Mohon tunggu...
Istiqomah Saeful
Istiqomah Saeful Mohon Tunggu... -

Perempuan di Kebun Hikmah http://rinduku.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ramadhan Terakhir

13 Agustus 2010   01:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:05 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seminggu lalu saya kehilangan seorang sahabat saya, seorang lelaki muda pengurus sebuah masjid, akrab dengan anak anak yatim dan fakir, pembawaannya yang kalem dan lembut mulai saya rindukan malam ini, seorang lelaki yang jarang bicara namun pandai bergurai, dia adalah sahabat yang menyenangkan, dan ALLAH memanggilnya pulang tepat seminggu sebelum Ramadhan innalillahi wa inna illaihi rajiun, semua kita pasti berpulang hanya masalah waktu, sungguh kematian adalah sebuah piala bergilir.

Malam ini saya jadi teringat pembicaraan terakhir saya dengannya saat menghabiskan senja di tangga masjid sambil menunggu adzan magrib “De, sebentar lagi Ramadhan, udah nyiapain apa aja? udah bikin schedule mau menghabiskan Ramadhan dimana saja? mau muhasabah di mana saat 10 malam terakhir?” ehm tak pernah terpikirkan oleh saya untuk menyiapkan things to do selama Ramadhan, tak terbersit oleh saya sama sekali

)
)
karena yang ada di benak saya ketika Ramadhan tiba adalah sahur bersama keluarga, punya stok makanan yang lebih, dan hidup di suasana kota santri, memenuhi masjid masjid yang semuanya bersifat umum, hingga tak terpikir target pribadi untuk jiwa saya sendiri, dengan apa akan saya isi jiwa yang kering ini? iya dengan apa…

Diujung pembicaraan senja dengan sahabat saya ini,  saya tertampar dengan satu kalimat terakhinya “De, musti dipikirin loh, gimana kalau Ramadhan kali ini adalah Ramadhan terakhir kita, anggaplah ini Ramadha terakhir kita apa akan kita biarkan berlalu sia sia

Ehm, saya tersadar, iya andai ini Ramadhan terakhir saya dan saya melewatinya begitu saja tanpa memanfaatkan waktu, dengan menggapai sekuat tenaga ampunan ALLAH, rugi banget jika Ramadhan berlalu dan saya tak mendapat ampunan, tak terlahir seperti bayi … tak memiliki jiwa jiwa yang bercahaya.

Iya, sekali lagi iya, andai ini Ramadhan terakhir saya, sungguh akan saya isi dengan lebih mendekatkan jiwa kepada pemilik jiwa saya, bukankah bulan ini bulan ampunan? agar jiwa saya dapat menjadi jiwa jiwa yang bercahaya … berpulang setelah mendapat ampunan.

Sekedar flashback, mengenang Ramadhan Ramadhan sebelumnya, betapa banyak waktu yang terbuang, i’tikaf yang terlewat, tadarus, tilawah yang selalu saja tak sempat saya lakukan, apalagi khatam quran, betapa sering tarawih saya lakukan secepat dan sekilat mungkin agar cepat cepat tidur dengan alasan besok sahur, dan berapa banyak makanan enak masuk kedalam mulut mungil saya tanpa merasakan lapar dan haus yang sedang dialami para fakir disekitar rumah saya … Betapa banyak waktu yang saya gunakan untuk sekedar tidur dengan pembenaran bahwa tidur waktu puasa juga ibadah, tanpa ada sedikitpun kesadaran bahwa tilawah, dzikir, dan sholatnya orang puasa, tentulah lebih bernilai Ibadah dari sekedar tidur, kan gitu kan?

)
)

Dan saya telah melewatkan Ramadhan Ramadhan yang lalu dengan hanya mendapatkan haus dan lapar, 30 hari berlalu sia sia, dan tanpa rasa malu saya merayakan akhir Ramadhan dengan berbaju sebagus mungkin, menghabiskan THR tanpa sedekah sedikitpun karena uang nya saya gunakan untuk pulang kampung …

Kemudian saya mulai berpikir untuk menjadikan Ramadhan kali ini sebagai Ramadhan terkahir saya, andai esok tak ada lagi Ramadhan untuk saya, andai saya berpulang seperti sahabat saya, setidaknya saya tak akan menjadikan Ramadhan kali ini berlalu sia sia.

Sudah waktunya merubah cara berpikir bahwa puasa bukan lagi hanya menahan haus dan lapar, namun menjadikan setiap detik, menit, jam untuk menggapai cinta ILLAHI, menggapai ridho dan ampunannya, ridho itu rahmat dan ampunan kan? irhamnna ya ALLAH

)
)

Ketika saya mulai berpikir ini Ramadhan terakhir saya, maka Ramadhan akan terasa beda, malam malamnya terasa begitu syahdu, takut rasanya berjauhan dengan ALLAH, indah rasanya berlama lama diatas sajadah. Ramadhan disiang hari juga beda karena saya tersadar satu senyum manis akan bernilai ibadah, dengan perut yang kosong, tenggorokan yang kering, hawa nafsu yang terbelenggu menjadikan siang terasa begitu indah untuk dijalani, tak ada amarah, tak ada teriakan, tak ingin menyakiti apalagi mendzalimi … iya, khusu karena kesadaran mungkin ini yang terakhir.

Waktu tak bisa kembali, dan iya ketika saya berpikir ini Ramadhan terakhir saya, maka akan saya cambuk raga saya untuk mengisi nafas dengan dzikir, shalat tak tertunda plus rawatib, bibir mungil ini harus mampu mengkhatamkan Quran, tafakur tak akan saya lewatkan agar selalu tersadar bahwa diri ini berlumuran dosa …

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun