Menangislah Untuk Ramadhan Yang Kan Hilang … Menangislah, jika itu bisa melapangkan gundah yang mengganjal sanubari. Jika itu adalah ungkapan penyesalan bahwa Ramadhan sudah akan bergegas pergi, tinggal menghitung hari, Tapi rasanya baru kemarin saya bertekad untuk menyempurnakan tarawih dan qiyamul lail, iya baru kemarin.
Menangislah karena ALLAH tak menjanjikan apa-apa untuk Ramadhan tahun depan apakah saya masih diikutsertakan pada Ramadhan tahun depan atau telah tertidur dibawah tumpukan tanah, sedangkan Ramadhan kali ini hanya tersisa beberapa hari saja, tersadar bahwa Ramadhan kali ini tersia-siakan. Menangislah untuk Ramadhan yang kan hilang. Biar butir bening itu jadi saksi penyesalan.
Menangislah, lebih keras untuk dosa-dosa yang mungkin belum diampuni, tapi saya masih juga menambahi dengan dosa baru. Berapa kali saya sholat taubat? tetapi tak lama kemudian ada saja kelalaian yang saya buat? Menangislah, Tuntaskan semuanya mulai malam ini. Karena besok waktu akan bergerak makin cepat, Ramadhan semakin berlari. Tarawih, sedekah, tilawah Qur’an, qiyamul lail, i’tikaf sudah tak mungkin banyak lagi. Tahu-tahu sudah tiga hari terakhir dan saya masih juga belum siap ditinggalkan Ramadha.
Ramadhan hendak bergegas pergi, dan saya masih saja belum banyak berbuat…
Sungguh tak ada perpisahan yang tidak menyesakan dada “Ya ALLAH, janganlah Engkau jadikan puasa ini sebagai yang terakhir dalam hidup saya. Seandainya ENGKAU berketetapan sebaliknya, maka jadikanlah puasa saya ini sebagai puasa yang dirakhmati bukan yang hampa semata” sang waktu kembali menunjukan kekuatannya, dengan menarik semua yang kemarin ada, perpisahan tak terelakan, dan Ramadhan kali ini memang beda untuk saya, kepergiannya kali ini begini menyesakan dada, ah entahlah…
Sungguh saya tidak tahu apakah saya yang meninggalkan Ramadhan atau Ramadhan yang meninggalkan saya, yang saya tahu ada kerinduan yang tersisa, menyisakan rindu akan shalat shalat tarawih, rindu mendengarkan bacaan Al Quran para imam tarawih, rindu tausiyah para ustad yang menyejukkan, rindu tadarrus Al Quran di shaf-shaf dan pojok-pojok masjid, rindu segera menyelesaikan tilawah pada setiap akhir juz, rindu melantunkan zikir sepanjang pagi sepanjang petang, rindu mereka yang berlomba menawarkan kebaikan, rindu berlomba bersedekah, berzakat fitrah dan zakat mal.
Sungguh rindu memperbanyak shalat-shalat sunnah, agar bisa bersama Rasul di syurga nanti, rindu menegakkan shalat malam, sahur dan berbuka puasa bersama, hal yang jarang saya dan Ayah lakukan jika bukan Ramadhan, rindu berjuang untuk merasakan shalat khusuk, itikaf, muhasabah, meski masih bisa saya lakukan dimalam malam lain, namun beda rasanya di malam malam Ramadhan. Detik-detik yang penuh rahmah sejak hilal 1 ramadhan sampai fajar 1 syawal, rindu malam malam bertabur ampunan siang dan senja bertabur rahmah dan kasih sayang ALLAH, rindu malam malam tanpa setan karena terbelenggu, rindu malam seribu bulan pembakar dosa dosa..
Ramadhan bergegas pergi, tersadar dan betapa malunya saya ketika sayapun ikut bergegas membeli ticket pulang kampung, bergegas ke mall membeli baju lebaran, bergegas membeli bahan bahan pembuat kue, iya bergegas menyiapkan pesta bukan bergegas dengan ibadah di tiga hari yang tersisa ini, duhai ALLAH, ampuni saya, hambaMU yang tidak tahu diri, hadiah teragung yang engkau letakkan di pintu rumah saya, saya sisihkan dibalik pintu, kantong-kantong keberkatan dan pahala yang ENGKAU sediakan di akhir-akhir ramadhan saya sisihkan, saya lupakan karena saya sibuk menyiapkan kepergianMU dengan pesta…
Dan kini saya hanya Alumnus Ramadhan, semoga jiwa saya menjadi jiwa-jiwa yang akan terus bersemangat untuk meneruskan apa-apa yang saya lakukan selama Ramadhan, menjadi manusia yang menjadikan hari-hari di sebelas bulan esok adalah hari hari yang berkualitas ibadah dan bersikap yang sama dengan menjaga agar tetap stabil, dan terus menerus berusaha tetap menstabilkan kualitas ketaqwaan saya kepada ALLAH sampai kemudian ALLAH menakdirkan untuk bertemu kembali pada Ramadhan berikutnya.
Semoga saya menjadi Alumni Ramadhan yang menerapkan ihsan yang merasa terus menerus diawasi oleh ALLAH dalam setiap helaan napas saya, yang sadar betul bahwa bumi ini akan menjadi saksi atas semua perbuatan saya di muka bumi ALLAH, kemudian tetap menghidupkan malam-malamnya dengan qiyamul lail, merasakan kembali kenikmatan berbuka dengan menghidupkan puasa-puasa sunnah yakni puasa yaumul baidh, puasa senin kamis atau bahkan puasa daud
Selamat tinggal Ramadhan, semoga saya mampu menjadi Alumni Ramadhan yang baik, menjadi hamba yang lebih baik lagi dimata ALLAH, bukan dimata yang lain
MINAL AIDIN WAL FAIDZIN, Mohon maaf kan atas segala kesalahan saya selama ini
SELAMAT hari raya Ied Fitri
from my blog: http://rinduku.wordpress.com/2010/09/07/ramadhan-bergegas-pergi/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H