Mohon tunggu...
Isti Yogiswandani
Isti Yogiswandani Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Libur yang Tertukar

10 Agustus 2021   08:02 Diperbarui: 6 September 2021   09:07 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Malam tahun baru kok malah gitaran. Mbok ya melakukan hal-hal yang bermanfaat,"

Komen yang lugas, tanpa tedeng aling-aling. Membuatku tersenyum simpul. Marah? Tidak! Tersinggung? Tidak. Mungkin ucapan itu mewakili pendapat banyak orang. Entah yang secara lugas mengungkapkan, atau sekedar berkata dalam hati. 

Saya tidak marah, sebab memang itu pendapat wajar ketika melihat suasana persiapan begadang yang biasa dilakukan menyambut tahun baru Jawa, yang biasa dikenal dengan malam 1 suro. Seharusnya saat seperti ini digunakan untuk tirakat, laku prihatin, apalagi di saat pandemi yang kian lama justru semakin mencekam untuk beberapa daerah dan beberapa suguhan berita.  Tirakat bagi masyarakat Jawa ini melambangkan sikap untuk "eling lan waspodo". Selalu terjaga di setiap keadaan. Yang pasti tidak hanya semalam suntuk, tapi setiap saat, setiap waktu, setiap kondisi dan di mana saja berada. Tirakat ini dilaksanakan dengan lek-lekan, mengurangi waktu tidur, begadang untuk lebih banyak berjaga, di samping itu juga dianjurkan untuk banyak berpuasa. 

Sedangkan dalam penanggalan hijriah, malam 1 suro bertepatan dengan tanggal 1 muharram. Di era digital sekarang ini, sangat mudah untuk mendapatkan penjelasan amalan-amalan yang bisa dilakukan, membaca doa awal dan akhir tahun, memperbanyak puasa, memperbanyak amalan sunah dan banyak lagi yang mencontohkan hal - hal spesifik di bulan muharram. Mengerjakan hal-hal positif yang bisa dilakukan akan membuat kenyamanan dan ketentraman di hati kita. 

Kebetulan akhir tahun bertepatan dengan hari senin, jadi awal tahun hijriah kali ini kita awali dengan berbuka puasa saat waktu maghrib tiba. 

Paling tidak kita secara otomatis sudah mengawalinya dengan mengendalikan syahwat perut, diikuti dengan lebih banyak terjaga, yang tentu saja bagi yang sudah biasa terjaga di sepertiga malam, hal ini sudah biasa dilakukan. 

"Ayo dek, lek-lekan malam suro, " Suamiku senyum-senyum ke arahku sambil mencangking lampu listrik sebagai sumber tenaganya. Dia segera membuka pintu belakang dan menggantung lampunya di gazebo pojok belakang rumah. Tak lama dia kembali masuk rumah. Aku segera menyeduh kopi dan memasukkannya ke termos alumunium berkapasitas 2 gelas. 

Sedang termos satunya berisi air jahe. Sejujurnya kami sangat jarang minum kopi. Tak lupa kusiapkan juga camilan yang sudah tersedia, pisang rebus, kacang bawang, biskuit dan buah-buahan. 

Tidak ada makan besar, karena kami sudah mengkonsumsi nya waktu tadi berbuka. Seiring usia, kapasitas perut kami semakin limit, jadi tanpa mengurangi makan pun aktifitas seputar perut itu berkurang dengan sendirinya. 

"Dek, jangan lupa gitarnya dibawa", suamiku berteriak sambil asyik dengan gadgetnya. Ternyata dia lupa mengisi jurnal. Mungkin karena terlalu fokus mengisi amalan akhir dan awal tahun membuatnya lupa melakukan kewajiban kerjanya.

Persiapan begadang
Persiapan begadang

Aku hanya geleng-geleng kepala. Dia memang baru saja dari masjid, katanya habis membaca doa awal tahun, melaksanakan shalat sunnah, disambung istighotsah. Sedang aku seperti biasanya mengisi waktu antara maghrib dan isya' dengan membaca alquran. Suamiku memilih membaca alquran sesudah subuh sampai sebelum waktu isro'.  Sehingga rumah kami bisa selalu dihiasi bacaan alquran, meski bergantian.  

Minuman dan camilan sudah kubawa ke gazebo. Suamiku masih mengerjakan jurnal. Angin yang bertiup, sedikit membuat bulu kuduk ku meremang. 

Bayang-bayang daun tertiup angin yang bergerak  dalam kegelapan terkadang membuatku terkesiap. 

Sepi. Sunyi. Burung dan serangga malam tak ada yang bersuara. Hanya desahan daun bambu tepat di atas gazebo dan gesekan batang-batang bambu di seberang tembok pekarangan yang mengeluarkan suara aneh dan seram. Beruntung tak ada nyamuk berkeliaran. 

"Astaghfirullah.. ", aku berteriak dalam hati. Ternyata suamiku yang mengendap-endap ke arah gazebo. Membuatku yang sedikit halu terkaget. 

" Fotoin aku, Dek. Suamiku meraih gitar kesayangan sulung ku yang tertinggal di rumah. 

"Mau nyanyi apa, Mas? " Tanyaku sambil asyik memotret suamiku yang asyik memetik senar gitar. Aku sebenarnya agak tahu sedikit, posisi jari untuk macam-macam kunci. Tapi aku memang kurang berminat mempelajari dengan serius. Maklum aliran seniku lambat. Upss.. Ngaku aja kalau tidak berbakat, daripada aku memainkan alat musik dan bernyanyi malah diketawain, hihihi... 

"Sudah dek? " Tanya suamiku. 

"Sudah, jawabku. Sudah ku aplot, jawabku cuek. 

"Jangan.. Nanti dilihat banyak orang, "Suamiku malah meletakkan gitarnya, dan menelepon temannya. 

" Lho, katanya nya mau main gitar.? "Kataku heran. 

" Enggak, iseng aja buat foto. Memangnya aku bisa main gitar, jawabnya tanpa dosa. 

"Whatsss??? "

Suamiku malah ngakak sambil asyik menelepon temannya. Iseng banget. 

Tak lama dia asyik minum air jahe, dan camilan yang ku sediakan. 

"Aku mau tidur dulu, besok nggak libur. Liburnya diundur rabu. Kalau mau tahajud bangunkan aku, " Tanpa menunggu persetujuan ku dia sudah memeluk bantal yang ku sediakan dan meletakkan kakinya dipangkuanku. Ternyata aku dikerjain. Biasanya dia yang terjaga sampai malam, sedang aku sudah tidur duluan. 

Kali ini aku yang terjaga. Aku berselancar mencari amalan di bulan muharram, tapi sepertinya sudah biasa ku laksanakan, jadi kupakai saja gawai ku untuk bersilaturahmi, bercanda dan mengobrol bersama saudara-saudaraku di grup WA keluarga dan sesekali mengobrol via wapri dengan anakku yang juga masih terjaga. Anak-anakku sudah dewasa dan sudah bekerja di jakarta semua. 

 Bermanfaat atau tidaknya mengisi waktu itu tergantung pola pikir sendiri.

 Ada yang menganggap waktu bermanfaat adalah yang diisi dengan amalan  agama.

 Ada yang menganggap amalan bermanfaat adalah yang berguna untuk orang lain. 

.Ada yang menganggap waktu yang bermanfaat adalah yang menghasilkan cuan. 

Bagiku, semua itu bermanfaat, tapi membahagiakan diri sendiri itu juga bermanfaat. Membuat kita banyak bersyukur dan lebih ikhlas dan tulus menjalani hidup, sehingga tak mudah iri dan rese' dengan hidup orang lain. 

Mari syukuri kehidupan kita masing-masing. 

Selamat tahun baru hijriah 1443 H. Semoga pandemi ini segera berakhir, dan "new normal"berhasil diterapkan. 

Di pagi hari 1 muharam. Semoga cerahnya hari menandai cerahnya kehidupan di waktu mendatang... 
Di pagi hari 1 muharam. Semoga cerahnya hari menandai cerahnya kehidupan di waktu mendatang... 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun