"Deekkkk!! "
Waduh, ini ayah kenapa tereak-tereak. Baru sampai teras sudah main tarzan-tarzanan. Sungguh terlalu!Â
"Dalem... Ada apa Mas? Aku bergegas keluar.Â
" Ini... " Katanya. Menyodorkan sebungkus besar tas kresek.Â
"Buka saja, " Lanjutnya lagi.Â
"Waawww.. " Aku berteriak kaget. Tapi tidak pingsan. Sebuah kepala dan empat buah kaki kambing terpuruk di depanku. Untung matanya terpejam, kl melotot aku pasti lebih ngeri. Maaf, no picture. But not hoax. Bisa-bisa diprotes orang kalau ku unggah fotonya. Dulu saja aku disuruh memblur fotonya sama adikku waktu mengunggah foto gulai kepala kambing utuh. Ini beneran, suamiku kalau beli gak kira-kira. Buat apa kepala dan kaki kambing sebanyak itu, padahal kita cuma berdua.Â
"Itu kakinya cuma bonus. Murah, kok! "
"Berapa?" Â Tanyaku. Suamiku menyebutkan harganya.Â
"Itu sih bukan bonus. Harganya sudah termasuk kakinya, " Jawabku sedikit menggerundel. Sudah sering ku beritahu, kalau pengin makan daging kambing, mending beli yang sudah jadi. Gak ribet dan langsung habis. Tidak terlalu banyak mengkonsumsi juga. Di umur kita yang jelita dan jaelangkung (maksudnya jelang lima puluh dan menjelang jadi Akung. Maksa ya, hihihi). Harusnya lebih berhati-hati dan bijak memilih makanan.Â
Tapi ya sudahlah. Disyukuri saja. Lumayan nggak belanja lauk seminggu, hihihi (Dasar emak-emak...)Â
Hemmm... harus atur strategi nih. Kayanya kepalanya masukin freezer dulu aja. Kakinya dulu yang dieksekusi.Â