Mohon tunggu...
Isti N. Saptiono
Isti N. Saptiono Mohon Tunggu... Konsultan - Pengajar dan penggiat pendidikan

Pengajar, pemerhati dan penggiat pendidikan, peduli tentang isyu pendidikan dan sosial

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar Sejarah Melalui Silsilah dan Asal-usul Keluarga

17 Januari 2020   19:27 Diperbarui: 17 Juni 2021   08:22 5659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awalnya saya tidak terlalu peduli dengan silsilah keluarga besar. Saya tidak memiliki rasa ingin tahu siapa eyang buyut saya, dari mana asal-usul almarhum Ayah dan Ibu saya, Eyang-Eyang saya, atau nenek moyang saya.

Dalam tradisi keluarga memang kami selalu berkumpul bersama pada acara halalbihalal (HBH) Idul Fitri setiap tahunnya. Jadwal kami selalu padat dengan acara HBH Keluarga Besar dari Ayah saya, HBH Keluarga Besar dari Ibu saya, 

HBH Keluarga Besar dari Ayah suami saya, HBH Keluarga Besar dari Ibu suami saya. Saya bersyukur memiliki keluarga besar yang masih saling kenal dan memperhatikan satu sama lainnya.

Baca juga : Peran Emosi bagi Motivasi Belajar Mahasiswa Selama Perkuliahan di Masa Perkuliahan Daring

Sesekali, tidak setiap tahun, diselenggarakan HBH Keluarga Besar yang super besar. Misalnya Keluarga Besar Eyang Canggah "Anu", Eyang Buyut "Anu", dan sebagainya. 

Dalam budaya Jawa, khususnya Jawa Tengah, ada sebutan atau istilah khusus untuk urutan tertentu dalam silsilah keluarga besar. Istilah-istilah tersebut sampai keturunan ke-1 sampai ke-18 dan "keatasan" :) ke-1 sampai ke-18 dapat dilihat di http://edusiana.com/urutan-nama-silsilah-keluarga-di-jawa/.  Istilah dalam garis keturunan sejauh keturunan ke 18 disebut dengan istirah Trah.

Namun, semenjak Ayah dan Ibu meninggal dunia, saya sudah jarang sekali menghadiri acara HBH Eyang-Eyang kami. Biasanya yang datang yang sepuh-sepuh, bernostalgia, dan makan-makan... 

Kalaupun ada orang-orang muda yang datang, biasanya sifatnya "terpaksa" karena harus mengantar ibu atau ayah mereka ke acara tersebut. Yang muda-muda sudah tidak saling mengenal, dan tampak tidak terlalu tertarik untuk saling mengenal. Termasuk saya sebenarnya saat itu... :(

Baca juga : Sudut Pandang Islam, Psikologi, dan Biologi Terkait Masalah Motivasi Belajar

Sampai suatu saat, salah satu adik saya menanyakan hubungan kekeluargaan kami dengan seseorang yang kami temui di sebuah acara. Orang tersebut pun merasa kami masih memiliki hubungan keluarga dari garis keturunan Ayah kami. 

Dengan penasaran, saya mulai membuka sebuah kotak yang tersimpan rapi di rak buku. Kotak tersebut dulu diberikan oleh Ayah dengan pesan "Ini dokumen-dokumen penting tentang silsilah keluarga Eyang. Tolong disimpan, ya."

Ternyata... kotak ajaib tersebut berisi berbagai kertas, dokumen, dan surat-surat berharga. Bukan surat berharga yang bernilai uang, melainkan bernilai sejarah!

Saya menemukan Stamboek Surat Asal Oesoel dari Eyang saya, Surat Jalan (Reispas naar Mekka) ketika Eyang naik haji pada tahun 1895, Rijbewijs No 102  (SIM) Eyang yang diterbitkan pada tanggal 14 Juni 1927.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun