Sebenarnya aku agak kecewa suamiku masih hobi meminjam uang. Sedih dan prihatin rasanya mengingat awal menikah gajinya tinggal tersisa 10%, sedang yang 90% terpotong untuk mengangsur hutang-hutangnya saat masih bujang di perusahaan, bahkan di bank juga. Untung tinggal setahun lagi hutang-hutangnya di perusahaan lunas. Sedang di bank masih 5 tahun lagi.
Aku berusaha tegar. Anggap saja ini adalah masa perpeloncoanku dalam memasuki mahligai rumah tangga. Aku tak menyangka, Mas Rizal yang melamarku di saat aku masih kuliah  dan segera menikahiku ternyata tak seperti yang terlihat. Semua nasehat  dan petuahnya tentang menyegerakan menikah, dan bagaimana membangun keluarga sakinah dengan mengutip ayat-ayat al qur'an yang terdengar indah berbenturan dengan kerasnya tembok kenyataan.Â
"Bunda, sepedaku rusak," anak keduaku pulang bermain dengan tangan hitam -hitam berlepotan gemuk sepeda. Membuatku tergeragap dan tersadar dari lamunan yang tidak jelas. Segera kubetulkan sepeda anakku yang ternyata rantainya lepas.
(Bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H