskan.Â
Kondisinyapun memprihatinkan. Jangankan berAC, bahkan kondisi bus kumuh, tempat duduk terlalu rapat, kadang jok robek, sekrup nya kendor dan sangat panas dan pengap. Tapi, mau tidak mau, itulah kondisi transportasi yang harus dihadapi untuk pulang pergi ke kampung halaman tercinta. Cukup dinikmati dan disyukuri. Serta berharap, suatu saat akan terjadi perubahan yang menggembirakan.Â
Semoga...Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H