"Bunda, Aku positif Omicron! "
Kata-kata itu mengagetkanku. Membuatku sedikit limbung membaca pesan WA dari si bungsu yang tinggal di Jakarta. Seakan tak percaya dan berharap itu adalah gurauan anakku.Â
Kedua anakku tinggal jauh di Jakarta. Aku berharap mereka baik-baik saja, dan berkali-kali tak pernah bosan mengingatkan untuk selalu jaga kesehatan, jaga pola makan, jaga pola hidup sehat. Biasanya mereka selalu bilang, "siap, bunda. " Iya bunda. "Aman, dan sebagainya yang melegakan hatiku. Tapi pesan kali ini mengagetkanku.Â
Sebenarnya, dulu si sulung pernah positif covid 19. Saat itu kasusnya masih booming meski sudah agak mereda. Â Aku sedikit panik. Mau menyusul ke Jakarta, tapi saat itu sedang pemberlakuan PPKM. Apalagi Jakarta sedang darurat covid-19 Â sungguh tak bijaksana kalau aku menyusul ke sana. Bisa-bisa malah menambah masalah karena aku bisa tertular.Â
Akhirnya aku berkoordinasi dengan si bungsu untuk mengirim kebutuhan kakaknya yang harus isolasi mandiri.Â
Susu, telur, buah-buahan, dan sesekali memesankan makanan via go food.Â
Si bungsu menghubungkan kami via video call ketika berkunjung. Tapi hanya masuk di luar pagar, sambil menaruh kebutuhan kakaknya. Sementara si sulung hanya melambaikan tangan dari teras menunggu kedatangan adiknya.Â
Itu sudah cukup melegakan, melihat kondisi si sulung tidak terlalu mengenaskan.Â
Suamiku segera berinisiatif mengirim suplemen, vitamin dan obat-obatan yang dibutuhkan setelah berkonsultasi dengan dokter. Kata si bungsu, saat itu di jakarta susah mencari vitamin dan obat-obatan khusus covid19.Â
Setiap hari kami mengirim pesan. Tapi tidak setiap waktu, karena sadar, istirahat yang cukup sangat dibutuhkan untuk menjaga stamina.Â